"Bintaaaaang, buru ih mandina lami pisan! (Ayo cepet mandinya, lama banget!)"
Felix dengan gemas menggedor-gedor pintu kamar mandi yang terkunci itu.
"Kek atuh sabar, aing karek wae asup. (Sabar dong, aku baru juga masuk.)"
Sahutan bernada tak kalah kesal itu terdengar dari dalam kamar mandi.
"Bintang Jisung Syahreza, buruh ih, kek dicarek ku a' Juna! (Buruan ih, nanti dimarah kak Juna!)" Felix nyaris saja menendang pintu kamar mandi, sebelum pintu itu dibuka dari dalam dan wajah tertekuk teman sekamarnya terlihat.
"Si Juna kek dicarek balik ku aing, tenang wae atuh. (Nanti si Juna aku marahin balik, tenang aja.)" Jisung bersungut-sungut, mengeringkan rambutnya dengan handuk sebelum memasukkan botol minum dan kok cadangan ke dalam tas kemudian menyandangnya, raket digenggam di tangan kiri. "Hayu, cing cenah tadi dititah buru-buru. (Ayo, tadi katanya disuruh buru-buru.)"
Felix mengangguk, ikut menyandang peralatannya kemudian mengekori Jisung menuju tempat mereka akan latihan.
Felix dan Jisung memang adalah atlet bulu tangkis yang sedang mewakili provinsinya, Jawa Barat dalam Pekan Olahraga Nasional. Karena itu, mereka harus dikarantina selama tiga bulan. Untung saja Pekan Olahraga Nasional tahun itu diadakan di Bandung, jadi Felix tidak perlu merasakan homesick seperti banyak rekannya dari daerah lain.
Kedua orang itu menyusuri lapangan luas yang saat itu sedang digunakan oleh para atlet voli untuk latihan sembari bercengkerama dan sesekali mengomentari atlet lain yang sedang berlatih. Kebetulan aula tempat mereka akan berlatih nanti ada tepat di seberang tempat mereka menginap selama kejuaraan berlangsung.
"Kiel awas!"
Felix mengerjap saat Jisung meneriakinya. Pemuda itu menoleh dan matanya menangkap salah seorang atlet voli yang sedang berlatih di sana melakukan smash yang cukup bagus, namun salah arah. Benda bundar itu mengarah kepadanya dari bagian tengah lapangan dan melesat telak menghantam bahu kirinya.
Felix limbung seketika, mengerang dan memegangi bahunya, sementara para pemain voli itu saling bersorak ke satu sama lain dalam bahasa yang tak dimengertinya dan salah satu dari mereka berlari menghampirinya.
"Kamu nggak apa-apa?"
Felix spontan mengayunkan raket yang dipegangnya untuk memukul pemuda yang berdiri di hadapannya itu. "Nyeri anjing, sia padu wae ngalung bola! (Sakit anjing, kamu asal aja lempar bola!)"
Sang pemuda yang menghampirinya nampak terkejut, sebelum kemudian mendecih. "Biasa gen je. Cang takon baik-baik, ne. (Biasa aja dong. Aku tanya baik-baik ini.)"
Felix dan pemuda itu saling memelototi satu sama lain, sebelum kemudian sang atlet voli menghela nafas dan mengulurkan tangan. "Aku Fikar, Alfikar Hyunjin Dinata. Maaf ya, tadi nggak sengaja, nok. Sumpah dah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouvaille +Hyunlix
Ficção GeralKamu tahu, kenapa kita dibatasi jarak? Supaya Tuhan tidak sia-sia menciptakan rindu.