Ibu Mertua
Rena dan Dokter Fredy tengah menikmati sarapan, saat suara bell terdengar. Bu Darmi—pembantu baru di rumah itu—yang sedang membersihkan rumah segera membuka pintu. Terdengar suara yang tak asing di telinga lelaki yang tengah menyantap semangkuk oat dengan susu.
“Di mana Fredy?” Sebuah suara wanita terdengar tegas.
“Pak Dokter ada di dalam sedang sarapan, Bu.” Bu Darmi mengambil tas besar yang berda di di belakang wanita anggun itu.
Dokter Fredy dan Rena menghentikan suapannya. Rena tetap duduk di tempatnya, sedangan Dokter Fredy segera beranjak ke asal suara yang menanyakan dirinya. Saat dia tahu siapa yang datang, segera diraih tangannya lalu diciumnya takzim.
“Kenapa Ibu datang tiba-tiba? Dan kenapa tidak meminta aku saja untuk menjemput?” Dokter Fredy menuntun ibunya untuk duduk di sofa ruang tengah.
“Bagamana kamu mau mikirin ibu? Dirimu sendiri saja tidak kau perhatikan. Inget usiamu itu udah empat puluh, masih saja kau betah melajang.” Dokter Fredy hanya diam di depan ibunya. Baru datang sudah marah-marah, batinnya. Namun, dia tidak berani membantah.
“Kurang apa Amy? Dia cantik, pintar, bibit, bebet, bobotnya jelas, masih saja kau mengharapkan wanita yang meninggalkanmu itu!” Tatapannya tajam menghujam. Namun, sang putera tetap diam membisu. Bentakannya sungguh terdengar jelas di telinga Rena. Dia segera bangkit untuk menyapa. Entah itu benar atau tidak yang jelas Rena ingin menghormati yang lebih tua. Apalagi jika dipikir, orang itu adalah ibu mertuanya.
“Ibu, udah sarapan?” Dokter Fredy mengalihkan obrolan. Wanita tua itu tak menjawab, tampaknya masih kesal. Matanya mendelik.
“Jangan mengalihkan obrolan! Ibu kesal melihat hidupmu. Kemarin itu ibu ingat, ulang tahun kamu yang ke empat puluh. Kamu harusnya sudah punya anak lima.” Mata wanita itu kembali mendelik. Dokter Fredy kembali diam.
“I-ibu ….” Rena mengulurkan tangannya dengan maksud bersalaman. Wajah wanita tua itu terlihat semringah saat melihat Rena.
“Siapa ini, Fredy?” Tangannya menjulur untuk Rena cium. Gadis itu segera meraihnya. Rena tersenyum manis, dibalas tak kalah manis oleh wanita tua itu.
“I-ini … Rena, Bu. Dia … anak temen Fredy.” Dokter Fredy terlihat gelagapan, sesekali melihat ke arah istrinya. Rena mengangguk sambil tersenyum.
“Anak temen kamu, kenapa tinggal di sini?” tanyanya penasaran. Dia menepuk sofa, memberi tanda agar Rena duduk di sebelahnya. Mati aku! Bisik hati Dokter Fredy. Harus jawab apa? batinnya lagi.
“Emh, itu karena temenku dan istrinya sedang tugas di luar negri, jadi untuk sementara Rena dititipin di sini,” jawab Dokter Fredy. Ibunya mengangguk sembari menatap Rena.
“Kamu cantik, kamu sudah punya pacar belum?” tanyanya seraya mengelus punggung Rena. Gadis itu terperangah mendengar pertanyaan dari ibu mertuanya. Suara bel terdengar nyaring membuyarkan obrolan di antara mereka. Bu Darmi segera ke depan. Tak lama dia kembali lagi.
“Neng Rena, ada temennya di depan,” ucap Bu Darmi lalu kembali ke belakang untuk melanjutkan pekerjaanya. Rena berpandangan sesaat dengan suaminya. Agak aneh jika ada tamu untuknya, karena tidak ada temannya yang tahu alamat rumahnya. Rena bangkit, setelah meminta izin pada ibu mertuanya.
Rena tersentak kaget saat melihat Arya berdiri membelakanginya di depan teras.
“Pak Arya?”
Laki-laki itu membalikan badannya. Sebuah senyuman manis tersungging, wajahnya terlihat semringah.
“Ngapain Bapak ke sini pagi-pagi?”
KAMU SEDANG MEMBACA
KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU
RomansaMengisahkan seorang gadis yang terpaksa menjual kehormatannya demi kesembuhan sang ibu yang terkena kanker. Nasib berkata lain, bahwa sebenarna dokter yang membeli keperawanannya itu ternyata jatuh cinta padanya. Lika liku kehidupan mereka begitu...