Dulu, kata 'kita' laksana kereta menuju neraka.
Kini, apa boleh aku berharap, bahwa kata 'kita' tengah berjalan menuju surga?
.
.
.Lost and Got
.
.
.
"Lepaskan aku!"
Pria itu berlagak tuli, mengabaikan tangis serta teriakan sang kekasih yang membabi buta. Kemeja serta jas hitamnya telah tanggal di lantai, sementara dasinya yang berwarna merah padam berada dipergelangan tangan si gadis.
Gaara menguatkan ikatan dasinya agar tangan Hinata tidak bisa lagi memukulnya. Dengan sekuat tenaga, ia membawa tubuh Hinata mendekat ke arah kepala ranjang. Ujung dasi itu kini terikat pada ranjang kayu yang kokoh, kian mempersulit kedua tangan Hinata menampar pria didepannya.
Kekasihnya yang bak bajingan itu.
"Kubilang lepaskan aku, Gaara!" Hinata menendang tubuh Gaara yang mencoba mendekatinya lagi, namun Gaara menahan betisnya dan justru menaiki ranjang. Air mata Hinata menggenang, ketakutannya kian menjadi ketika mata Gaara dikaburkan kabut gairah. "Biarkan aku pergi! M-menjauhlah!"
Gaara mencengkeram betis Hinata sekuat tenaga, pekikan panjang memenuhi ruang apartemennya saat kuku-kukunya menusuk kulit pualam milik sang kekasih. "Tutup mulutmu agar semuanya cepat selesai! Yang perlu kau lakukan hanyalah menurut dan diam, Hinata!" pekik Gaara, urat-urat emosi tampak dengan jelas diwajahnya yang rupawan.
Mengabaikan rasa sakit pada betisnya, Hinata mencoba menendang lagi. Persetan jika kali ini Gaara memotong kakinya dengan kapak, Hinata kelewat cua untuk peduli. Justru, akan lebih baik jika Gaara membunuhnya saja agar tubuhnya tidak dinodai. Demi Tuhan, Hinata lebih suka mati daripada diperkosa seperti ini.
Tangan Hinata yang terikat bergerak ke sembarang arah, tubuhnya menggelinjang, kakinya kembali menerjang Gaara yang tengah membuka celana. Teriakan pula ronta keluar dari bibir Hinata yang robek, ulah Gaara yang menamparnya sebelum membantingnya keatas ranjang.
Satu demi satu penolakan kembali terlontar tatkala Gaara menyingkap roknya. Hinata menangis histeris dengan wajah memerah, tenaganya tak lagi tersisa untuk mendepak wajah Gaara yang dibutakan nafsu semata. "Kumohon, lepaskan aku!" Suaranya memelan, air matanya luruh saat Gaara membuka kakinya lebar-lebar. "Lepaskan aku, Gaara!"
"Diamlah, jalang!"
Ah!
Hinata membuka matanya lebar-lebar. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya saat baru saja terbangun dari mimpi. Sebuah mimpi laknat hasil dari ingatannya lima tahun silam, proyeksi menjijikkan itu kembali melintasi alam bawah sadarnya.
Tubuh Hinata bergetar pelan--tremor menjalari jari-jemarinya yang hendak mengambil obat di dalam nakas. Sebuah pil berwarna kuning pucat masuk ke dalam mulutnya, kemudian disusul air putih yang sudah tersedia di atas nakas. Hinata mengatur napasnya yang tidak terkendali, ritmenya yang terlalu cepat justru membuatnya sesak. Ia memejamkan mata dan mencoba tidur lagi.
Namun, mata Hinata tak mampu menutup, sebab mimpi itu bak rekaman video yang diputar saat matanya terpejam.
Hinata mengusap keringat yang membasahi wajahnya, lantas menyentuh dada kiri--tempat jantungnya berdetak dengan keras. Sensasi ini mengingatkannya atas kejadian lima tahun lalu, tepat ketika Gaara meninggalkannya dipagi hari selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost And Got
FanfictionMereka hanya dua orang asing yang dihubungkan melalui seutas benang takdir. Namikaze Naruto--pria pengidap geliophobia dengan seribu luka masa lalu--nyatanya dipertemukan dengan wanita pemilik satu juta lara, Hyuga Hinata. Namun, siapa yang menyangk...