Kali ini,
Kapal terbang rentas dada malam bisu,
Jalan adalah bayi lena yang menyusu,
Semua tiada lagi yang berpusu,
Kota kini berubah lesu,Mulanya semua sama,
Sahur senyap seperti selalu,
Gerak perlahan dibangku,
Mata pula menguap malu,Subuhnya panjang hanya meneguk ngantuk
Ini Ramadan aneh,
Tepian jalannya kosong,
Tanpa jeritan peniaga yang terlolong,
"Murtabak! Air tembikai! Tepung pelita! Mari Mari! "
Ah masih aku terhidu bau bingit lazat itu,Ini Ramadan aneh,
Kerusi meja ganjil,
Hanya punya satu,
Tidak punya lapan,
Seperti selaluMenghidang sendu berbekas biru,
Melapah rindu seusai azan syahdu,Ini Ramadan aneh,
Sumbu dan mercun tak lagi bersahabat,
Kanak dan teriak tak lagi bersahutan,Ini Ramadan aneh,
Isyak hanya berlalu,
Sepasang selipar tak lagi menanda hadir,
Tarawih insan hanya senyap ditikar sendiri,Ini Ramadan aneh,
Yang memujuk air mata insaf lahir,
Yang mengolam sebak walau hanya sekadar mampir.
YOU ARE READING
Sesudah April
PoetryKumpulan puisi. Tak punya tema. Bebas. Macam hari hari kita sebelum ni.