4 - Viewpoint

2.9K 411 22
                                    

Hinata memasuki kamar hotelnya dengan langkah menggebu, pintu berwarna cokelat itu tertutup secara kasar hingga menimbulkan suara menggelegar. Persetan jika staf ataupun tetangga hotel mengajukan komplain atas tindakannya, justru akan lebih bila ia sekalian dideportasi ke luar negeri!

"Dasar sialan! Aku sudah menunggu selama dua jam dan dia justru mengusirku?"

Andai saja di dunia ini tidak ada rasa sakit, Hinata sangat ingin meninju cermin di depannya hingga pecah. Naruto sialan itu tidak hanya mengacaukan hari Minggunya, tapi juga menyakiti perasaannya dengan diusir seperti tadi!

Apa Naruto pikir ia tidak punya hati?!

•••

[ Minggu, 19.00 ]

.

"Aku sudah mencari apartemen sesuai referensi yang kau berikan. Dan ya ... aku akan menempatinya besok pagi."

Sakura meletakkan cangkir tehnya diatas tatakan berbahan porselen. Sebuah kue berwarna layaknya pelangi tersaji di hadapannya, beberapa menit lalu seorang waitress meletakkan disana beserta cinnamon roll kesukaan Hinata. "Benarkah? Yang ada di daerah mana?"

"Yao. Dari yang aku lihat, tempatnya nyaman dan bagus." Hinata melahap sepotong cinnamon roll, rasa manis yang tidak berlebih memanjakan lidahnya di cuaca sehangat ini. "Harganya sesuai kualitas, tapi tidak apa-apa."

"Astaga, sedang menyombongkan diri karena saldo di rekeningmu memiliki angka nol yang banyak?"

Hinata mengernyit, mulutnya tidak berhenti mengunyah. "Aku tidak bilang begitu."

Sakura justru dibuat menghela napas. Tidak heran bila Hinata berkata seenteng itu saat mengatakan menyewa apartemen di Yao——apartemen paling mahal yang ia tawarkan. Hinata itu berasal dari keluarga Hyuga, yang beberapa tahun lalu perusahannya amat berkuasa dibawah kepemimpinan Hyuga Hiashi, ayah Hinata sendiri. Namun sebab kecelakaan mobil, Hyuga Hiashi dan Hyuga Neji——kakak Hinata——meninggal ditempat. Sehingga seluruh warisan diserahkan sepenuhnya pada Hinata. Jadi, maklum-maklum saja bila Hinata menganggap enteng harga sewa apartemen tersebut, harganya mungkin tidak menyentuh 1 persen kekayaannya.

"Oh, ya. Tadi bagaimana dengan Naruto? Dia baik-baik saja, 'kan?"

Hinata mendecih pelan. Seharusnya pertanyaan itu ditujukan untuknya, bukan untuk si pirang sialan. "Kau sungguh kurang ajar karena meninggalkanku bersamanya, Sakura." Untuk yang kedua kalinya, Hinata mendecih saat mendengar sahabatnya tertawa. "Dia mengusirku seolah aku adalah hama. Dia juga menyalahkanku karena fobianya kambuh. Aku tahu aku salah, tapi, Ya Tuhan. Dia benar-benar orang gila yang arogan."

Sakura cukup terkejut atas pengakuan Hinata. Ia memang tahu bila Naruto sangat anti dengan perempuan, tapi tidak menyangka akan mengusir Hinata yang sudah menunggunya hingga bangun. "Dia sungguh mengusirmu?"

"Menurutmu aku bercanda?"

Kepala berwarna merah muda itu menggeleng, ujung rambutnya berjuntaian di atas bahu. "Bukan seperti itu, aku hanya terkejut. Tapi ya ... tolong maklumi saja. Temperamennya sedikit sulit dikendalikan setelah fobianya kambuh," jelasnya, amat berharap bila Hinata sudi memaafkan tindakan Naruto. "Apa kau ingin mendengar cerita tentang masa lalunya?"

Hinata menatap Sakura dengan skeptis, setengah tidak percaya jika Sakura justru akan mendongeng ketika ia menyuarakan kejengkelannya. Lagipula, Hinata mengenal Naruto hanya sebatas nama, pun tidak ingin mengenal lebih jauh lagi. Tidak ada gunanya jika Sakura menceritakan kisah perjalanan hidup orang asing padanya, ia tidak tertarik sama sekali. "Kau melakukan ini agar aku merasa iba dan memaafkannya?"

Lost And GotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang