BAGIAN 2

389 20 0
                                    

Tepat di saat matahari berada di atas kepala, Eyang Jambala baru sampai di Puncak Gunung Garuling. Laki-laki berjubah putih itu berhenti tidak jauh di depan sebuah tingkaran hitam yang masih mengepulkan asap tipis di tanah berumput yang tidak begitu tebal. Kedua bola matanya terbeliak lebar, melihat bulatan hitam di depannya. Dan pelahan pandangannya beredar ke sekeliling. Tampak keadaan sekitarnya begitu hancur porak-poranda, seperti habis terjadi pertarungan sangat dahsyat.
"Jagat Dewa Batara.... apa yang terjadi di sini...?" desah Eyang Jambala bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Laki-laki tua berjubah putih itu terus mengedarkan pandangan ke sekeliling, merayapi sekitarnya yang hancur porak-poranda. Seakan-akan ada yang tengah dicarinya. Dan memang, dia sedang mencari Eyang Baranang yang sudah tiga hari ini menghilang, setelah mengatakan ingin pergi ke puncak Gunung Garuling ini. Tapi sedikit pun tidak ditemukan tanda-tanda kalau kakaknya itu pernah datang ke tempat ini. Namun dari keadaan yang hancur seperti ini, Eyang Jambala begitu yakin kalau Eyang Baranang pasti pernah menginjakkan kakinya di sini dalam tiga hari belakangan ini.
Belum lagi Eyang Jambala bisa berpikir lebih banyak, mendadak saja merasa ada desir angin yang begitu halus menerpa tubuhnya dari belakang. Sebuah terpaan angin yang dirasakannya bukan angin biasa. Dan Eyang Jambala cepat-cepat berbalik.
"Kakang Baranang..."
Eyang Jambala hendak melangkah menghampiri begitu Eyang Baranang tahu-tahu sudah berada di depannya. Tapi langkah kakinya jadi terhenti melihat raut wajah Eyang Baranang begitu pucat. Dan pandangannya juga kosong, tanpa cahaya kehidupan sedikit pun juga. Sedangkan Eyang Baranang sendiri hanya tegak seperti patung, sehingga membuat Eyang Jambala jadi ragu-ragu untuk mendekatinya.
"Kakang, kenapa kau?! Apa yang terjadi pada mu...?! Kenapa wajahmu pucat sekali, Kakang...?"
Eyang Jambala menyerbu dengan pertanyaan beruntun. Dirasakan adanya keanehan yang begitu menyolok pada diri kakaknya. Dan keanehan itulah yang membuatnya jadi ragu-ragu mendekati. Namun pertanyaan Eyang Jambala yang beruntun tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Bahkan Eyang Baranang malah menyeringai, membuat Eyang Jambala jadi terhenyak. Tampak baris-baris gigi orang tua di depannya seperti gigi binatang buas. Begitu runcing dan tajam, seperti siap hendak mengoyak tubuhnya. Maka Eyang Jambala langsung saja menarik kakinya ke belakang dua langkah.
"Kakang...," Eyang Jambala masih mencoba bicara sambil berusaha menenangkan diri.
Ghrrr...!"
Tapi sahutan Eyang Baranang malah berupa geraman kecil yang membuat Eyang Jambala jadi terlompat ke belakang sejauh tiga langkah. Laki-laki berjubah putih ini mendengar geraman yang sangat mengerikan keluar dari bibir orang tua yang sejak kecil teramat dekat dan sangat dikenalnya.
"Oh, Dewata Yang Agung.... Apa yang telah terjadi pada kakang Baranang...?" desah Eyang Jambala lirih.
Eyang Jambala benar-benar tidak tahu, apa yang telah terjadi di puncak Gunung Garuling ini, hingga Eyang Baranang jadi berubah seperti itu. Sorot matanya yang semula terlihat kosong tanpa cahaya kehidupan, kini berubah menjadi merah menyala bagai sepasang bola api. Dan bibirnya semakin lebar menyeringai, memperlihatkan baris-baris gigi yang runcing dan bertaring tajam seperti mata pisau.
"Kau pasti bukan Kakang Baranang. Siapa pun kau, enyahlah dari tubuh kakakku...!" desis Eyang Jambala dingin menggetarkan.
"Ghraaakh...!"
Eyang Baranang malah menggerung keras. Sementara, Eyang Jambala sudah menggeser kakinya perlahan ke kanan. Dan saat itu juga Eyang Baranang melesat cepat bagai kilat, menerjang orang tua yang memegang tongkat kayu pada tangan kanannya. Begitu cepat gerakannya hingga membuat Eyang Jambala jadi tersentak sesaat. Tapi dengan gerakan gesit sekali, Eyang Jambala berhasil menghindari terjangan kakaknya yang sudah berubah ini.
"Hap! Hiyaaa...!"
Sambil melenting ke udara, Eyang Jambala melepaskan satu tendangan keras menggeledek, yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat tendangannya, sehingga Eyang Baranang tidak sempat lagi berkelit. Terlebih lagi, saat ini tubuhnya tengah doyong ke depan. Dan....
Duk!
"Ghragkh!"
Tendangan keras bertenaga dalam tinggi yang dilepaskan Eyang Jambala tepat menghantam punggung. Akibatnya, Eyang Baranang yang kini sudah berubah seperti makhluk liar itu jadi terdorong ke depan beberapa langkah. Tapi dengan gerakan begitu cepat tubuhnya diputar. Langsung saja diberikannya satu kibasan tangan kanan yang begitu keras, hingga menimbulkan desir angin menggetarkan jantung.
"Haiiit..!"
Eyang Jambala cepat-cepat melompat ke belakang. Dan begitu kibasan tangan kanan Eyang Baranang lewat di depan tubuhnya, cepat sekali tongkatnya dikebutkan, langsung diarahkan ke bagian kepala orang tua yang sudah berubah jadi makhluk mengerikan ini.
Wut!
Tak!
"Argkh...!"
Untuk kedua kalinya Eyang Baranang meraung keras, begitu hantaman tongkat Eyang Jambala menghantam telak di batok kepalanya. Tubuhnya terhuyung-huyung beberapa saat ke belakang, sambil meraung memegangi kepalanya. Sementara, Eyang Jambala sudah siap dengan tongkat tergenggam erat di tangan kanan.
Agak terkesiap juga laki-laki tua berjubah putih ini melihat Eyang Baranang tidak mengalami luka sedikit pun juga pada kepalanya. Padahal, tadi tongkat kayunya diayunkan dengan pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Dan semula dia begitu yakin kalau kepala Eyang Baranang bakal pecah terhantam tongkatnya. Tapi, apa yang terlihat sungguh membuat hatinya jadi terkesiap. Sedikit pun tidak terlihat luka pada kepala orang tua berjubah biru muda itu.
Bahkan Eyang Baranang kembali bersiap hendak menyerang, setelah menggeleng-gelengkan kepala beberapa kali. Sepertinya, dia tengah menghilangkan rasa pening akibat sabetan tongkat kayu Eyang Jambala pada kepalanya tadi.
Semula Eyang Jambala memang ragu-ragu untuk melayani pertarungan ini. Maka begitu menyadari kalau yang dihadapinya bukan lagi kakaknya, walaupun berwujud tubuh kakaknya, Eyang Jambala tidak lagi tanggung-tanggung melancarkan serangan. Dia sadar di dalam tubuh itu berisi makhluk yang sangat liar dan ganas, dengan nafsu membunuh sangat tinggi. Maka kini setiap kibasan tongkat Eyang Jambala selalu disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Tapi walaupun beberapa kali Eyang Baranang terkena hantaman tongkat kayu, tampak sama sekali tidak berpengaruh pada dirinya. Tubuhnya sedikit pun tidak terluka. Bahkan kelihatan semakin bertambah ganas saja. Serangan serangan yang dilancarkan begitu berbahaya. Kedua tangannya mengibas dengan cepat dan sangat dahsyat. Setiap kibasannya menimbulkan hempasan angin kencang yang mengandung hawa panas menyengat. Akibatnya udara di sekitar pertarungan jadi semakin menipis oleh hempasan hawa panas dari setiap kibasan tangan Eyang Baranang, membuat dada terasa sesak.
"Ugkh...! Kalau begini terus, bisa habis napasku! Kakang Baranang benar-benar sudah berubah.... Aku harus mencari tahu, apa penyebabnya. Ugkh...!" Eyang Jambala jadi mengeluh dalam hati.
Eyang Jambala merasakan napasnya semakin sesak. Dan memang, udara di sekitarnya semakin menipis saja. Bahkan serangan-serangan yang di lancarkannya, kini seperti tidak berarti sama sekali pada Eyang Baranang. Sabetan tongkatnya pun tidak menimbulkan pengaruh apa-apa.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu mendapat kesempatan yang sangat sedikit, Eyang Jambala cepat-cepat melenting ke belakang, seraya berputaran beberapa kali di udara. Lalu manis sekali kakinya menjejak kembali di tanah, dengan jarak sejauh dua batang tombak dari Eyang Baranang.
"Aku tidak boleh mati di sini, agar bisa memperingatkan penduduk Desa Batang," desis Eyang Jambala agak tersengal suaranya.
Namun keinginan Eyang Jambala memang tidak mudah dilaksanakan. Sebelum bisa bergerak. Eyang Baranang sudah melesat cepat bagai kilat kembali menyerangnya. Satu kibasan tangan kanannya melayang deras di arahkan ke dada Eyang Jambala.
"Hap!"
Cepat-cepat Eyang Jambala melompat ke samping. Langsung tongkat kayunya dikibaskan, mencoba menangkis serangan tangan kanan Eyang Baranang. Begitu cepat gerakan yang mereka lakukan, sehingga sangat sulit diikuti pandangan mata biasa. Dan mendadak saja...
Wut!
Trak!
"Heh...!"
Eyang Jambala jadi tersentak kaget setengah mati. Dirasakan tongkatnya bagai membentur sebongkah batu cadas yang teramat keras. Dan kedua bola matanya semakin terbeliak lebar begitu melihat tongkatnya sudah buntung menjadi dua bagian. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak saja Eyang Baranang sudah kembali melesat dengan serangan menggeledek, sambil memperdengarkan gerungan menggetarkan.
"Ghrooougkh...!"
Bet! Satu kibasan tangan kiri yang begitu cepat sama sekali tidak dapat dilihat Eyang Jambala. Terlebih lagi saat itu keterkejutannya belum sempat dihilangkan. Hingga....
Plak!
"Akh...!"
Eyang Jambala kontan jadi terpekik, begitu kibasan tangan kiri Eyang Baranang berhasil mendarat telak di dadanya. Begitu keras kibasan itu, hingga Eyang Jambala jadi terpental sejauh tiga batang tombak. Lalu keras sekali tubuhnya terbanting ke tanah. Beberapa kali Eyang Jambala bergulingan di tanah yang berumput tidak begitu tebal ini.
"Hup!"
Namun Eyang Jambala cepat melesat bangkit berdiri, walaupun jadi terhuyung-huyung. Tampak darah kental memenuhi rongga mulutnya.
"Hoeeek...!"
Eyang Jambala langsung memuntahkan darah kental yang menggumpal di dalam mulutnya. Dengan punggung tangan kiri, disekanya darah yang masih tersisa di bibir. Napasnya masih terasa begitu sesak. Bahkan pandangannya berkunang-kunang. Sementara itu, Eyang Baranang sudah kembali siap melakukan serangan.
"Phuih! Aku harus cepat meninggalkan tempat ini...!" dengus Eyang Jambala dalam hati, sambil menyemburkan ludah yang bercampur darah. "Tenaganya sungguh luar biasa. Aku tidak akan mampu menandinginya hanya seorang diri saja. Iblis mana pun yang bersarang di dalam tubuhnya, pasti memiliki tenaga sangat besar dan kekebalan tubuh. Huh...!"
Eyang Jambala mengedarkan pandangan ke sekeliling, berusaha mencari kesempatan yang baik untuk bisa cepat pergi dari tempat itu. Sementara itu, Eyang Baranang sudah melangkah pelan-pelan mendekati. Dan dari mulutnya terus memperdengarkan suara menggereng seperti harimau kelaparan melihat seekor domba yang gemuk.
"Ghrrraukh...!"
Begitu habis menggereng panjang dan keras menggelegar, bagai kilat Eyang Baranang melesat menerjang Eyang Jambala. Dan kali ini, satu pukulan tangan kanan dilepaskan begitu cepat dan menggeledek.
"Hup! Hiyaaa...!"
Eyang Jambala cepat-cepat melenting tinggi-tinggi ke udara, menghindari serangan Eyang Baranang. Dan pukulan yang dilepaskan bagai guntur di siang bolong itu hanya menghantam pohon beringin yang sangat besar batangnya. Seketika, pohon yang sangat besar itu hancur berkeping-keping, memperdengarkan ledakan keras menggelegar yang begitu dahsyat. Bahkan mampu membuat seluruh permukaan tanah di puncak Gunung Garuling ini jadi bergetar! Sementara itu, Eyang Jambala sudah berada di atas sebuah pohon.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang buang kesempatan yang ada, Eyang Jambala cepat-cepat melenting ke pohon yang satu lagi. Dan kembali cepat melenting hanya dengan menotokkan ujung jarinya saja pada batang pohon.
"Ghraaagkh...!"
Melihat lawannya mencoba melarikan diri, tampaknya Eyang Baranang merasa tidak puas. Dia langsung menggerung dahsyat sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas kepala. Dan tangan yang sudah terkepal, cepat ditujukan ke arah Eyang Jambala yang semakin terlihat jauh.
"Ghraaagkh..."
Eyang Baranang melesat cepat mengejar lawannya, sambil mengeluarkan gerungan panjang yang terdengar begitu dahsyat. Begitu cepat gerakan Eyang Baranang, sehingga dalam sekejap mata saja bayangan jubah biru muda yang dikenakannya tidak terlihat sama sekali.
"Phuih...!"
Eyang Jambala menghembuskan napas panjang-panjang. Dia berhenti berlari, lalu berpaling ke belakang. Tidak terlihat ada yang mengejarnya di belakang. Sementara, sekelilingnya hanya pepohonan saja yang terlihat. Eyang Jambala tahu kalau saat ini masih berada di bagian lereng Gunung Garuling. Pelahan kakinya mulai terayun setelah jalan napasnya kembali seperti biasa.
"Hhh! Apa yang terjadi sebenarnya...? Kenapa Kakang Baranang jadi liar begitu..?"
Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam kepala Eyang Jambala, tapi tidak satu pun yang bisa terjawab. Eyang Jambala terus berjalan pelahan-lahan menuruni lereng Gunung Garuling ini. Otaknya terus berpikir dan bertanya-tanya tentang semua yang baru saja terjadi pada dirinya. Dia benar-benar tidak mengerti, kenapa Eyang Baranang jadi liar seperti binatang buas begitu?
Eyang Jambala terus berjalan pelahan-lahan sambil memikirkan kejadian yang baru saja dialami. Memang sulit untuk bisa diterima akal sehat manusia biasa. Eyang Baranang yang sudah dikenalnya sejak kecil, bahkan sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri, mendadak saja jadi berubah liar dan ganas begitu. Bahkan sama sekali bdak mengenalnya lagi. Ini benar-benar membuatnya jadi tidak mengerti.
Saat berjalan dengan pikiran terus melayang, tiba-tiba saja orang tua itu dikejutkan oleh gerungan yang begitu keras dari belakang. Cepat tubuhnya berbalik. Dan seketika itu juga, kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, melihat Eyang Baranang berlari dengan kecepatan sangat tinggi ke arahnya.
"Heh. ?! Mau apa dia mengejarku terus...?"
Eyang Jambala tidak sempat lagi menjawab pertanyaannya sendiri, karena Eyang Baranang sudah melesat cepat bagai kilat menerjangnya. Cepat-cepat tubuhnya meliuk ke kiri, menghindari terjangan yang begitu cepat luar biasa. Namun belum juga bisa menarik tegak tubuhnya kembali, Eyang Baranang sudah kembali melesat cepat menyerang sambil memperdengarkan raungan yang begitu keras menggetarkan jantung.
"Haiiit..!"
Kembali Eyang Jambala harus meliukkan tubuhnya, menghindari serangan yang begitu cepat. Jari-jari tangan Eyang Baranang yang terkembang lebar, mengibas begitu cepat mengarah ke dadanya. Namun dengan egosan tubuh yang begitu indah sekali, Eyang Jambala berhasil menghindari. Dan cepat-cepat dia melompat ke belakang, menjaga jarak sejauh lima langkah.
"Ghraaaugkh...!"
Kembali Eyang Baranang melesat bagai kilat menerjang dengan jari-jari tangan terkembang lebar, mengincar leher Eyang Jambala.
"Hap! Yeaaah...!"
Tapi, kali ini Eyang Jambala sudah siap menghadapi serangan yang sangat dahsyat mematikan ini. Dan begitu jari-jari tangan Eyang Baranang dekat dengan lehernya, seketika itu juga tangan kanannya dikebutkan disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Plak!
Benturan pun tidak dapat dihindarkan lagi. Begitu kerasnya, hingga Eyang Jambala jadi meringis. Maka cepat-cepat tangannya ditarik sambil meompat ke belakang beberapa langkah. Hampir tidak dipercaya dengan yang dialaminya barusan. Pergelangan tangan kanannya terasa seperti remuk, dan jadi panas menyengat saat berbenturan dengan tangan Eyang Baranang tadi! Dirasakannya seakan-akan tangannya habis menyentuh lempengan besi baja yang baru saja diangkat dari dalam tungku pembakaran. Begitu panas, sampai pergelangan tangannya menghitam bagai terbakar.
"Ghraaagkh...!"
Sementara itu, Eyang Baranang sudah kembali melompat menyerang sambil meraung keras. Dan ini membuat Eyang Jambala jadi agak bergetar juga hatinya. Namun dengan gerakan gesit sekali, Eyang Jambala cepat-cepat melompat ke kiri, menghindari serangan orang tua ini. Dan saat itu juga, dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek, yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat tendangan yang dilepaskan Eyang Jambala, sehingga Eyang Baranang yang baru saja gagal melancarkan serangan, tidak sempat lagi menghindar. Akibatnya lambung orang tua berjubah biru muda itu terkena tendangan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Saking kerasnya, hingga membuat Eyang Baranang jadi meraung keras merasakan kesakitan sekali.
Tapi tubuhnya cepat berbalik dan langsung melesat tinggi ke atas, melewati kepala Eyang Jambala. Seakan-akan rasa sakit yang diakibatkan tendangan keras bertenaga dalam tinggi pada lambungnya tadi tidak dihiraukan. Dia kembali menyerang ganas dan cepat luar biasa, membuat Eyang Jambala jadi terkesiap. Sungguh tidak di sangka kalau Eyang Baranang jadi begitu kuat dan tangguh.
"Hup! Hiyaaa...!"
Eyang Jambala cepat-cepat melenting kebelakang dan berputaran beberapa kali, menghindari serangan yang dilancarkan Eyang Baranang ini. Dan begitu kakinya menjejak tanah, tanpa diduga sama sekali satu tendangan yang begitu cepat melayang ke arah dadanya. Eyang Jambala yang baru saja menjejakkan kakinya di tanah, sama sekali tidak menduga datangnya serangan ini. Akibatnya dia tidak sempat lagi menghindarinya. Dan...
Diegkh!
"Akh...!"
Suara pekikan tertahan pun terdengar, bersamaan terpentalnya tubuh Eyang Jambala ke belakang dengan deras sekali. Dan sekarang pohon yang sangat besar, langsung hancur berkeping-keping terlanda punggung orang tua ini. Tampak Eyang Jambala terguling beberapa kali di antara pecahan pohon yang terlanda tubuhnya tadi. Namun, dia cepat berusaha bangkit berdiri, begitu melihat Eyang Baranang sudah kembali hendak menyerang.
"Ugkh..!"
Tapi begitu berdiri, Eyang Jambala jadi terhuyung. Sementara tangan kanannya terus mendekap dada yang terkena tendangan keras menggeledek tadi. Tampak darah kental menyembur dari mulutnya, begitu orang tua ini terbatuk. Sepertinya, Eyang Jambala mengalami luka dalam yang cukup parah, sehingga darah terpaksa harus menyembur dari mulutnya. Dan saat itu, Eyang Baranang sudah cepat menggeser kakinya mendekati. Dan begitu jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi dari Eyang Jambala, dia menggerung keras sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas kepala. Lalu...
"Ghraaagkh...!"
Slap!
"Ohk! Mati aku...," desah Eyang Jambala, begitu melihat Eyang Baranang sudah kembali menyerangnya.
Begitu cepat serangan Eyang Baranang ini, hingga membuat Eyang Jambala tidak punya kesempatan lagi untuk menghindar. Terlebih lagi, sekarang ini menderita luka dalam yang cukup parah pada dadanya, sampai darah kental terus mengalir dari mulutnya. Namun begitu jari-jari tangan yang runcing dan agak menghitam itu hampir sampai di lehar Eyang Jambala, mendadak saja...
Slap!
Plak!
"Argkh...!"
"Heh...?!"

***

111. Pendekar Rajawali Sakti : Teror Si Raja ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang