- 1 -

522 58 2
                                    

Seorang gadis sedang terdiam didepan meja rias miliknya. Ia menatap pantulan dirinya yang saat ini tengan mengenakan kebaya warna pink pucat dengan rok batik yang cocok dengan kebaya yang dikenakannya.

"Ma, Pa, Luna lulus." Setetes air mata jatuh, "Kalian pasti gak nyangka kalo orang macem Luna bisa lulus kan? Secara Luna aja bandel banget, bahkan semua abang benci sama Luna hehe. Tapi tenang, Ma, Pa, Luna bakal berusaha buat mereka mau nerima Luna. Mereka satu-satunya keluarga yang Luna punya."

Aluna, yang biasa dipanggil Luna itu menghela nafasnya untuk yang ke selian kalinya. Hari ini adalah hari kelulusannya, tapi tidak ada satupun yang mendampinginya. Ketiga kakaknya tidak ada yang mau datang, padahal ia sudah memberi mereka undangan dari sekolahnya.

"Semangat Luna! Ini bukan yang pertama kali kok buat lo. Inget, sebentar lagi lo bakal masuk kuliah terus siapa tau kan bisa ngedipin kating cogan. Pokoknya semangat Luna!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Saat menuruni tangga, Aluna melihat kakak kembarnya, Daffa dan Daffi tengah bermain PS di ruang tengah. Mereka saat ini sedang libur kuliah.

Ingin sekali Aluna menghampiri mereka dan mengobrol. Tapi apa daya, jika ia menghampiri mereka, mereka hanya memberikan tatapan dingin padanya.

"Kapan kalian bisa sayang ke Luna, Bang?" ucapnya pelan sambil melihat kedua abangnya dari tangga, dan pastinya mereka tidak bisa mendengar ucapannya.

Aluna menguatkan hatinya lalu menghampiri kedua abangnya. Ia ingin mencoba mengajak mereka untuk hadir di acara wisudanya. Yah, walaupun gadis itu tidak yakin jika mereka akan menuruti keinginannya.

"Bang Daffa, Bang Daffi, sekolah Luna hari ini ngadain acara kelulusan. Kalian mau dateng dampingin Luna ga?" Aluna menundukkan kepalanya seraya memilin ujung kebaya yang ia kenakan.

"Gak," jawab Daffa tanpa mengalihkan pandangannya dari permainannya.

"Kita sibuk," tambah Daffi.

Aluna kembali menghela nafasnya, ia sudah menebak apa yang akan dijawab kedua abangnya. "Yaudah Luna berangkat dulu, kalo kalian sempet tolong dateng ya Bang," ucapnya lalu pergi meninggalkan rumahnya menggunakan taksi online yang sudah ia pesan.

Jalanan kota Jakarta jam 9 pagi masih dibilang cukup padat. Aluna menatap jendela taksi dengan pandangan kosong. Hari ini ia lulus, tapi tidak ada perasaan bahagia di hatinya karena sampai saat ini semua abangnya masih sangat membencinya.

Ayah mereka meninggal saat Aluna masih dalam kandungan, menyusul ibunya meninggal saat melahirkannya. Ketiga abangnya membencinya karena menganggap kelahirannya membawa sial dan merenggut orangtua mereka.

Ketiga abang Aluna membencinya, bukankah mereka terlalu kekanakan? Bukan mau gadis itu jika mereka kehilangan orangtua mereka. Jika bisa memilih, Aluna tidak ingin dilahirkan di dunia ini jika hanya untuk menerima kebencian dari keluarganya sendiri.

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, Aluna sampai di sekolahnya. Ia membayar ongkos taksi lalu segera keluar menuju sekolahnya.

Aluna melihat semua murid didampingi keluarga mereka saat kelulusan. Jujur ia iri melihatnya. Gadis itu juga mau didampingi oleh salah satu abangnya. Tapi itu tidak mungkin terjadi, bukan?

"Gimana ya rasanya lulus didampingin gitu? Apa mungkin nanti salah satu abang gue ada yang ngasih surprise tiba-tiba munculin diri gitu? Haha gak mungkin sih, menghayal aja kerjaan gue." Aluna tertawa mendengar ucapannya sendiri. Tidak mungkin juga salah satu abangnya akan datang kesini.

Aluna berjalan menuju ruangan acara yang sudah di design sedemikian rupa. Bangku murid dan orangtua yang hadir dipisah. Bagian kanan untuk para murid, sedangkan kiri untuk orangtua atau keluarga yang datang mendampingi.

"Rame banget ya. Semangat Luna!" menepuk kedua pipinya pelan menyemangati dirinya sendiri.

Aluna berjalan menuju barisan kelasnya. Ia menghampiri pasukan gibahnya yang ada di barisan tengah. Ia cukup terkejut melihat ketiga temannya hari ini bisa dibilang cukup anggun, karena biasanya mereka itu barbarian sejati.

"Akhirnya kita lulus juga gengs!" ucap Aluna seraya memeluk ketiga temannya sekaligus dan berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil.

"Iya njir, dahal kita semua badungnya bukan maen. Kerjaan guru BK berkurang deh sekarang," ucap Viona tertawa.

"Biarin aja udah, penerus kita kan banyak juga yang lebih barbar. Jadi tugas mereka tetep ada kok," tambah Zahra.

"Tapi gue bakal kangen banget sama suasana sekolah ini. Apalagi rooftop tempat kita bergibah ria," ucap Karen yang diangguki oleh ketiga temannya yang lain lalu tertawa bersama.

Mereka menjadi pusat perhatian karena mereka semua bisa dibilang cantik. Tapi walaupun cantik, mereka juga salah satu troublemaker yang hampir setiap hari masuk ruang BK karena tingkah dan kelakuan mereka.

Keempat sahabat itu duduk kembali dan bercanda ria menikmati perpisahan sekolah mereka. Mereka tidak mendengarkan guru dan kepala sekolah yang memberi sambutan diatas panggung, seperti biasanya.

Ketiga teman Aluna tidak ada yang membahas siapa yang datang mendampingi kelulusannya. Mereka sudah saling kenal sejak SMP, jadi mereka sudah tau kehidupan Aluna. Oleh karena itu, sebagai sahabat mereka selalu mendukung dan selalu ada saat Aluna membutuhkan mereka.

🐳🐳🐳

Setelah tiga jam lamanya, akhirnya acara akhirnya selesai. Sekarang tiba saatnya sesi foto. Banyak photobooth yang disediakan dari sekolah, dan beberapa juga cukup unik.

Aluna melihat banyak yang berfoto dengan keluarga masing-masing. Jujur ia juga ingin, tapi itu tidak mungkin. Keluarganya bahkan tidak ada yang datang saat ini. Akhirnya ia foto sendiri dan juga ada foto bersama teman-temannya.

Setelah selesai foto, Aluna pamit pada teman-temannya yang saat ini masih mengobrol bersama orangtua mereka masing-masing. Semua orangtua mereka bersikap hangat dan menyayangi Aluna, karena mereka tau bahwa Aluna tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya sendiri. Terbukti dengan tidak ada satupun keluarganya yang menghadiri acara kelulusan ini.

Tujuan Aluna saat ini adalah apartemen milik teman satu kerjanya. Ya, Aluna bekerja part time sebagai penyanyi di salah satu kafe yang ada di Jakarta. Bukan karena kekurangan uang, walaupun ketiga abangnya membencinya, mereka tetap memberi uang saku yang cukup untuk Aluna.

Aluna bekerja karena ia tidak betah di rumahnya sendiri. Ia tidak pernah dianggap, jadi gadis itu memutuskan bekerja part time agar meminimalisir waktunya ada di rumah.

Setiap hari Aluna sepulang sekolah bekerja sampai jam 10 malam, kadang juga jam 12 malam saat tutup kafe. Ketiga abangnya bahkan tidak ada yang menanyakannya jika pulang malam setiap hari.

Bahkan pernah Aluna pulang jam 2 pagi dengan keadaan setengah mabuk. Dan saat itu Chandra, abang sulungnya belum tidur karena sedang lembur mengerjakan kerjaan kantornya di ruang tengah. Chandra hanya menoleh sebentar pada Aluna lalu kembali mengerjakan pekerjaannya.

Bukankah itu sama saja Aluna tidak dianggap di keluarga itu? Ia hanya dibiarkan tinggal di rumah itu tanpa dipedulikan keberadaannya. Tidak heran jika Alun tidak betah berada di rumah. Ada atupun tidak dirinya, tidak akan berpengaruh sama sekali.

Kadang Aluna berpikir, jika dia pergi akankah ketiga abangnya mencarinya atau tidak. Tapi jika dipikir-pikir, tidak mungkin juga mereka akan mencarinya. Justru sepertinya mereka akan bersyukur jika Aluna pergi dari kehidupan mereka.

"Gini amat idup Istrinya Cameron astaga, pengen jadi panci aja lah dd hih."

~~
Mulmed: Aluna

TBC

HOLLAAA YUHUUUUU NUNI YANG CANTIK NAN IMUT BIN KIYUT HIIRRRRR💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣💣

Dd bawa cerita baru nich, tapi kok rada gimana gitu yak kaya kurang aja gitu:(

Makin lama makin gabisa nulis huwaaaaa syedih akutu, tapi doamad lah yak wkwk

Seperti biasa aku ga review karna males, jadi maklumin aja kalo nemu typo plus kata2 aneh yak

Semoga suka sama cerita aku, vomment jangan lupa and seeya next part sayang sayangkuh😘

Salam cinta peluk cium,
Murni Abiyati

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang