♾♾♾♾
"Belok kanan!" titah ku pada Jaehyun yang berada di depanku.
Dia mendadak melambatkan kuda besinya sembari menatapku lewat kaca spion. Dari balik helm full face-nya, ia bertanya dengan nada tinggi agar aku bisa mendengarnya.
"Lo yakin?" itu kata yang aku tangkap dari sekian banyak kalimat yang ia lontarkan.
Aku mengangguk mantap menjawabnya. Memangnya kenapa dengan gang kecil itu? Jangan bilang dia takut.
Padahal tujuan ku lewat gang kecil itu adalah warnet terselubung diujung gang yang biasa digunakan anak sekolah untuk bolos. Bahkan aku dan Jisung sudah tiga kali ke sana untuk bermain game online bersama saat jam pelajaran.
Ketika sampai di depan gedung yang terlihat seperti rumah pemukiman warga biasa, aku menepuk pundak Jaehyun mengisyaratkan untuk berhenti.
Aku turun lalu langsung masuk ke dalamnya.
Bukan, aku bukan mencari Chenle di sini. Jelas anak itu tidak akan tahu rumah ini adalah warnet dengan teknologi tinggi karena luarnya yang tidak dipasangi poster atau apapun yang memuat informasi tentang warnet.
"Moon! Udah lama gak kesini!"
Itu suara Nara, temanku saat SMA yang kini sudah bergabung dengan jaringan hacker yang ada di Seoul untuk mendapatkan uang.
Yup, selain menjadi warnet illegal yang tidak terdaftar di kepolisian Seoul, rumah berukuran sepuluh kali tujuh ini juga menjadi sarang dari para hacker handal.
Aku membalas pelukan hangatnya.
"Gue butuh batuan Lo, Park.""Tunggu, kalian balikan?" tanya nya sambil melirik Jaehyun yang tengah berdiri di belakangku, menatap seisi ruangan dengan tatapan bingung nya.
"Bukan! Masih sama yang lama, dia cuma teman."
Dia hanya tersenyum begitu matanya bertemu dengan Jaehyun yang justru dibalas dengan tatapan datar.
"Gak berubah tuh anak, masih galak kayak dulu. Oh iya, butuh bantuan apa Lo?"
"Chenle, cari ID iPhone watch-nya. Dari pagi udah hilang dia," ucapku sambil menatap Nara penuh harap.
"Gampang, masih yang lama kan?"
Aku mengangguk menjawab pertanyaan Nara. Lalu Nara kembali ke ruangannya yang berada di bawah tanah.
"Kita ngapain di sini? Terus itu tadi Nara si anak yang suka bolos pas SMA itu kan?" tanya Jaehyun.
"Iya, Park Nara. Cari informasi, udah diem aja. Intinya Lo harus tutup mulut. Sesama teman harus jaga rahasia."
"Oke."
♾♾♾♾
Kini aku, Jaehyun dan Chenle sudah sampai di rumah. Bahkan Mama dan Papa ku masih sibuk menelpon sana-sini meminta bantuan untuk mencari anak nya.
"Baba!" teriak Chenle begitu sampai depan pintu, membuat kerutan di dahi Papa mengurang berganti dengan senyuman hangat.
"Chenle! Astaga kamu kemana? Kok di telepon gak diangkat?"
Mama yang paling khawatir langsung memeluk Chenle sambil menangis. Aku dan Jaehyun hanya menatap penuh haru mereka bertiga.
"Kalau keluarga Lo tahu dimana Chenle ditemukan pasti mereka syok," ujar Jaehyun.
"Ssttss, biarkan menjadi rahasia. Cukup Lo, gue dan adik gue yang tahu. Ah iya, dan temannya adik gue yang gak tau siapa."
♾♾♾♾
Mama dan Papa memutuskan untuk memperpanjang masa libur nya sampai besok karena yah, masalah Chenle tadi.
Keadaan Chenle? Sudah biasa saja, bahkan kurasa anak itu tidak ada syok-syoknya sama sekali.
Ia malah lebih antusias saat tahu kalau Mama dan Papa ternyata ada di rumah. Dia dengan otak kreatifnya langsung memberi ide untuk bakar-bakaran di taman belakang.
"Jaehyun, ngapain jauh-jauh. Sini gabung, anggap aja keluarga sendiri!" ujar Mama ku.
Iya, Jaehyun menginap. Siapa lagi kalau bukan bujukan Mama ku dan rayuan Chenle yang senang setelah ingat Jaehyun adalah partner main PS-nya dulu.
Jaehyun yang awalnya duduk di dekat kolam tanpa ikan pindah menjadi duduk di sebelahku yang sedang asyik chatting dengan Jisung.
"So sweet banget kalian, jadi pengen nikung," bisik nya di telingaku membuatku langsung menginjak kakinya dengan keras.
"Auch!" ringis nya pelan.
"Jangan harap!" ketusku, "Le, tukeran kursi! Kursi yang ini warnanya jelek."
"Ish, Nujel! Cuma warna juga?" protesnya dengan nada merendahkan tapi tetap juga melakukan apa yang aku perintahkan.
Aku kembali fokus pada layar handphone-ku yang bergetar tanda ada pesan masuk.
"Jaeri, kita lagi ngumpul. Handphone nya taruh dulu, besok-besok kan masih bisa?" saran Papa yang langsung aku turuti.
"Maaf Pa, tadi teman nanya tugas. Makanya Jaeri pegang handphone," bohongku membuat Papa mengangguk mengerti.
Lain Papa, lain Chenle. Dia justru mengusikku dengan melontarkan ejekan-ejekan khasnya.
"Teman apa teman? Tugas apa tugas? Hayo Nujel gak boleh bohong sama Papa! Nanti jomblo nya tambah panjang umur gimana?"
Sontak saja wajah ku memerah karena harus menahan malu dengan ucapan Chenle.
Sedangkan Jaehyun berbisik sebuah kalimat yang tidak terlalu aku dengar karena terkontaminasi dengan suara tawa lumba-lumba Chenle begitu melihat wajah ku kecut.
Lalu handphone yang awalnya sudah aku letakkan di meja kembali bergetar, menampilkan notif dari aplikasi chat.
| Oh backstreet?
Aku mengalihkan pandanganku menjadi menatap Jaehyun dengan tatapan sinis. Pria itu seolah tak acuh dengan tatapan ku, dia malah kembali mengetikkan sesuatu yang sudah pasti untuk ku.
| Kenapa?
| Sedih ternyata bukan
| notif dari Jisung?Aku meremas handphone-ku dengan emosi lalu menatap Jaehyun berusaha menampilkan senyum terbaik yang aku punya.
Detik berikutnya aku mengirimkan pesan kepadanya.
Diam atau foto ini|
akan aku kirim ke base |
dan portal kampus?! |♾♾♾♾
Idk, but i care.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filsafat Hati ; Jisung
Fanfiction"Cinta bukan perihal usia." Itu bukan pertama kalinya pria yang lebih muda dua tahun dariku mengatakan hal demikian untuk meyakinkan ku bahwa hubungan kami bukanlah sebuah kesalahan. "Aku sayang kamu, tanpa alasan. Termasuk usia."