8. Jarak

325 30 2
                                    

"Diem mulu." Mario menepuk pundak Shani. "Kesambet lo?" ledeknya.

"Apa sih, kak." ketus Shani pada Mario dan ia menepis tangan lainyang ada di kepalanya yang sedang mengacak rambutnya. "Kak, lo jangan ngacak-ngacak rambut orang mulu bisa gak?!" kesalnya tanpa melihat Vino.

Vino terkekeh. "Kok lo tau ini gue?"

"Tangan lo bau ban dalem! Jadi keciri!"

"Sensi banget dah! Kenapa lo? Keabisan duit?"

"Lagi patah hati kali." tebak Mario.

'Duh! Lama-lama kak Vino bisa tau kenapa gue kayak gini nih! Gue pengen kabur aja!' Shani bergidig ngeri. "Diem lo pada ah!" Ia beringsut pergi.

***

"Gre, kamu kan nanggung masaknya, sekalian nungguin Shani mandi deh ya... Nanti kalian nyusul ke rumah pak Fransnya bareng. Aku duluan nyusul kak Vino sama kak Mario ya? Nih mereka lupa bawa laporannya." kata Anin sambil menunjukkan map mereka.

Gracia mengangguk. "Ya udah. Ini makannya dibawa kesana, atau nanti kita makan disini aja pas balik?"

"Bawa aja. Kita makan bareng pak Frans." Anin beranjak. "Shani jangan ditinggalin, Gre." tambahnya. "Kamu juga, jangan lupa ganti daster!" teriak Anin sambil terkekeh.

Gracia menyegerakan memasaknya agar bisa segera menyusul. Ia menyusun bekal makan mereka agar mudah dibawa.

"Shan..." panggil Gracia saat Shani keluar kamar mandi dan akan melewatinya.
Tenang aja, Shani udah pake kolor dan kaos dalem kok 👍🏼

"Hm?" sahut Shani singkat.

"Minta tolong adukin ini sebentar dong." pintanya sambil menyodorkan spatula.

Shani memakai kaosnya dan mendekat. Saat ia akan mengambil alih spatula, Gracia sedikit menahannya. "Katanya mau digantiin? Sini." sahutnya tanpa menatap gadis tersebut.

Gracia mengehela napasnya pelan dan bergegas untuk menyiapkan seragam, serta seperangkat laptop yang akan mereka gunakan saat pertemuan dengan pak Frans.

Selama pertemuan bersama pak Frans, mereka sibuk dengan tugas masing-masing.

"Printer di rumah kita kan error."
Mario memecah keheningan.

"Udah bener kok." sahut Gracia.

Anin menjeda pekerjaannya. Ia berbalik. "Loh, padahal semalem gak bisa ngeprint, Ge."

"Dibenerin Shani tadi pagi." Ia menatap Shani yang membelakangi mereka.

Shani mendengarnya, namun ia memilih untuk pura-pura hanya fokus pada pekerjaannya. Tak lama kemudian, ia merasakan rambutnya diacak-acak. "Kak!" ketusnya menepis tangan Vino.

'Mampus gue!' Shani ngeri melihat senyum Vino yang menyeramkan. 'Oke. Ini ekspresi dia saat denger ceweknya muji cowok laen.' tebaknya. 'Serem anjiiir. Tatapan mengintimidasi. Tatapan seolah-olah dia ngasih ucapan selamet, padahal lagi ngasih peringatan ke gue.'

"Multitalent banget nih anak. Sabi lah jadi tukang service." puji Vino pada Shani.

"Jangan jadi tukang service lah kak. Masa ganteng-ganteng gini, cemong sama oli." canda Anin.

Mario menepak pahanya sendiri. "Justru itu. Cowok makin ganteng kalo keliatan kusut."

Gracia terkekeh. "Teori dari mana, kak? Dasar ngawur!"

"Apalagi kalo keringetan ya. Wah, makin seksi dah." timpal Vino.

Ingin sekali Shani menggebrak meja. 'Apa-apaan sih mereka! Nih si Vino kafino indro juga! Gue harus menghindar dari zona merah! Sekalian meminimalisir supaya Gracia gak muji-muji gue lagi. Bisa mati gue lama-lama diintimadasi sama kak Vino.'

Dengan wajah kesalnya dan tanpa mengucapkan apapun, Shani bediri dan pergi dari ruangan tersebut sambil membawa laptopnya.

"Eh, eh, udah..." bisik Mario. "Ngambek noh anak orang."

Anin menepak lengan Mario. "Kakak duluan sih yang mulai!"

Vino mengedikkan bahunya dan berjalan mendekat pada Gracia. "Ayo, Gre." ajaknya untuk mengambil fotokopian yang tadi ia titipkan disana saat berangkat.

Gracia menunda ketikannya. Ia tersenyum menatap Vino sambil menunjuk ke layar laptop. "Bentar. Tanggung dikit lagi."

Vino menaikkan kedua alisnya. "Ya udah, aku sama Anin aja. Ayo, Nin."

"Yuk!" Anin menggandeng Vino seperti tanpa beban.

"Kak Mar... Laptopku kursornya gak mau reapon." rengek Gracia. "Gimana ini?"

"Aku tanggung nih, gak bisa ditinggal. Coba ke Shani aja."

Gracia berdecak. Dengan malas ia berjalan ke luar mencari Shani. Ia berjalan ke arah belakang gedung dan mendapati Shani duduk bersila, memangku laptopnya di pinggir kolam, di bawah pohon rindang.

Shani melirik saat menyadari ada seseorang mendekat padanya. Ia langsung mengalihkan pandangannya lagi, saat tau itu adalah Gracia.

"Tolong benerin."

"Benerin apa?" sahut Shani pura-pura fokus pada laptopnya.

Gracia menyodorkan laptopnya. "Tuh liat. Cek kursornya."

Shani mengecek bagian luar laptop milik Gracia, tak ada masalah. Ia kemudian mengecek touchpadnya dan mendapati kursornya tak berfungsi. Dengan teliti, Shani menekan-nekan beberapa tombol untuk membenarkannya. "Nih."

"Ngehindar, ya?" tanya Gracia pelan.

Shani mengerutkan keningnya. "Istilahnya, software mouse kamu bikin touchpadnya males kerja. Lagi restart, tunggu aja." jelasnya.

Gracia berdecak kesal karena Shani salah menangkap maksud pertanyaannya.

***

ILY~🖤

Rahasia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang