17 - Lawan

1.6K 295 83
                                    

"Gue bilang juga apa. Lo itu bisa. Tapi selalu nggak percaya sama diri lo sendiri."

***

"Loh, Binar? Sejak kapan lo di situ?" tanya Gema yang terkejut mendapati Binar sudah berdiri di ambang pintu.

Binar mengamati Gema dan ayahnya yang sepertinya sudah cukup lama mengobrol. Terbukti dari teh yang ada di dalam gelas sudah hampir habis, dan beberapa kue kering sudah tinggal setengah toples saja.

"Padahal belum gue panggil. Eh, udah muncul duluan. Peka banget. Kayaknya kita udah mulai ada ikatan batin ya, Bin?" seloroh Gema kemudian terkekeh.

Bi Santi yang bilang, sahut Binar dalam hati.

"Ya udah. Berangkat sekarang, yuk," ajak Gema.

"Pamit dulu, Om." Gema menyalami Bayu. Begitupun dengan Binar.

"Hati-hati, ya. Jangan ngebut-ngebut," pesan Bayu.

"Siap, Om."

"Main yang lama, Bin. Tapi jangan pulang malem-malem," ucap Bayu kepada putrinya.

Binar memutar bola matanya. Kenapa ayah malah ngomong kayak gitu coba? Satu jam pergi dari rumah aja udah males.

"Tuh, Bin. Sekali-kali," kata Gema memberikan helm kepada Binar.

Nggak!

Gema mulai menyalakan motornya. Lalu Binar naik di belakang.

"Berangkat dulu, Om," pamit Gema sembari menganggukkan kepala, kemudian melaju pergi.

Bayu menatap putrinya dengan senyum bahagia. Setelah sekian lama, akhirnya ada seseorang yang datang ke kehidupan Binar. Ia merasa Gema anak yang baik. Ia juga percaya kalau Gema memang tulus ingin menjadi teman Binar. Ia yakin kalau Gema bisa menjaga Binar. Ia berharap putrinya selalu bahagia, dan hidupnya yang semula redup berubah menjadi terang.

Lagi-lagi Binar tidak tahu Gema akan membawanya ke mana. Katanya dia sudah mempunyai narasumber yang tepat untuk tugas wawancara kali ini. Tapi ia tidak menyebutkan siapa orangnya.

"Ayah lo asik juga orangnya ya, Bin. Jadi pengin main lagi," ucap Gema.

Nggak boleh!

"Nggak galak kayak kebanyakan bapak dari cewek-cewek yang pernah gue jemput main," celetuk Gema.

"Eh, maksudnya temen-temen cewek yang gue jemput kerja kelompok. Ya, ada sih dulu yang jadi gebetan. Tapi nggak pernah sampai jadian. Eh, kok malah curhat," lanjut Gema.

"Gue nggak pernah tuh, punya sahabat cewek. Gimana kalau lo aja? Eh, tapi temenan aja belum diterima. Apalagi jadi sahabat."

"Coba tebak kita mau ke mana?"

"Nggak jauh-jauh, kok."

"Sebentar lagi sampai."

Gema menghentikan motornya di sebuah pekarangan rumah yang penuh dengan tanaman hijau. Binar sama sekali tidak tahu itu rumah siapa. Mereka turun dari motor, dan Binar mengikuti langkah Gema yang berjalan menuju halaman samping rumah itu.

"Duduk di sini dulu, Bin. Gue mau ke dalem," ucap Gema menunjukkan Binar sebuah kursi taman.

Binar menurut. Ia mengamati sekelilingnya. Rumahnya sejuk, sangat asri, dan membuat Binar nyaman meskipun baru sebentar menginjakkan kaki di sana. Banyak tanaman merambat yang membentuk atap di atas Binar. Sebuah kolam ikan kecil ada di pojok halaman. Bunga dengan banyak jenis dan warna menambah kesan indah rumah itu. Binar merasa betapa menyenangkannya tinggal di rumah itu. Jika rumahnya seperti ini, Binar akan semakin betah di rumah.

How to be Your Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang