3. Ian dan Kunci yang hilang

2.1K 317 36
                                    

Ian sangat senang mengorganisir segala hal.

Bukan karena dia amat cinta dengan kerapihan, melainkan karena kebiasaan buruknya yang sering kali lupa dimana ia terakhir kali meletakkan sesuatu. Contohnya saja, kaos kaki. Di laci terbawah lemari baju miliknya, terdapat sebuah tas plastik berlogo "Kaos Kaki Bersih" yang harus Ian tengok setiap ia akan pergi tidur. Ian selalu cemas jika keesokan harinya ia lupa menyiapkan kaos kaki bersih untuk berangkat ke kantor dan akan sangat panik jika ia tidak menemukan sepasang kaos kaki di dalam tas plastik tersebut saat pagi datang.

Semenjak Ian kecil, ibunya selalu menjadi pengingat yang mengingatkannya dimana letak semua barang-barangnya yang terlupakan. Namun sejak Ian tinggal di kosan, ia jadi sering kehilangan benda-benda miliknya jika ia lupa meletakkannya ditempat asalnya.

"Ada yang lihat kunci mobil?"

Ian muncul diruang makan dengan kemeja yang hanya dimasukkan sebelah dan dasi yang belum terikat bertengger di antara pundaknya, ditambah raut wajah yang dipenuhi peluh.

"Sudah cari dibawah kolong kasur?" sahut Reinal, yang baru saja meletakkan sepiring besar penuh nasi goreng beraroma sedap.

"Nggak ada, Mas. Di kolong kasur, di atas meja nakas, di sela-sela lemari juga nggak ada," ucap Ian.

"Jangan-jangan dimaling," ucap Abi sembarangan.

"Hush! Masa iya maling cuma ngambil kunci mobil Ian?" sambar Surya sambil mengambil segenggam penuh kerupuk udang dari dalam toples kerupuk. "Motornya bang Galih tuh pasti yang pertama disabet sama maling."

Wajah Ian tambah pucat membayangkan kunci mobilnya yang kemungkinan di ambil maling. Tapi penjelasan Surya cukup membuatnya tenang. Masa iya maling cuma ngambil kunci mobil?

"Udah, makan dulu. Nanti cari lagi," ucap Reinal. "Bi, panggil Galih. Suruh makan dulu. Motor mulu yang dipanasin."

Abi mengangguk dan berjalan menuju pintu depan dengan mulut penuh yang masih sibuk mengunyah nasi goreng, sedangkan Ian menarik kursi disamping Surya dan memutuskan untuk mengisi perutnya yang mulai keroncongan.

"BWANG HALIH MANGAN CEPET!! HAWO NGGA HUA HABISIN NEH!"

Reinal yang mendengar teriakan tak jelas Abi menggeleng pelan. "Itu bocah kapan gedenya sih?"

***************************************

Selesai sarapan, Ian kembali mencari kunci mobilnya bersama Surya. Setiap sudut kamar ia jamah, hingga ke bagian yang paling jarang ia sentuh. Namun hasilnya nihil.

Ian hampir menyerah dan akan memutuskan untuk menumpang mobil Reinal hingga ke stasiun terdekat, sampai saat Fikri masuk ke kamarnya dengan membawa kunci mobil milik Ian yang berhiaskan gantungan kunci berbentuk pohon.

"Fikri! Pahlawanku!!"

"EWH!"

Ian hampir akan memeluk Fikri jika saja Fikri tidak menghindar dan melemparkan kuncinya ke udara. Dengan refleks Ian menangkap kunci tersebut.

"Ketemu dimana?"tanya Ian penasaran.

"Nyantol di pintu bagasi. Tadi pas mau keluarin si Betty kelihatan. Pasti Mas lupa nyabut semalam ya?"

"Ah! Iya kali ya?" Ian tersenyum kikuk. "Makasih ya, Ki. Untung bukan dimaling."

"Heleh, mas Ian ini. Masa iya rumah segede gini yang dimaling cuma kunci mobil mas Ian? Lain kali pasang bel kucing dah mas, biar kalau hilang lagi dia bunyi-bunyi."

"Lu kira kuncinya bisa jalan sendiri sampai bunyi-bunyi?"

Fikri hanya tertawa renyah sambil meninggalkan Ian yang sibuk mempersiapkan keperluannya untuk berangkat kerja.

Baru saja ia akan melangkahkan kakinya keluar rumah sampai ia teringat akan sesuatu.

"Lho? Ponsel gua mana ya?"

:D






Writer note:
Makasiiiiihh banyak yang masih baca cerita ini. Maaf juga karena nggak update-update. Entah kenapa indera receh saya berkurang banyak setahun belakangan. :((

Terima kasih buat komen, like dan votenya ya♡

P.s: ini tidak di edit jadi banyak typo. :D

MI CASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang