6) different hair, same feeling

60 9 4
                                    

♾♾♾♾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


♾♾♾♾

Aneh sekali baru kali ini Jisung menolak ajakan ku untuk bermain di Mall.

Biasanya dia paling antusias kalau aku sudah mengajaknya ke Mall. Selain suka memilihkan pakaian dan aksesoris untukku, ia juga menyukainya karena kami akan pergi ke arena game setelahnya.

"Kenapa?" tanyaku dengan nada biasa saja, berusaha tidak sedih walaupun faktanya hatiku sedikit nyeri mendengar penolakan halusnya.

"A-anu, apa kamu belum membaca surat yang aku kasih kemarin?"

Surat? Surat apa?
Ah iya aku ingat, kemarin sebelum pulang memberi makan kucing, Jisung memberiku sebuah surat yang dibungkus dengan amplop berwarna baby blue.

Aku bahkan masih ingat saat ia memohon agar aku membukanya setelah aku sampai kamar.

"Tunggu, aku masih belum membukanya," ucapku.

Karena jujur kemarin aku tidak sempat untuk membukanya karena insiden hilangnya Chenle.

Aku berjalan menuju lemari tempat koleksi tas-tas ku berada, lalu mengambil satu tote bag yang selalu aku bawa jika sedang berpergian bersama Jisung.

Itu hadiah darinya di hari jadi kami yang ke satu tahun.

Aku merogohnya dengan satu tangan.
Ketemu!

"Sudah ketemu! Aku buka dulu," ujarku lalu membuka amplop dengan teliti, aku tidak mau merusak apapun pemberian Jisung sekalipun itu hanya selembar amplop.

"Brosur?"

"Iya. Sudah selesai bacanya?" tanya nya dengan nada penasaran.

Kompetisi dance antarsekolah.
Itu yang langsung aku baca begitu kertasnya terbuka sempurna karena hanya tulisan itu yang dicetak dengan tulisan tebal.

"Sudah. Waw, aku terkejut. Jadi kamu akan mewakili sekolah mu, Jisung-a?"

Dia hanya terkekeh.
"Iya Nujel, itu sebabnya aku dengan berat hati menolak ajakan mu. Aku sedang latihan untuk kompetisi itu minggu depan."

Entah kenapa diriku terbelah menjadi beberapa bagian, sebagian besar bangga karena Jisung akan mewakili sekolahnya untuk lomba, sebagian khawatir dengan kesibukannya akan berdampak dengan pendidikan nya, dan sisanya sedih karena akan jarang bertemu dengannya.

"Kita akan jarang bertemu berarti?"

Jisung hanya diam. Sampai aku kira sambungan sudah diputus olehnya.

"Jisungie?"

Aku dengar Jisung membersit hidung nya sebelum akhirnya merespon ucapan ku dengan suara yang berbeda.

"I-iya. Maafkan aku."

Dia menangis.
Aku berusaha menenangkannya tapi yang aku dengar justru nafasnya yang semakin tersengal dan suaranya yang bindeng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Filsafat Hati ; JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang