03. MARK GRIFFIN

78 12 4
                                        


Sedih rasanya ditinggalkan oleh seseorang yang sudah dianggap bagian dari keluarga. Itulah yang dirasakan Alumina saat ini. Berat rasanya mengetahui Tuan Griffin yang akan pergi. Saudara-saudaranya pasti merasakan hal yang sama bila Alumina memberitahu mereka.

Alumina sedikit berlari menuju ruang makan. Ini sudah waktunya makan malam. Mungkin karena ia ingin menghabiskan waktu terakhirnya bersama Tuan Griffin di istana, ia sampai lupa waktu. Untung saja, saat sampai di ruang makan, makanan masih baru diletakkan di meja makan.

"Mina? Tumben sekali kamu terlambat untuk makan malam. Apa kamu terlalu asyik menari hingga lupa waktu?" tanya Raja Roland pada putrinya yang sedang mengatur nafasnya.

"Maafkan aku, ayah. Aku sedang berbincang dengan Tuan Griffin tadi. Katanya sebentar lagi ia akan undur dari pekerjaannya. Apakah benar begitu, ayah?"

Sephora, Daniel, dan Charles serempak menoleh ke arah Alumina dan ayahnya saat mendengarkan percakapan mereka. Wajah mereka pun terlihat terkejut dan kecewa.

"Ya, benar, sayang. Tuan Griffin sudah tidak bisa melanjutkan pekerjaannya. Fisiknya sudah tidak sanggup lagi.

Tapi tenang saja. Anaknya akan menggantikan pekerjaannya sehingga kalian tidak perlu khawatir. Kupercayakan hal itu pada Tuan Griffin." jelas Raja Roland yang juga merasa sedih dengan kepergian Tuan Griffin.

"Padahal aku masih ingin menunjukkan lebih banyak lelucon yang kubuat pada Tuan Griffin. Sungguh menyedihkan," tambah Charles.

"Mungkin kau bisa menunjukkan leluconmu pada Mark nanti."

"Mark? Dia siapa, ayah? Apa dia seorang pelawak baru?" tanya Daniel.

"Bukan, bukan. Dia anak dari Tuan Griffin yang akan menggantikannya. Mungkin kalian bisa akrab dengannya nanti. Umurnya tidak jauh beda dengan kalian. Mungkin seumuran denganmu, Mina," jawab Ratu Lilian sambil tersenyum ke arah Alumina.

Alumina masih terlihat murung. Ia berusaha beradaptasi dengan kepergian Tuan Griffin dari istana. Mungkin tidak ada lagi musik indah yang biasa ia dengar setiap berkunjung ke ruang kerja tukang sepatu. Tidak ada lagi cerita-cerita menarik dibalik sepatu yang dibuatnya.

Namun, ia juga penasaran dengan orang yang bernama Mark itu. Ia membayangkan seperti apa orang itu nanti. Apakah Mark akan memperlakukannya dengan baik atau tidak. Alumina pun kembali memakan makan malamnya dengan pikirannya yang masih membayangkan Mark.

Matahari belum menampilkan cahayanya, namun ia harus bergegas menuju istana untuk bekerja. Ia merasa gugup walaupun ini bukan pertama kalinya ia mengunjungi istana. Mungkin karena hari ini ia sudah resmi menjadi tukang sepatu di istana.

Mark sudah siap untuk pergi menuju istana. Ia berjalan menuju ruang tengah dan melihat ayah dan ibunya sedang duduk menunggunya. Mungkin ini terakhir kalinya ia bisa melihat orang tuanya sebelum ia pergi dalam waktu yang cukup lama.

Ayahnya pernah melakukan hal yang sama dan ia sangat merindukan ayahnya pada waktu itu. Hal yang sama kemungkinan terjadi pada ayahnya saat ini.

"Ayah, ibu," sapa Mark dengan sendu. Tuan dan Nyonya Griffin menoleh pada Mark yang sedang berjalan mendekati mereka. Mark kemudian memeluk dan mencium kening mereka sebagai salam perpisahan.

"Aku akan berangkat bekerja. Ayah, tolong jaga kesehatanmu. Sekarang aku yang akan bertanggung jawab untuk bekerja. Ayah jangan khawatir dan selalu ingat untuk beristirahat dengan cukup.

Ibu, jangan sampai terlalu lelah juga. Aku akan mengirimkan surat sewaktu-waktu bila sempat."

"Jangan khawatir, Mark. Ayah akan menjaga ibumu. Nikmati saja pekerjaanmu. Aku yakin keluarga kerajaan akan memperlakukanmu dengan sangat baik," kata Tuan Griffin sambil menepuk pundak anaknya.

"Ibu juga yakin kita bisa bertemu dalam waktu dekat karena sebentar lagi akan ada pesta musim semi, bukan begitu?" ujar Nyonya Griffin menambahkan.

Mark tersenyum menanggapi. Ia kemudian membuka pintu sambil melambaikan tangan. Sebelum benar-benar berangkat, tak lupa ia mengeluarkan burung merpatinya dari sangkar dan membawanya di pundak.

"Ini hari yang baru, Mark kecil. Aku gugup sekali. Ditambah lagi dengan surat untuk sang putri. Akh! Apa yang sudah ku lakukan waktu itu. Bisa gila aku hari ini," ujar Mark, mengomel pada burung merpatinya.

Mark tidak berhenti merutuki dirinya sendiri karena sudah melakukan hal bodoh. Mengirimkan pesan merpati untuk sang putri mungkin hal yang paling gila yang pernah ia lakukan. Mungkin ia bisa dibenci bila Putri Alumina tahu siapa yang mengirimkan surat itu.

Namun, Mark masih ingin mengirimkan sebuah lagu untuk Alumina. Ia merasa gugup dan antusias di saat yang bersamaan. Entah dari mana datangnya keberanian yang ia punya. Yang pasti, Mark sudah bertekad untuk mengirimkan sebuah lagu untuk Alumina sekali lagi.

Mark senang bukan main saat melihat Alumina memainkan rol musik yang telah ia siapkan. Ia kira Alumina akan langsung membuang surat itu karena isinya yang tidak jelas. Melihat Alumina menari mengikuti irama lagu juga membuat Mark sangat gembira. Itu juga memberi efek pada jantungnya yang berdebar lebih cepat.

Tariannya selalu saja indah. Ia menjadi tidak sabar untuk menyaksikannya lagi.

 Ia menjadi tidak sabar untuk menyaksikannya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pigeon PostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang