Tidak selamanya sikap yang terlihat darimu, selalu berasal dari hatimu. Orang lain belum tentu tahu, bagaimana rasanya dirundung kecewa dan bergulat dengan waktu.
_Malam ini, entah mengapa malam terasa sendu. Tak henti-hentinya aku memandang taburan bintang di langit.
Tapi terlalu lama berdiri di halaman ini, membuat hatiku kembali pilu. Biasanya kala aku menatap langit papa selalu bilang
"Sayang kamu tau apa yang lebih bersinar dari pada bintang-bintang di langit itu?" tanya papa sambil menunjuk salah satu bintang yang paling terang.
"Mmm bulan?"
"Bukan, yang paling bersinar di antara bintang itu adalah kamu, abang dan mama. Yang selalu bersinar di kehidupan papa."
Iya, aku mempunyai satu kakak laki-laki, berjarak tiga tahun lebih tua dari ku. Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi.
Yang ku harapkan dari sosok yang biasa ku panggil "abang" adalah orang yang dapat mengerti aku, melindungi ku, dan membuat ku tertawa walau dalam sela tangis ku.Namun, apa boleh buat? Ketika ternyata realita tak se-sempurna ekspetasi.
Abang ku tak seperti abang kalian. Dia hanya mementingkan egonya sendiri, melebihi seorang bayi. Dan arogannya papa juga membelanya.Saat papaku berkata aku lah salah satu bintangnya yang paling terang, saat itulah aku tau rasanya di bohongi oleh orang yang sangat aku sayang.
*****Flashback on*****
"Bawa anak perempuan mu itu pergi, anak itu tidak berguna. Aku akan mengambil hak asuh Raffa, kelak dia yang akan meneruskan perusahaanku!" Ujar Darna dengan gusar.
"Mas... jangan bilang gitu, Rayna juga anakmu. Kamu boleh tidak lagi mencintai ku, tapi tidak untuk Rayna mas. Tidak ada yang namanya mantan anak. Bagaimanapun dia tetap anakmu," ujar Rani membela anak perempuannya.
"Anak ku kamu bilang? Kamu lupa apa yang terjadi saat kita baru pindah ke Jakarta? Dasae wanita jalang. Pergi kamu dan bawa anak har-"
"Cukup mas! Kamu boleh menyakiti aku. Tapi tidak untuk anak ku!"
Darna mendorong Rani hingga tersungkur. "Sudah aku tidak peduli. Cepat pergi bawa anakmu itu dan jangan pernah kamu bertemu lagi dengan Raffa anakku."
*****Flashback off*****
Huft, sekuat apapun aku menahan, faktanya air mataku tetap jatuh juga.
Ku biarkan malam ini aku menangis, melepas semua bendungan rindu akan kasih sayang keluarga utuh, rindu akan canda tawa mama dan papa yang dulu.Setelah puas menumpahkan semua rasa sedih ku, angin yang mulai menusuk kulit seakan mentitahku untuk segera bangkit dan beranjak masuk kedalam kamarku.
"Assalamualaikum Ray, mama pulang," sapa mama saat memasuki rumah.
Suara mama membuyarkan lamunanku dan mau tidak mau aku harus kembali baik-baik saja dan bergegas menyambut mama.
"Eh iya ma, bentar Ray baru selesai mandi." Aku hanya tak mau mama sedih karena prilaku cengeng ku.
Jeda beberapa menit saat ku rasa hembusan nafasku sudah beraturan aku menghampiri mama yang sedang memasak di dapur.
"Ma, ada yg perlu di bantu?" tawarku pada mama sambil mengaduk-aduk panci berisi sayur di depanku.
"Ngga usah sayang. Ini mama cuma angetin aja kok, sayurnya udah siap. Yuk kita makan."
"Gimana sekolahnya?" tanya mama disela-sela aktivitas makan malamnya.
"Sejauh ini baik ma."
"Oke, kamu cepat makan, dan habis itu kerjakan PR mu kalo ada ya," titah mama kepada ku yang ku balas lagi-lagi hanya dengan anggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYNA
Dla nastolatków"Terima kasih Tuhan telah menghadirkan mereka bersama selangit kebahagiaan, aku tahu ini hikmah yang dapat ku petik dari segala keterpurukan." Rayna Febky Ganestu. Nama lengkapnya, gadis cantik yang dikaruniai dua orang sahabat laki-laki yang super...