Part 1
SERA membuka matanya secara perlahan. Dia terbaring menatap langit-langit. Langit-langit kamar bercat kusam yang sudah sangat familier dengannya.
Langit-langit kamar Peter.
Gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata bundarnya yang berwarna jingga. Dia tidak memiliki ingatan sama sekali tentang kejadian sebelumnya. Mengapa dia bisa berada di kamar Peter, mengapa dia bisa berbaring di tempat tidur Peter, dibalik selimutnya yang hangat, dia sama sekali tidak ingat.
Sejurus kemudian, kilasan balik.
Gambaran-gambaran kejadian sebelumnya muncul di kepalanya: sebuah lubang hitam di atas langit, kedua adik kembarnya yang muncul, bertarung melawan mereka berdua bersama-sama Peter, dirinya yang tertusuk scythe, Peter yang meneriakkan namanya, kesadarannya yang mulai memudar...
Kini dia ingat semuanya.
"Peter!" Sera terlonjak kaget. Cemas. Takut-takut terjadi sesuatu yang buruk pada Peter setelah dirinya tidak sadarkan diri.
Sebuah tangan yang besar dan hangat menyentuh tangannya.
Sera menoleh.
Dia mendapati Peter disampingnya, duduk tertidur lelap sambil mendengkur kecil.
Sera tersenyum hangat.
Syukurlah dia baik-baik saja.
Sera memperhatikan tangan Peter. Tangan yang besar dan lebar. Jemarinya panjang dan kurus. Tangan tersebut dibalut dengan perban karena luka. Luka yang didapat karena pertarungan selama ini.
Kedua tangan Sera menggenggam erat tangan Peter. Dalam hati dia merasa senang dan bersyukur karena telah bertemu dengan Peter. Karena telah telah mengenal Peter. Memang, sebelum dia datang ke bumi, dia telah memiliki banyak data tentang Peter. Tapi, apalah arti data-data tersebut? Peter adalah orang yang sama sekali asing dan baru dia kenal. Tapi pemuda ini sudah mengorbankan banyak hal demi dirinya –bahkan nyawanya sendiri.
Tapi, di sisi lain, Sera merasa bersalah. Bersalah karena telah menyeret anak laki-laki yang tertidur itu ke dalam bahaya.
Tatapan mata Sera meredup –terlihat agak sedih.
"Hmm..." Peter menggumam. Kelopak matanya yang terpejam bergerak-gerak. Anak laki-laki itu kemudian terbangun.
"Sera?!" Peter terlonjak. Dia segera mendorong tubuhnya, mendekati Sera. "Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?"
Hujan pertanyaan.
"Aku baik-baik saja Peter." Sera tersenyum lembut.
"Syukurlah." Peter melempar tubuhnya ke belakang, menghela nafas lega.
"Wah, wah, pagi-pagi sudah bermesra-mesraan," ucap seseorang dari mulut pintu kamar yang terbuka lebar.
Peter dan Sera menoleh.
Ellie berdiri disana –entah sejak kapan, gadis itu tampaknya memang suka sekali muncul secara tiba-tiba. Mata Ellie bergerak menuju tangan Sera yang menggenggam erat tangan Peter.
"Pakai pegangan tangan segala," sindir Ellie.
Pandangan Peter dan Sera secara perlahan beralih ke tangan mereka. Tangan yang saling berpegangan satu sama lain, saling menggenggam erat dan tidak mau berpisah.
Wajah mereka berdua berubah merah padam. Tersipu malu.
Sera segera menarik tangannya, kemudian melayangkan tangan seperti biasa ke pipi Peter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (One-Shot)
Science FictionPeter Aldebaran adalah seorang siswa SMA berusia lima belas tahun yang merasa kalau segala sesuatu disekitarnya itu membosankan. Dia selalu ingin keluar dari rutinitasnya yang membosankan. Sepulang sekolah dia selalu mendapati sebuah kotak kardus mi...