Tentang Suka

7 1 0
                                    

Gue menggosok rambut dengan handuk untuk mengeringkannya, lalu melirik ponsel di tempat tidur.

Gue meraihnya dan mengecek apakah ada pesan baru atau panggilan telepon yang tak terjawab.

Gue menghembuskan napas. Tidak ada pesan maupun panggilan masuk sama sekali.

Gue kira Bani sudah pulang dan langsung mengabari, tapi semuanya tidak ada. Bani masih belum ada kabar.

Dan gue benci seperti ini.
Gue benci selalu berharap lebih pada Bani. Gue benci ketika gue merasa, gue selalu ingin Bani ada di sekeliling gue, selalu ingin Bani me-nomor satu kan gue, selalu ingin Bani mengartikan gue segalanya dia.

Karena gue tahu, gue tak pernah bisa. Gue tak pernah bisa membuat Bani selalu ada untuk gue, selalu berada di sekeliling gue, selalu me-nomor satu kan gue, selalu menjadikan gue segalanya.

Karena gue bukan segalanya Bani, jadi tak seharusnya gue berharap lebih.

Tepat di jam 23:51, ketika gue baru saja mematikan lampu, barulah Bani mengirimi pesan  yang sedari tadi gue tunggu.

Pesan yang hanya berisi permintaan maaf karena sudah meninggalkan gue dan sudah ingkar janji untuk mengantar gue pulang.

Gue menghembuskan napas lelah.

Sudahlah, mungkin gue butuh istirahat.

***

"Kak, Yoona! Cepetan bangun!"

Gue menyipitkan mata sambil menggeliat. Ini ada apa sih? Masih pagi begini Justin sudah berteriak heboh. Mengganggu orang tidur saja.

"Bangun, Kak Yoona! Ada Kak Bani nih!"

Gue langsung berjingkat kaget.

Ini Justin serius? Apa dia hanya usil supaya gue bangun?

"Subhanallah, Kak Yoona! Lo lagi tidur apa latihan meninggal?!"

Gue mendesis dan langsung berlari untuk membasuh muka. Setelah dirasa bersih, gue langsung keluar kamar dan melihat Bani sudah berada di ruang tamu sambil asyik memainkan ponselnya.

Gue berdeham membuat dia mengalihkan pandangan ke gue. Dia tersenyum manis dan langsung menyuruh gue duduk di sebelahnya
.
"Kamu kok ke sini pagi-pagi banget sih? Mana aku baru bangun tidur." Gue sedikit menggerutu.

Bani tertawa. "Aku jadi tahu kalau weekend kamu bangunnya siang terus."

Gue mendelik. "Dih, kata siapa? Ini mah kebetulan doang kali."

"Tadi Justin bilangnya gitu, kok."

Gue mendesis sambil mencari keberadaan Justin. "Issh, anak itu."

Bani tertawa lagi. "Ya udah, sana mandi dulu gih. Abis itu langsung pergi."

"Pergi ke mana?"

"Ke mana aja, yang penting pergi."

Gue menatap Bani aneh. "Tumben kamu ajak perginya dadakan gini."

Bani tersenyum lalu mengelus pipi gue. "Aku mau nebus kesalahan aku karena udah ninggalin kamu kemarin."

***

Bani mengajak gue ke Basecamp organisasinya dulu untuk menemui teman-temannya sebelum mengajak gue jalan.

Hari ini juga Bani tidak mengendarai motor, melainkan mobil milik keluarganya. Mungkin karena dia berangkat dari rumah, makanya dia bawa mobil.

"Widiiihh! Bawa cewek nih!" seru salah satu mereka sambil cengengesan.

Gue hanya tersenyum tipis menanggapinya. Gue hanya kenal beberapa orang di sini, senior prodi gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MemoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang