Tentang Peduli

18 2 0
                                    

"Woy setan! Buku gue lo kemanain! Mau cari mati, ya lo?!"

"Santai, jing! Buku lo tadi di pegang si Kun, tuh!"

"Gak ada dih! Kan tadi sama lo udah dikumpulin!"

"Nggak, Kuuuunnn. Tadi lo bilang mau pinjem dulu, mau nyalin tugasnya! Gimana, sih!"

Gue mengerang dalam hati. Benar-benar keterlaluan dua kunyuk ini. Bisa-bisanya mereka menghilangkan buku fisika dasar milik gue setelah menyontek tugasnya. Benar-benar sialan, kan? Padahal tugas itu harus dikumpulkan sekarang.

Tapi gue yakin mereka hanya iseng, soalnya mereka paling hobi ngisengin gue.

Gue menarik napas lalu menarik kerah baju mereka berdua yang lagi asyik main game online di ponsel-nya.

"Sai, santai dong. Santaaaaiii...."

"Yaelah... kayak anak kucing aja nih ditarik-tarik."

"Kun, Pal. Gue tanya sekali lagi sama lo berdua, ya? Di mana buku gue! Kalo masih gak mau jawab, gue sumpahin lo berdua gak lulus semua matkul semester ini!"

"Weiiisss... Do'a lo sadis bener dah, Sai." Kun memprotes.

Kun di sini maksudnya Kuntilanak. Karena dia satu-satunya pria di kelas gue yang berambut panjang mirip kuntilanak. Sebenarnya nama asli dia Sebastian, berhubung gue sering memanggilnya Kuntilanak, jadi semua Mahasiswa Mesin ikut memanggilnya Kuntilanak juga.

"Itu tuh! Buku lo di tas gue. Tadi gue lihat jalan sendiri." Gempal akhirnya menyerah dan menunjukkan di mana buku itu berada.

Gempal juga sebenarnya nama julukan gue untuk Mahesa karena dia punya badan yang sedikit berisi, padahal bukan gendut.

"Setan, ya lo berdua!"

Gue langsung menarik tas milik gempal untuk mengambil buku, lalu tasnya langsung gue lempar jauh ke luar kelas.

"Berani lo berdua usil ke gue lagi, siap siap aja gak bakal dikasih contekan!"

"Ampuuun, Saiii..." Kun dan Gempal langsung pasang ekspresi seolah takut, padahal mereka tak takut sama sekali. Karena mereka tahu kalau ancaman gue hanyalah omong kosong belaka.

"Mahesa, ini bukannya tas lo, ya? Kok ada di luar sih?"

Suara itu otomatis langsung membuat gue dan yang lainnya menoleh, lalu melihat Bani yang berdiri tak jauh dari gue sambil menjinjing tas milik Gempal.

"Iya nih. Dilempar tadi sama si Sai," adu Gempal.

Dasar tukang ngadu!

"Iya, Bani. Sai gak jelas banget lempar-lempar tas Mahesa tadi," balas Kun.

Gue langsung melempar pandangan sengit ke arah mereka berdua. Bacot banget ya, ternyata dua kunyuk ini.

"Yoona, gak boleh gitu, ah!" seru Bani sambil memberikan tas milik Gempal.

Dengan senyum yang lebar, Gempal langsung mengambil tasnya dan saling melirik dengan Kun.

Kan, sialan mereka berdua. Sekarang mereka pasti tengah bersorak gembira melihat gue ditegur Bani.

"Kalo gitu gue pergi sama Sai dulu, ya," seru Bani sambil menahan tawa di ujung kalimatnya, membuat Kun dan Gempal langsung ikut menahan tawa juga.

Gue mengepalkan tangan sambil melotot tajam ke arah Bani. Kurang ajar, kan? Bani sudah berani ikut panggil gue Sai kayak si Kun dan Gempal.

Sai itu maksudnya Barongsai. Mereka sengaja panggil gue Barongsai karena mereka bilang gue kalau lagi marah menyeramkan mirip Barongsai. Setan banget, kan julukannya?

MemoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang