Pernah, kan? Bertanya-tanya tentang bagaimana keadaan esok hari? Tentang apa yang dijalani hari ini, tentang apa yang terjadi hari ini. Apakah akan berdampak untuk hari-hari berikutnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul seketika dalam kepala Carrisa. Membuatnya berpikir lebih keras, menjadikannya seorang perempuan yang selalu ingin merdeka. Perempuan yang mempunyai buku kamusnya sendiri. Semua harus sesuai aturannya, dan semua harus tetap pada jalannya. Keras kepala, ya?
Biar begitu, Carrisa bukan perempuan yang serta-merta menutup diri. Ia tetap berbaur, ia tetap bersosialisasi. Tapi, bukan untuk bisa dekat dengan semua orang. Ia cuma butuh beberapa saja, yang akan benar-benar ia percaya. Bahkan, hingga detik ini yang tercatat hanya Meira, Bi Endah, dan Pak Hendar—yang mampu membuat dirinya dapat berbicara jujur soal apa saja menyangkut perasaannya.
Bagaimana soal kisah cintanya?
Sebuah pembahasan yang sangat malas dibahas olehnya. Pembahasan yang selalu merujuk pada, "Sudahlah, ganti topik saja." Baginya, cinta adalah perasaan yang sangat sakral dan penuh hati-hati. Sudah beberapa kali Meira membawakan laki-laki untuknya, dan hasilnya? Nol besar!
Lantas, bagaimana?! Semua terus kembali pada banyaknya tanda tanya. Apakah akan ada laki-laki yang mampu meruntuhkan tembok tebal dalam hati Carrisa? Apakah ada laki-laki yang membuatnya punya alasan untuk begitu bahagia?
Meira saja masih terheran-heran, kenapa Carrisa bisa dekat dengan laki-laki tapi tidak bisa jatuh cinta? Dari semua laki-laki yang ia kenalkan padanya cuma berakhir hanya sebatas dekat saja. Sering kali Meira mendengar, "Kalau untuk sekadar teman sih boleh, tapi untuk lebih? Kayaknya enggak deh."
Hal itu membuat Meira berhenti membawakan laki-laki untuknya. Biar semua jadi urusan Carrisa. Mungkin, akan ada waktu di mana Carrisa bertemu seseorang yang akan berjanji untuk menjaganya. Membuat Carrisa dapat lebih menikmati hidup dengan perlahan. Mencuri waktu sedikit untuk jeda sebentar dari semua yang ingin dikejar.
"Terus, kira-kira kapan lo bisa jatuh cinta, Ris?"
"Kita enggak pernah tau Mei, yang jelas semua pasti bakalan ada waktunya. Kita juga enggak bisa benar-benar menebak setiap orang yang datang tujuannya apa. Entah baik, atau malah buruk? Entah kebetulan, atau memang takdir? Semua masih dalam bentuk tanda tanya. Dan jawabannya, enggak harus ada sekarang."
Karena semua yang masih berbentuk tanda tanya.
Harus menemukan sebaik-baiknya jawaban.
Kapan? Biar semesta yang mengirimkan.
-Carrisa Abigail, 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda tanya
General FictionTentang banyaknya pertanyaan yang mengisi kepala, mengisyaratkan sesuatu yang bertuju pada satu hal. Terus berpikir sebelum akhirnya mengambil langkah. Seperti mencari jalan pada sebuah permainan papan. Maju atau mundur, disesuaikan dengan keadaan.