BAB 3

3.2K 411 55
                                    

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Kalau tidak bisa menjadi solusi,
setidaknya jangan menjadi beban untuk orang lain."

***

Dedaunan kering berjatuhan memenuhi jogging track sore itu. Kebiasaan yang sering Rifly lakukan setelah ba'da azhar adalah menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga di lingkup fakultas hukum. Sore itu cuaca sedang teriknya, matahari masih ingin menampakkan diri. Tapi itu tidak menjadi penghalang Rifly untuk melaksanakan rutinitas pilihannya.

Sudah lima kali putaran Rifly mengelilingi jogging track dengan kecepatan sedang. Fisiknya yang sangat baik itu mendukung semua aktivitasnya seharian, padahal dari pagi hingga pukul dua siang tadi ada perkuliahan dan makannya pun hanya pada siang hari saja. Anak kos yang super irit.

Laki-laki berparas dingin itu mempunyai prinsip bahwa dari manapun latar belakang seseeorang, tergolong dari keluarga seperti apa pun, orang kota atau kampung, jika berbicara daya tahan tubuh dan kesehatan semua itu tergantung pada pribadi masing-masing. Jadi tak heran jika Rifly selalu tampak segar di mata para kaum hawa sekalipun ia selalu menampakkan wajah arogansinya itu. Mungkin saja hal tersebut yang membuat beberapa wanita di kampus tertarik dengannya.

Setelah merasa cukup untuk mengeluarkan banyak lemak dan kalori, Rifly mencoba menepi di salah satu pepohonan rindang untuk berselonjoran. Napasnya masih terengah-engah saat mencoba duduk di atas rerumputan. Keringatnya terus saja bercucuran, bajunya sudah sedari tadi basah menyerupai orang yang sedang mandi keringat.

Semakin sore, matahari semakin terlihat redup lantaran secara perlahan bergeser ke ufuk barat. Cahaya merah mulai terbentang memadati langit. Sore itu kondisi lapangan mulai ramai oleh pengunjung. Kurang lebih sejam lamanya Rifly beristirahat di bawah pohon, napasnya sudah teratur sekarang.

Rifly kemudian berdiri untuk bergeser kembali ke kos, ia merasa dua belas kali putaran yang hampir sejam sudah cukup hari ini. Ia kemudian bergegas menuju parkitan motor, Rifly baru menyadari bahwa ia belum juga meminum air sedari tadi dan tumbler minumnya ada di dalam bagasi motor.

Di tengah perjalanan menuju parkiran, seseorang memanggil dan menghampiri dirinya, lagi-lagi seorang perempuan. Tapi kali ini perempuan yang menutup mahkotanya dengan jilbab segitiga berwarna merah—hampir semua perempuan beranggapan bahwa rambut adalah mahkota baginya—, Rifly mengenali wajahnya yang sering ada di beberapa jadwal kelas yang sama dengan perempuan itu. Tapi sayang sekali, ia tidak mengetahui namanya.

"Permisi, Rifly," tegur perempuan itu.

Rifly yang tadinya sudah ingin balik ke kos justru terhadang. "Iya, kenapa?"

"Gue boleh minta tolong nggak?"

"Minta tolong?" Alis Rifly mengernyit.

"Oh iya, kenalin ... gue Intan." Perempuan itu menyodorkan tangannya ke Rifly.

Lagi-lagi Rifly tidak mengindahkan. Ia tidak menjabat tangan perempuan itu. "Maaf, saya tidak bersalaman dengan perempuan," ketusnya.

"Loh kenapa?" tanya Intan.

"Bukan mahramnya."

"Oh ..." Perempuan itu menurunkan tangannya tapi wajahnya masih berusaha tersenyum. "He he, kirain kenapa."

"Maaf, jika tidak ada yang begitu penting. Saya permisi."

Baru saja Rifly ingin melangkah, Intan tidak melepasnya. "Eh, bentar. Gue belum selesai."

Single Karena DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang