Kiana hanya dapat mengantarnya sampai bandara dan hanya melihat lambaian tangan yang akan menjauhiku, yang sebelumnya telah memeluknya tanda berpamitan.
Sebelum itu,
Mama papa nanda telah lama mengenal kiana sudah dianggap sebagai menantu malahan, dengan pandangan berat mereka menatap sedih padanya. Menepuk rambutnya untuk berpamitan.
"sering kabarin ya nan, i will miss u"
"iya" tersenyum lebar padaku.
Senyumnya itu yang manis bagaikan gulali, mana mungkin kiana berpaling darinya dan tak akan pernah dilupakan dari bayangnya. Karena sejak pertama kali mengenalnya memori senyum itu telah tergambar jelas dibenakku.
"jangan sampai sakit ya" teriakku sambil melambaikan tangan padanya.
.
.
.[nanda ver.]
"nanda mulai besok, kamu harus mulai terapinya ya. Kata dokter selama dua minggu ini kamu harus sering chek up. Disini dokternya hebat-hebat loh, sengaja papa dan mama bawa kamu kesini. Mudah-mudahan penyakitmu bakalan sembuh." nasihat papa padaku.
"iya pah" mengangguk.
(Aku sudah mengalaminya sejak umurku 15 tahun. Dulu kata papaku. Sebagian ginjalku ada yang rusak. Jadi aku hanya punya satu ginjal untuk saat ini. Dokter bilang aku hebat, bisa bertahan sampai saat ini. Meskipun jarang mengalami keluhan.)
Namun saat-saat ini nanda sering mengalami keluhan, seperti keram di bagian perut kirinya. Bukan sakit biasa tetapi sangat sakit. Dan saat bersama kania sesekali nanda tampak kesakitan namun tak ditampakkan. Nanda takut kiana akan khawatir nantinya.
Nanda juga tidak memberitaunya kalau dia kesini untuk berobat, takut kania tambah khawatir. Nanda tak ingin itu terjadi.
Nanti saat pengobatannya selesai, nanda ingin menikmati waktu bersamanya. Waktu itu berharga. Bahkan saat ini pun nanda sudah rindu padanya.
[nanda ver. End]
-
Tiap pagi ataupun malam kiana sering menelpon ataupun video call bersamanya. Tak terasa sudah 2 minggu telah berlalu. Sore ini nanda pulang, kiana akan menunggunya di bandara.
Kiana memang payah. Tak dapat menahan kerinduan darinya. Waktu menunjukan pukul 3 sore, padahal satu jam lagi sebelum dia datang.
Tanpa disadari, kiana tertidur di kursi tunggu. Ada seseorang menepuk pundaknya dan saat kiana terbangun, nanda ada di depannya tersenyum kepadanya.
Sontak kiana berdiri menatapnya.
"kamu lama banget sih perginya." tanya manjaku.
"gak lama kok, ini buktinya aku udah ada didepanmu." mencubit pipiku pelan.
"ihh sakitt.." aku melepaskan cubitannya.
"kamu gemes deh" gombalnya.
"emang" balasku nyindir.
"Kamu pasti laper kan mau makan ramen? Ada restoran baru di ujung jalan ini" ajak ku.
"boleh kan tante, aku pinjem anak ganteng ini" membujuk orang tua nanda. Mereka hanya saling menatap dan mengangguk.
T
anpa jawaban nanda hanya menatap, tersenyum dan menarik kiana dari tempat itu.
-
"Makanannya enak yah,, udah lama gak makan ramen lagi, dulu terakhir kali pas sekolah." aku berbica sendiri.
Sesekali kiana sempat melihatnya kesakitan lalu memegang perutnya.
"nan,, kamu kenapa, apa kamu sakit?" cemas.
"enggak, mungkin sakit perut karena telat makan." senyumnya.
"makannya, makan itu jangan ditunda-tunda jadi gitu kan. Kalau kamu sakit demam pun aku sudah khawatir."
Malam telah tiba, nanda berniat mengantar kiana pulang, suasana sepi saat itu. Kiana dan nanda saling bercerita satu sama lain saat itu. Kiana berjinjit di ujung trotoar dengan merentangkan tangannya seperti anak kecil.
Seketika sebuah motor datang menghampiri mereka dari belakang dengan kecepatan tinggi. Dan hampir menabrak kiana.
Sontak nanda menarikku dan tempatnya tergantikan olehnya.
Brakkk...
Motor itu tanpa bersalah pergi menjauh, meskipun sempat jatuh saat menabrak nanda. Kiana terjatuh setelah tadi ditarik oleh nanda, kiana langsung bangun dan berlari menghampiri nanda yang tergeletak jatuh tak berdaya.
Kianapun cepat-cepat berlari kepadanga dan berteriak.
"nandaaaa.... Tidaakk jangann, n-nan jangan gini, bangun,, a-aayoo bangun tetap sadarrr." air mata kiana jatuh dengan suara yang terisak-isak.
"kepalamu,,, darahh... " memegang kepala nanda yang darahnya bercucuran tanpa henti.
Sepertinya tabrakan tadi mengenai kepala dan perutnya. Nanda melirih kesakitan memegang perutnya. Wajahnya yang menggambarkan kesakitan membuat kiana semakin menangis tersedu-sedu tak berdaya.
Kiana merangkul kepalanya di pangkuan dirinya. Menundukan kepala padanya. Kiana kaku saat itu.
Kiana tak tau yang mengendarai motor itu siapa, apakah orang mabuk? Atau balap liar. Tapi dia dengan teganya menghantam orang yang sedang berjalan kaki.
Setelah sadar kiana mengambil telpon dari saku, dengan gugup dan gemetar, ia menekan tombol 911.
(kumohon selamatkan nanda ku...) doaku.
To be continue...*
KAMU SEDANG MEMBACA
KIANA & NANDA ✓
Fiksi Remaja[ S E L E S A I ] Lebih dari sekedar teman itu boleh kan. Berawal dari sebuah perkenalan dan berakhir menjadi benih cinta. Kiana dan nanda yang saling melengkapi disaat suka maupun duka. Tak perduli masalah apa yang dihadapi mereka pasti akan melewa...