BAB 9

2K 279 35
                                    

PERHATIAN!!!
Sebelum membaca, jangan lupa tekan bintang di pojok kiri bawah, dan memberi komentar pada setiap bagian yang menurut kalian deep. Sekalian, bagikan cerita ini di IG story dan tag instagram saya @yudiiipratama
Syukron waa jazakumullah khairan.


[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Setiap manusia Allah telah berikan ketenangan dalam hatinya untuk menambah kadar keimanan. Kalaupun ada amarah di dalam diri maka redamlah. Bukankah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana?"

Sebagian orang pasti menganggap bahwa perasaan bisa berubah kapan saja dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Waktu yang akan beranjak pergi, atau perasaan itu sendiri yang memilih untuk pergi. Rifly selalu memegang teguh sebuah pandangan dari hadis Riwayat Muslim bahwasanya Allah maha membolak-balikkan hati setiap manusia. Lantas bagaimana dengan pemilik hati dingin itu sekarang? Perasaannya justru masih terkatung-katung pada ketidakpastian yang tertuju pada satu nama, yang selalu ia doakan di sepanjang malam agar kelak kembali dipertemukan dengan segera.

Sudah setengah hari di kampus mengasingkan diri di pojok halte fakultas oleh karena jadwal kuliah yang sudah selesai satu jam lalu, enggan membuat Rifly kembali ke indekosnya. Tak ada angin, tak ada hujan, lelaki itu masih saja kelabu seperti orang yang dirundung pilu. Baru saja kemarin ia menyelesaikan perekrutan keanggotaan organisasi rohis, lagi-lagi ia menjadi melankolis.

Resmi menjadi salah satu anggota remaja masjid fakultas saat perekrutan di hari sabtu dan minggu kemarin tidak membuat Rifly terlihat semangat seperti awal ingin mendaftar. Suntikan siraman rohani dari sosok senior Aldi nyatanya tidak ampuh dan bertahan lama mendekam dalam diri. Sejak hari di mana ia bertemu dengan perempuan yang dipikirnya Inayah, sikapnya jadi semakin tak terarah. Masih ada sedikit amarah yang sulit ia terima. Sekalipun ia tahu dirinya salah, tapi tetap saja kekeh tak ingin menerima kenyataan yang ada.

Sambil menatap kosong ke arah depan, tiga sahabat Rifly menghampirinya yang tak menunjukkan semangat menjalini rutinitas sejak pagi tadi. Ilham, Darma, juga Bagus mengambil tempat kosong di halte yang sepi dari khalayak. Kemudian mereka duduk mengamati Rifly yang sedang menghayal dengan raut wajah masam.

Ilham dan Darma saling melempar tatapan, sementara Bagus hanya menggelengkan kepala seraya memukul pundak Rifly dan berkata, "Nggak usah mikir lagi. Kalau antum mau nikah, tinggal bilang. Ana siap jadi penghulu."

Rifly terkejut, bola matanya melirik Bagus. Suasana hatinya lagi tidak baik dan Bagus justru mengganggunya. "Lo lagi nggak ada kerjaan? Kalau nggak ada, sana pulang. Gue lagi nggak mau diganggu!"

Bagus terperangah, diikuti Ilhan dan Darma. Mereka kaget dengan pernyataan Rifly yang sungguh tak disangka itu.

"Lo kenapa, sih, hah? Cerita sama kita. Heran gue, lo udah kayak cewek aja yang datang bulan," celetuk Ilham. "Kemarin lo find-find aja ke kita."

Terdengar Bagus dan Darma menahan tawa di sana. Rifly mendengkus sebal. Ia memilih diam daripada harus menceritakan isi perasaannya saat ini ke para sahabatnya. Salah juga dirinya jika perkara hati harus melibatkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Rifly menarik napas panjang lalu diembuskan kasar. Wajahnya dibuat terlihat ramah dengan tersenyum. "Gue nggak kenapa-kenapa, Ilham cakeppp," dijawabnya sambil meninju pelan perut Ilham.

Ilham sedikit tertawa. "Ya terus, muka jangan jutek-jutek napa."

"Ya biasa kali. Emang muka gue kayak gini dari sononya. Btw lo dari mana semua?"

Single Karena DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang