01

356 58 11
                                    

"Nggak kuliah kamu Sel?" Tanya ayah yang lagi duduk di teras.

"Enggak yah, dosennya ada seminar."

"Emangnya itu aja?"

"Dua sih yah tapi yang satu izin juga."

"Enak banget mahasiswa zaman sekarang. Dulu ya Sel, ayah harus naik sepeda dari klaten sampe jogja dulu baru bisa kuliah."

Bunda dateng bawa buah-buahan buat ayah.

"Halah dulu itu Sel, beda sama sekarang."

"Hahaha iya Bun iya."

Detik selanjutnya, dari rumah depan memanggil atensi gue, ayah, dan bunda.

Kak Wooseok keluar dari rumahnya, kelihatan kerepotan sambil Leo yang nangis di digendonganya dan tangan satunya sibuk nelpon seseorang?

"Kenapa lagi itu nak Wooseok?" Tanya  bunda.

"Kenapa emangnya Bun?"

"Kemarin anaknya dijalan sendirian Yah, terus digendong sama Sela."

Ayah ber-oh ria.

"Gih samperin lagi Sel," kata ayah menginterupsi.

"Buat apa? Nggak ah, kesanya ikut campur lagi. Sebelumnya aja tegur sapa nggak pernah."

"Tanyain dulu siapa tau beberan butuh bantuan. Kasian itu anaknya nangis terus," kata ayah kekeuh.

"Iya-iya."

Gue beneran datengin Kak Wooseok di depan rumah.

"Kak Wooseok, Leo nggakpapa?"

Kak Wooseok kelihatan kaget atas kedatangan gue.

"Sela? Sejak kapan di sini?"

"Baru aja Kak. Leonya nggakpapa?"

"Saya mau rapat penting terus temen saya yang biasa dititipin Leo nggak angkat telfon. Saya takut kalo mau titipin ke penitipan bayi."

"Kalau gitu biar ke Sela aja kak."

"Kamu gapapa?"

"Eh?"

Sumpah gue gasadar barusan ngomong begitu.

"Kerepotan ya?"

"Eh enggak Kak nggakpapa. Sela juga nggak ada kuliah hari ini."

"Duh tapi Leo anaknya pemilih, kalo digendong orang lain suka nangis."

Kak Wooseok ngasih Leo ke gue.

"Cup cup sayang." Gue mengayun-ayun Leo.

"Berhenti kak!" Seru gue tau Leo beneran berhenti nangis.

"Tumben."

Kak Wooseok ngusak rambut Leo.

"Kalau nggak keberatan biar Leo sama Sela aja. Ada bunda sama ayah kok, biar Kak Wooseok tenang juga rapatnya."

"Aduh makasih ya Sel, makasih banget. Dari kemarin ngerepotin terus."

"Gapapa Kak, nggak repot kok."

"Makasih Sela, nanti kalau Leo minta apa-apa bilang aja nanti biar saya ganti."

Gue ngangguk.

"Kalau gitu saya berangkat dulu ya Sel? Sayang, papa berangkat dulu ya?"

Kak Wooseok nyium Leo yang ada di gendongan gue.

Yang artinya wajah gue sama Kak Wooseok cuma jeda sejengkal.

Sadar hal itu, Kak Wooseok buru-buru narik wajahnya lagi.

"Maaf."

"I-iya gapapa."

"Sayang jangan nakal ya? Papa berangkat dulu. Duluan ya Sel, sekali lagi makasih buat bunda sama ayah kamu juga."

Kak Wooseok masuk ke mobil. Jalanin mobilnya, galupa ngeklakson dulu.

Dirasa mobilnya udah hilang dari pandangan gue, gue bawa Leo ke rumah.

"Suami kamu itu tadi Sel? Romantis banget," celetuk bunda.

"Ih apasih Bun! Galucu tauk!"

"Kenapa anaknya? Kok di kamu?"

"Mau rapat katanya terus temen yang biasa dititipin gabisa di telfon kayanya Yah. Kak Wooseok nggak percaya sama penitipan katanya."

"Yaudah gih kamu ajak main di dalem. Mainannya Rafa kayaknya masih di bawa tv."

"Iya Bun."

Rafa, ponakan gue, anak dari kaka gue Kak Jinhyuk.

Leo tuh putih banget terus lucu. Tembem gitu dan mirip banget sama Kak Wooseok.

Gue gemes banget sama bayi kaya gini.

"Halo Leo aku Sela. Kamu panggil aku Kakak Sela aja ya? Aku nggak beda jauh kok sama kamu."

Gue mengeluarkan mainan dari box.

"Kamu suka apa? Mobil? Atau boneka? Aku ada boneka sapi."

Leo ketawa lucu banget. Dia ambil mainan di depannya terus diangkat-angkat.

"Ma! Ma!"

"Kamu mau apa? Makan?"

Dua tangan Leo naik-naik ke arah gue.

Gue gendong Leo ke dapur.

Gue buatin susu buat Leo, soalnya dia dari tadi ngoceh 'ma' terus. Makan mungkin artinya.

Untung istrinya Kak Jinhyuk rajin nyetok barang Rafa di sini. Soalnya emang hampir dua hari sekali Rafa pasti dibawa ke sini.

"Iya sayang sabar ya?"

Setelah susunya jadi, gue membawa Leo ke kamar gue. Leo gue tidurkan di kasur terus minum susu botol.

Lucu banget, jadi kangen Rafa.
-







Dilanjut ga?

Single Dad | Kim WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang