TIGA

23 3 0
                                    

"kita tidak selamanya dapat menerima kenyataan, barangkali saat aku melakukannya aku justru semakin terlilit rantai dendam."

Braaak, suara pintu terbanting sangat keras, membuat seseorang yang tengah meringkuk di atas lantai beringsut duduk, mengumpulkan kesadaran.

"Apa maksudmu!" Seseorang itu berjalan mendekati gadis yang terduduk di atas lantai
"Apa kau gila?" Bentaknya sembari menarik kerah baju gadis itu

"Tidak Leon, aku waras!" Bantahnya sambil berusaha melepaskan diri

Leon membanting gadis itu ke lantai cukup keras membuatnya memutahkan darah.

"Lalu apa ini Areolla?" Leon melempar setumpuk kertas

Areolla mengusap ujung binirnya, tersenyum simpul lalu berjalan sempoyongan ke arah komputernya.

"Kau yang gila, dua hari yang lalu kau mendukungku, sekarang kau bertingkah seolah aku ini penjahat!" Cetusnya selagi menarik flash disk di komputernya.

"Ini adalah mimpiku, meskipun terdengar konyol aku akan menyerahkan hidupku untuk meraihnya!" Lanjut Areolla. Manik emeraldnya menatap congak.

Areolla menyimpan fdnya kemudian mengeluarkan pisau kecil. "Maaf Leon tapi aku butuh ini untuk menyelesaikan gameku" ucapnya dalam hati.

Sementara Leon berdecak, mata birunya beredar menelusuri setiap sudut ruangan. Nafasnya tidak beraturan karena marah, ia menatap percikan darah di atas lantai kayu. Entah merasa dosa atau mendapat secercah cahaya ilahi. Leon beranjak meninggalkan ruangan dengan tangan mengepal.

***
Berbeda dengan Virtual Reality pada umumnya, Full-Immersive Virtual Reality atau yang lebih di kenal Virtual Reality Full-Dive (FDVR). Berbekalkan sebuah helm (HMDs) pengguna dapat memasuki dunia virtual tanpa perlu menggerakkan anggota badan seperti sedang bermimpi, di dukung dengan sistem Brain Computer Interface atau BCI membuat pengguna dapat menggunakan dunia virtual layaknya dunia nyata.

Singkatnya FDVR menonaktifkan kesadaran sensorik eksternal si pengguna, dan menggantinya dengan kesadaran virtual dalam jangka waktu yang di tentukan. Sistem Brain Computer Interface memungkinkan komputer berinteraksi langsung dengan otak manusia. Sistem yang berkerja menerjemahkan pola aktivitas otak kedalam pesan yang dimengerti komputer. Sistem ini juga di dukung electroencephalography (EEG) yang berperan penting dalam membaca gelombang otak melalui headset dengan beberapa sensor.

Sementara itu, seorang gadis yang tengah sibuk dengan monitor tiba-tiba berteriak frustasi. Matanya menatap langit-langit lalu menghembuskan nafas panjang.

"Sepertinya aku memang butuh data kematianku," cercanya sembari memijat kening

Gadis itu beranjak meninggalkan ruangan, tangannya menyentuh permukaan pintu berdebu di depan ruangan itu.

Kreek, suara pintu tua menggema di lorong, gadis itu masuk tanpa ragu.
Manik hijau emerald menelusuri setiap inci ruangan

"Yosh! Malam ini juga akan kuselesaikan,"

***
Remang-remang cahaya rembulan menyinari bumi. Sehabis hujan sore tadi, meninggalkan jejak di atas tanah dan rumput.

Dari balik pohon akasia muncul seorang gadis, manik hijaunya menatap lurus penuh kebencian, sementara dari arah berlawanan sepasang manik biru terus memandangi rumput basah dibawahnya.

"Ada apa denganmu hmmm? Merasa berdosa kah? Tapi maaf saja aku tidak akan berhenti sampai disini," cercanya sembari memasang headset di kepalanya.

Headset itu bercahaya sebagai tanda pemetaan saraf sudah di mulai, melihat itu manik biru di seberang sana menjadi kalap.

"Matilah disini," lanjutnya

Keduanya berlari memperpendek jarak, saling melayangkan sepakan, hingga keduanya sama sama kehilangan keseimbangan. Gadis itu segera bangkit lalu kembali melayangkan sebuah pukulan yang langsung di susul sebuah pukulan di perutnya membuat gadis itu terjerembab di atas tanah. Dengan cepat si pemilik manik biru mencengkram dagu gadis itu lalu mengangkatnya.

"Kau yang mati nona," sergahnya, tangannya beralih ke leher gadis itu lalu menghantamkannya ke pohon akasia.

Dengan sisa-sisa tenaganya, gadis itu meraih belati dari saku jasnya, kemudian menyayat leher pria di depannya, membuat ia refleks melepaskan cengkeramannya.

"Pisau itu ...  sudah ku ... lapisi ... rocuronium ...," gadis itu bersandar pada batang pohon. Nafasnya masih tersenggal-senggal, lalu tersenyum penuh kemenangan.

Gadis itu berjalan sempoyongan ke arah pria itu, matanya mulai berkunang-kunang membuatnya tidak sadar bahwa lawannya menarik pelatuk revolvernya

Timah panas menembus perut gadis itu, sesaat sebelum rocuronium menyebar di dalam tubuhnya membuat siempunya manik biru membuatnya tidak dapat merasakan sarafnya.

"Sudah kubilang ... kau yang akan mati disini," lirih gadis itu sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.

Headset yang dia gunakanpun sudah tidak bercahaya. Pertanda bawah pemetaan saraf sudah selesai.

***
Ruang 4x4 meter persegi dengan lantai pulam serta dinding putih yang hanya berisi satu ranjang.

Semerbak bau farmasi memenuhi pernafasan tatkala seorang gadis berusia kisaran tujuh belas tahun mulai mengerjapkan matanya

"Humm aku masih hidup?" Gumam gadis itu saat melihat banyak alat penunjang kehidupan terpasang manis di tubuhnya

Dia bergeming sampai seorang dengan pakaian putih-putih tanda vitalnya.

"Tekanan darah normal, denyut nadi sudah stabil," gumamnya sembari mencatat perubahan

"Anda sudah bangun nona?" Senyumnya memerkah kala menatap gadis itu.

"Egh  ... sejak kapan aku disini?" Tanya gadis itu

"Anda sudah koma selama satu pekan," jawab si perawat

"Seminggu ya ... kapan aku boleh pulang?"

"Mungkin nanti malam atau besok, setelah efek anestesinya hilang, perlu saya panggilkan dokter?"

"Tidak perlu," perawat itu kembali tersenyum lalu pamit undur diri

Belum lama sejak perawat meninggalkan ruangan, sepasang orang tua masuk secara paksa. Membuat gadis itu terkejut setengah mati, keringat dingin bercururan, pikirannya dipenuhi segala kemungkinan buruk yang akan menimpanya.

"Areolla, kau sudah sadar?" Tanya seorang pria paruh baya dengan manik biru

"Kau ini! Seenaknya saja koma satu pekan membuat kami khawatir saja." Lanjut perempuan paruh baya di sampingnya

Seseorang yang di panggil Areolla hanya bisa terkekeh, tebakannya melenceng cukup jauh, sebab ia berfikir mereka berdua tidak akan menganggap Areolla lagi karena sudah melukai putra semata wayangnya.

"Tentang peta saraf yang kau buat apa ada sangkutannya dengan penelitian ayahmu lima belas tahun silam?" Tanya pria paruh baya itu lagi.

"Tentu saja tidak, aku tidak segila itu untuk melanjukannya, selain itu ... kita tidak selamanya dapat menerima kenyataan, barangkali saat aku melakukannya aku justru semakin terlilit rantai dendam."

"Syukurlah," perempuan paruh baya itu tersenyum

"Kau tumbuh menjadi gadis yang tangguh Areolla, kuharap suatu hari kau temukan kebahagiaanmu sendiri." Lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Areolla.

Areolla memejamkan matanya sebab efek anestesinya masih sangat menyakitkan. Meskipun begitu dia tetap tersenyum simpul

"Gamenya akan segera di mulai," ucapnya dalam hati.

Sementara sepasang orang tua itu saling memeluk pinggang. "Dia tumbuh seperti ibunya ya," lirihnya sembari menyenderkan kepala di bahu pria paruh baya itu.

"Ya ... cantik dan bijaksana, andai dia tau kebenaran tentang orangtuanya." Jawab pria itu di susul dengan anggukan dari si wanita sebagai respon setuju.

"Mungkin sebaiknya kita keluar," ajak pria pemilik manik coklat gelap

RF 2018 [Pindah Platform]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang