IV

25 2 0
                                    

“ Wa’allaikumus salam. Kau minggir, gih! Aku mau lewat, jangan halangin jalan!” pintah Rania dengan nada tidak suka.

“ Ya ampun, Rania. Ketus amat sih, sama aku,”

Rania menghela nafas.

“ Ya, tadi aku udah makan,” jawab Rania kalem.

“ Nah, gitu dong. Jawab pertanyaan orang dapat pahala,” ucap Ari dengan tersenyum.

Rania hanya diam dan tidak mempedulikan Ari.

“ Ari, Minggir dulu aku mau lewat!”

“ Oh iya, silakan Rania!” ucap Ari mempersilakan Rania lewat.

Rania tidak peduli dengan perkataan Ari, ia langsung berjalan menuju kelasnya. Untuk menemui ketiga temannya.

“ Assalamu’allaikum,” salam Rania saat memasuki kelasnya.

“ Wa’allaikumus salam,” jawab teman-temannya Rania serentak.

Rania menghampiri mereka dengan tersenyum.

“ Kau dari mana saja, Ran?” tanya Ana.

“ Paling habis digangguin  Si Ari, dia kan mengejar-ngejar Rania ” kata gadis remaja berkerudung syar’i dan berkacamata. Namanya Alviani Ummi Aminah atau yang biasa dipanggil Mina.

“ Kalian yakin, nih? Bisa jadi Rania mengumpulkan hafalannya ke Pak Rahman,” ucap gadis remaja yang bernama Aisyah Rahmalia Istiqomah, yang biasa dipanggil dengan nama Iis.

Rania hanya memasang wajah masam.

“ Apaan sih kalian? Nggak lucu,”

“ Jangan marah ya, Rania! Kami hanya bercanda kok,” bujuk Iis.

“ Iya, Ran. Maafin kami ya!” ujar Mina dengan nada membujuk.

Rania menganggukkan kepalanya. Mereka berempat langsung berpelukan. Persahabatan mereka tak pernah pupus. Hari-hari di sekolah selalu di jalani dengan kebersamaan mereka yang ceria. Mengaji bersama, belajar bersama, dan berbagi cerita mereka lakukan dengan suka cita.

Hingga setengah tahun kemudian, Pak Rahman mengundurkan diri sebagai guru di sekolah SMK MUHAMMADIYAH 1. Beliau berhenti, karena ingin melanjutkan kuliah S2nya di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Semua siswi di sekolah tersebut tidak rela, Pak Rahman pergi. Itu juga yang dirasakan oleh Rania dan teman-temannya.

  “ Kenapa Pak Rahman nggak bilang-bilang sih, mau mengundurkan diri?” ucap Ana saambil menangis.

  “ Iya, padahal suara dia sangat merdu saat mengaji atau saat Adzan. Kita nggak bisa denger lagi” ujar Mina.

Rania pun meneteskan air mata, setelah mendengarkan kedua temannya. Mengingat perjuangan dia membaca Al-Qur’an yang di bantu Pak Rahman dengan sabar. Rania pun menyeka air matanya. Dengan tekad yang ia kumpulkan, Rania bicara.

“ Sudahlah kita jangan menangis lagi! Nanti kita selepas pulang sekolah, kita minta maaf sama Pak Rahman, serta mengumpulkan hafalan kita,” hibur Rania.

“ Benar kata Rania kita jangan menangis, kita harus kuat!” semangat Iis.

Mereka pun mengangguk. Sesuai keputusan selepas pulang sekolah mereka menunggu Pak Rahman di Gazebo sekolahnya, hanya untuk meminta maaf dan mengumpulkan hafalan mereka. Ketika Pak Rahman keluar, mereka langsung menemuinya untuk meminta maaf dan mengumpulkan hafalan terakhir.

Cerita Pendek Lafaz Cinta Rania ( end ) TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang