DINAFIN

87 64 7
                                    

Pagi hari yang cerah secerah senyumannya, yang ku jumpai di depan pintu gerbang sekolah. Ya, siapa lagi kalau bukan Dafin. Orang yang tadinya sangat dingin kepadaku, tapi tadi malam tiba-tiba ia datang hanya untuk meminta maaf.

"Heh. Kok ngelamun aja? Kamu kenapa? Sakit?" Dafin memburuku dengan banyak pertanyaan.

"Eh, gapapa kok. Ayo masuk," kataku sambil mengalihkan pandangan.

"Tunggu-tunggu." Dafin menyibakan tangan ke arah rambut ku yang tergerai lurus.

"Pft... kenapa ni kok jadi deg-deg an gini." Batinku, saat Dafin menyentuh rambutku.

Dafin terkekeh. "Nih liat, ada cokelat masa haha."

"Kamu kaya bayi! Masa makan cokelatnya sampai kerambut hahaha," Sambungnya lagi sambil terus cekikikan

" ih galucu tau! Dah ah aku mau masuk."

Baru saja aku ingin melangkahkan kakiku menyusuri koridor, tangan putih sedikit pucat itu menahan tangan ku.

"Eh nanti dulu, coba liat wajahmu kenapa?" tanya Dafin seolah memerintahku.

Tapi entah kenapa aku sontak langsung menghadapnya dan menatap manik matanya yang legam.

"Cie masa merah-merah gitu kayak kepiting rebus," ujarnya sambil menunjuk wajahku yang rasanya mulai memanas.

"Dasar nyebeliiinnnn!" teriakku pada Dafin dan langsung menginjak kakinya lalu bergegas pergi.

Baru saja aku sampai di dalam kelas. Dimas teman sebangkuku itu sudah menyebalkan dan menyerbuku dengan banyak pertanyaan seperti yg dilakukkan Dafin tadi.

"Eh kenapa ni tuan putri, pagi-pagi udah marah-marah aja? Nanti cepat tua loh, mau apa?" ledeknya kepadaku.

Aku bereecak. "Eh diem ya! Aku lagi kesal tau ga." .

"Jangan marah-marah. Nanti udah jelek, tambah jelek gimana? Mau nanti jadi perbincangan orang, Rey yang duduk sama Dimas si ganteng ternyata jelek? Bisa-bisa kamu disangka guna-guna aku lagi haha," Ledeknya bertubi-tubi datang menyerbuku menyusul dengan tawanya yang gelekar.

"Iiiiii Dimass kamu bener-bener ya sama aja kayak--. " Belum sempat aku menumpahkan semua amarahku pada Dimas, teriakan seseorang yang memanggil namaku membuyarkan semuanya.

"Eh maaf-maaf. Gatau kalo kalian lagi ngobrol."

"Duh gimana ni, aku lagi kesal sama mereka berdua malah datang dua-duanya. Bisa-bisa aku overdosis kesal deh gara-gara mereka berdua. Tapi kalo bukan sekarang, kapan lagi waktu untuk mengenalkan Dafin dengan Dimas yang sudah mau berteman," gumamku dalam hati yang bimbang.

"Eh, Dafin aku masih mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Mm apa?" tanya Dafin padaku dan menghentikan langkah kakinya.

Akupun menghampiri Dafin dan berbincang di depan tempat duduknya.

"Eh, Rayna ngomong apa tu, kok aku ga di ajak-ajak. Jangan-jangan Rayna... " Dimas menepis segala hal buruk yang ada dipikirannya dan melaju menghampiri Rayna.

"Eh, Pada ngomongin apa si asik banget? Jadi gini Rey udah punya temen baru, Dimas si ganteng ini dilupain?" ujar Dimas dengan sangat percaya diri.

Aku berdecak. "Jangan nyari gara-gara dulu ya. Diam."

"Dafin, ini Dimas...-" Belum selesai aku memperkenalkan Dimas pada Dafin, Dimas sudah memotong pembicaraanku.

"Yang ganteng dan manis. Lagian dia juga sudah tau Rey, kenapa harus kenalan lagi si?" ujar dimas dengan intonasi tinggi. Sepertinya Dimas sudah mulai kesal, atau jangan-jangan...

RAYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang