Hari ini Dewi begitu bersemangat. Sebelum berangkat kerja dia sempatkan dulu singgah ke mal untuk mencari hadiah.
Dewi menyusuri area untuk laki-laki. Aneka macam kemeja, kaos juga celana tergantung rapi di sana.
Dia mengendap-ngendap seperti maling yang takut ketahuan. Menatap jejeran kotak-kotak kecil dengan gambar laki-laki berotot yang hampir bugil. Mata Dewi memindai satu demi satu merek, model juga ukuran.
"Dia suka pakai merek apa ya? Terus ukurannya apa?" gumamnya pada diri sendiri.
"Kira-kira si Rena tau gak ya?" Dewi berpikir sejenak lalu dia ambil ponsel di sakunya. Dicarinya kontak Rena.
[Ren, kamu tau gak Dokter Fredy suka pake merek apa? Ukurannya apa?] tanya Dewi di aplikasi chat. Tak lama dia mendapat balasan.
[Wah, mana saya tau, Mbak. Lihat aja belum pernah.] (Bohong banget 'kan Rena?! Padahal sudah pernah merasakan. Author ngakak sendiri.)
[Hmm, ya udah deh. Thank you ya, Ren. Sorry ganggu.]
[Iya, Mbak. gak papa,] balas Rena.
Dewi menekuri sebuah kotak di tangannya. Gambar laki-laki dengan roti sobek di perutnya membuat Dewi melotot. Ukuran XL tertera di sana.
"Dokter Fredy begini kali ya kalau gak pake baju?!" gumamnya lirih, sambil membayangkan lelaki yang sudah beberapa tahun ini mengisi relung hatinya. Kemudian dia tersenyum malu-malu.
"Seandainya aku berada di pelukannya ...," ucap Dewi seraya memeluk dirinya sendiri.
"Siang, Mbak. Ada yang bisa saya bantu? Lagi nyari pakaian dalam buat suaminya?" tanya seorang gadis berseragam mengangetkannya. Kotak di tangannya hampir saja terlempar.
"Eh, si-siang, Mbak. Iya saya nyari ini buat kado." Dewi terlihat gelagapan.
"Biasanya pakai size apa?"
"Size ya? Emh ... itu ... saya gak tau juga, Mbak.
Kira-kira orangnya segini nih." Dewi menunjuk sebuah patung manekin yang tinggi besar. Pramuniaga itu manggut-manggut."Persis segini? Barangkali lebih gemuk atau lebih kurus?" lanjut gadis berseragam itu.
"Sedang sih, Mbak. Gak gemuk juga gak kurus. Eh, Mbak, apa ukuran 'itunya' juga pengaruh ke size?" bisik Dewi sambil memberikan tanda seperti tanda kutip dengan dua jarinya pada pramuniaga. Gadis berseragam biru muda itu melongo.
"Maksudnya, ukuran 'itunya' apanya, Mbak?" Sang Pramuniaga kebingungan. Dia ikut-ikutan memeragakan tanda kutip dengan dua jarinya.
"Ituuunyaaa, Mbaakkk!" Dewi gemas sendiri karena sang pramuniaga tidak mengerti yang dia maksud. Dia akhirnya menunjuk-nunjuk bagian intim pada gambar lelaki yang ada di kotak. Mulut pramuniaga itu langsung membulat.
"Oooh, ituuu ... gak tau juga sih, Mbak," ucapnya sambil garuk-garuk tengkuknya dan nyengir kuda. Dewi cemberut.
"Terus gimana dong? Size apa yang cukup buat orang segede ini?" lanjut Dewi.
"Emh, XL kayanya cukup, Mbak. Mau warna apa?" Pramuniaga itu menawarkan beberapa warna. Dewi celingak-celinguk menatap setiap warna sambil ngebayangin jika Dokter Fredy memakainya. Lagi-lagi dia senyum sendiri.
"Yang ini aja deh, Mbak." Dewi menunjuk warna biru tua. Pramuniaga itu mengangguk lalu membawa ke mejanya untuk dibuatkan nota.
"Ini, Mbak. Langsung bayar di kasir aja." Secepat kilat Dewi menyambar nota itu lalu segera ke kasir.
🍂🍂🍂
Tanpa sepengetahuan Rena, Dokter Fredy menyiapkan pesta ulang tahunnya sendiri. Dia booking sebuah restoran ternama untuk acaranya nanti malam. Hanya berkumpul dengan teman-temannya tanpa ada acara tiup lilin.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU
RomanceMengisahkan seorang gadis yang terpaksa menjual kehormatannya demi kesembuhan sang ibu yang terkena kanker. Nasib berkata lain, bahwa sebenarna dokter yang membeli keperawanannya itu ternyata jatuh cinta padanya. Lika liku kehidupan mereka begitu...