Alumina mendekati kotak musiknya. Ia menemukan rol musik dan secarik kertas seperti yang ia temukan kemarin. Membaca kertas itu, membuat Alumina kembali tersenyum. Alumina meletakkan rol musik itu ke dalam kotak musik lalu memutar kuncinya.
Mungkin menari dapat mengalihkan pikirannya sejenak dari Mark. Musik mulai berputar dan Alumina bersiap pada posisinya. Ia menari sambil mengingat gerakan yang pernah diajarkan neneknya. Ia juga mencoba menciptakan gerakan yang sesuai dengan alunan musik.
Sepertinya pikiran Alumina berhasil teralihkan. Ia memiliki hal lain yang dipikirkan saat ini. Tentang surat itu dan si pengirim. Alumina sangat berharap si pengirim sedang melihatnya menari saat ini. Ia coba melihat sekitar sampai pada sudut ruangan.
Ia terus mencari wajah si pengirim. Namun tidak ada satu pun orang di ruang dansa kecuali dirinya. Alumina berpikir bahwa si pengirim sudah pergi tepat saat musik selesai. Mungkin ini bukan harinya. Alumina juga masih berharap.
Dikeluarkannya rol musik dari kotak musiknya lalu Alumina meletakkannya di samping rol musik lain pemberian si pengirim. Hari masih siang dan ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di taman kecil di belakang istana. Mungkin sampai sore tiba.
Alumina melihat kakaknya, Daniel, sedang duduk sendiri di bangku taman dengan pena dan kertas di tangannya. Ia sedang menukis sesuatu. Terlintas di pikiran Alumina untuk mengagetkan Daniel yang terlihat serius itu. Ia anggap sebagai balas dendam atas perkataan Daniel tadi.
"Hey, Daniel!" seru Alumina tepat di telinga Daniel. Daniel pun terperanjat karena kelakuan sang adik.
"Argh, Mina! Kau ini mengagetkan saja! Aku sedang serius di sini, kau tahu!?"
"Begitu kah? Aku baru tahu kalau kau bisa menjadi serius," balas Alumina dengan tertawa. Daniel hanya menatapnya kesal lalu kembali menatap kertas yang ia bawa.
"Apa kau marah padaku? Kau tahu, aku yang seharusnya marah padamu." Daniel menghentikan aktivitasnya.
"Mengapa begitu? Kurasa aku tidak melakukan kesalahan apapun."
"Kau itu menyebalkan, Daniel! Kau sudah membuatku malu tadi."
"Oh, apa ini tentang Mark?"
"Ya, kau benar! Ini tentang Mark! Kau sudah membuatku malu, Daniel. Bagaimana kalau Mark benar-benar tidak suka padaku karena aku sudah berpikiran buruk tentangnya? Pasti kami akan menjadi canggung setiap kali aku meminta tolong padanya nanti."
Daniel tertawa mendengar keluhan adiknya, sampai perutnya sakit. Ia mengingat betapa merah wajah Alumina saat meninggalkan ruangan Mark. Sungguh ia tidak mengira kalau Alumina akan salah tingkah seperti itu.
"Padahal aku hanya bertanya padamu. Aku tidak bermaksud membuatmu malu. Tapi harus kuakui, kejadian tadi sangatlah lucu." ujar Daniel dengan tawanya yang belum berhenti.
"Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku merasa bersalah padanya karena pikiran burukku."
"Kalau kau merasa bersalah, mintalah maaf padanya, Mina. Itu akan membuat hatimu lega. Walau menurutku, itu bukan salahmu juga. Kau tidak bersalah, itu hanya asumsimu karena kau takut bertemu dengannya, kan?"
"Kau benar. Aku sedikit takut dengan perubahan. Baiklah, aku akan meminta maaf padanya nanti. Terima kasih untuk nasihatnya. Omong-omong, apa yang kau lakukan di sini? Aku melihatmu menulis sesuatu tadi. Apa yang sedang kau tulis?"
"Um, ya, kau tahu kan kalau aku ingin menjadi seorang komposer?"
"Wah, kau sedang menyusun lagu?"
"Tepat sekali. Aku sedang menyusunnya di sini. Kupikir di sini adalah tempat yang cocok."
Daniel dan Alumina terus berbincang hingga sore tiba. Alumina memutuskan untuk minta maaf pada Mark sebelum makan malam. Ia melangkah dengan ragu ke depan pintu ruang kerja Mark lalu mengetuknya. Tak lama setelahnya, pintu itu terbuka. Menampilkan Mark yang terlihat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pigeon Post
Fiksi Penggemar"Salam dari dunia yang ada di dekatmu. Kupersembahkan lagu ini untuk mengiringi tarianmu."