Carrisa, Meira, dan Pak Hendar masih berbincang-bincang bersama. Sampai matahari lenyap, langit pun kian temaram. Suasana itu adalah momen yang cukup membuat Carrisa hanyut dalam tawa yang tak pernah lepas dari wajahnya. Pak Hendar juga senang-senang saja bercengkerama dengan dua mahasiswi yang sering belanja di warungnya ini.
Jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Terlihat masih banyak mahasiswa-mahasiswa yang masih mondar-mandir keluar masuk kampus. Memang di kampus Carrisa dan Meira ini lumayan bebas. Apalagi cukup banyak kegiatan mahasiswa yang diadakan malam hari. Tapi tidak sedikit juga yang memang sengaja untuk mengerjakan tugas sampai malam karena fasilitas internet kampus cukup memadai.
Tiba-tiba, dari dalam kampus ada seseorang yang baru saja beranjak keluar. Dengan membawa drawing tube yang penuh stiker itu, sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah laki-laki yang selama ini membuat Carrisa dihantui kesalahan. Mata Carrisa tertuju pada laki-laki itu dan kali ini iya ingin meminta maaf untuk yang kedua kalinya. Ia lantas menyuruh Meira untuk menghadang dan mengajaknya mampir ke warung Pak Hendar. Karena ia takut, jika ia yang menghampirinya justru malah membuat laki-laki itu semakin muak dengannya.
"Mei...Mei i-itu orangnya." Carrisa menepuk-nepuk paha Meira memberi isyarat bahwa Meira harus cepat-cepat melihat.
"Siapa sih Ris?" sontak Meira memalingkan wajah untuk mengetahui apa yang dimaksud oleh Carrisa.
"Itu laki-lakinya, tolooooong dong hadang dia terus ajak ke sini, mau ya Mei? Mau dong yaaaaa..." Carrisa meminta tolong Meira untuk menghadangnya, dan mengajaknya ke warung Pak Hendar.
Memasang wajah melas, Meira akhirnya mau untuk menghadang laki-laki itu. "Dih melas banget lo hahaha, yauda iya sebentar." Jawab Meira mengiyakan permohonan Carrisa.
Meira lalu bergegas menghampiri laki-laki itu, dan secara tiba-tiba Meira melompat ke hadapan laki-laki itu bak agen CIA yang sedang menciduk buronannya. "Heitsss, mau ke mana lo?" Dengan nada yang sok asik ini Meira benar-benar menghadangnya dengan sempurna.
"Lah, Mei? Belom balik lu?" tanya laki-laki itu kepada Meira. Ternyata, Meira dan laki-laki ini saling mengenal. Mereka tinggal di komplek yang sama. Hanya berbeda blok saja, itu lah mengapa Meira mudah sekali menebak siapa laki-laki yang ribut dengan Carrisa.
"Belom, tuh masih nongkrong sama temen gue. Ikut yuk, gue tau lu ribut kan baru-baru ini sama cewe. Itu orangnya di sana, dan dia temen gue." Pinta Meira kepada laki-laki itu sembari menunjuk ke arah warung Pak Hendar.
"Dih, males banget gue."
"Ayolah, dia mau minta maaf sama lu. Dia gak akan berhenti sebelum lu jawab 'iya'." Pinta Meira sekali lagi dengan wajah yang memelas.
"Yaudah iya, sebentar aja ya gue mau pulang. Capek banget."
"Oke!" jawab Meira enteng.
Meira dan laki-laki itu kemudian berjalan menuju warung Pak Hendar. Carrisa yang melihat itu cuma bisa menundukan kepalanya. Ia sangat malu sekali ketika laki-laki itu lama kelamaan semakin dekat dengannya. Laki-laki itu pun sekarang sudah hadir di depan hadapannya. Carrisa yang masih tertunduk belum mau berbicara apa-apa. Pak Hendar juga memutuskan untuk masuk ke warungnya supaya tidak mengganggu.
"Nih ris, orangnya udah gue bawain." Ucap Meira memberi tahu bahwa laki-laki itu sekarang ada di hadapan Carrisa.
"..." Carrisa diam.
"Kenapa? Ada apa?" tanya laki-laki itu pada Carrisa.
"G-gue minta maaf, ya? Gue ngaku salah." Dengan suara yang super pelan, Carrisa meminta maaf kepada laki-laki itu dengan kepala yang masih tertunduk malu.
"Kalau minta maaf liat orangnya dong, masa nunduk sih." Jawab laki-laki itu dengan cengengesan.
Akhirnya Carrisa mendongak, dan menatap laki-laki itu. Ia kemudian berdiri dan meminta maaf ulang untuk yang ketiga kalinya dengan berani menatap wajah laki-laki itu. Sembari menyodorkan tangannya, gayung pun bersambut. Kini Carrisa dan laki-laki itu sudah saling memaafkan. Drama yang beberapa hari belakangan membuat tidur Carrisa kurang tenang sekarang sepertinya tidak akan ada lagi. Laki-laki itu juga sekaligus dengan senang hati memperkenalkan dirinya.
"Gue Binara, Binara Adinugroho."
"Gue Carrisa, Carrisa A..." Carrisa juga memperkenalkan dirinya. Karena suasana agak sedikit tegang, Meira memotong perkataan Carrisa. "ABIDIN!! CARRISA ABIDIN HAHAHAHA.." Seketika suasana cair akibat ulah Meira.
"HAHAHA, serius? Carrisa Abidin?" tanya Binara terhadap Carrisa.
"Ih bukaaaan, bukan Abidin, tapi Abigail. Carrisa Abigail." Jawab Carrisa berusaha meyakinkan Binara jika nama panjangnya bukan Abidin.
Setelah perkenalan yang cukup menggelitik itu, tiba-tiba Pak Hendar keluar sembari membawa beberapa makanan ringan. "Nih neng, sama akang. Saya ada makanan kecil. GRATIS!!!" ucap Pak Hendar dengan wajah yang sumringah. Tidak banyak, tapi cukup untuk dinikmati berempat.
"WAAAAAH TERIMA KASIH!!!" jawab Carrisa, Meira, dan Binara kompak.
Binara lantas yang mengurungkan niatnya untuk segera pulang. Kini ia justru malah mendadak akrab dengan Carrisa, Meira, dan Pak Hendar. Mereka berempat larut dengan riuhnya malam yang masih dihiasi banyak kendaraan berlalu lalang. Warung Pak Hendar ini seakan menjadi tempat yang pasti penuh tawa. Maka dari itu Carrisa, dan Meira tidak pernah kecewa ketika menyambangi warung Pak Hendar. Terlebih lagi Binara yang mudah melebur dengan suasana.
Jam menunjukan pukul sepuluh malam. Semilir angin yang menusuk tidak menggentarkan mereka. Karena saat itu, warung Pak Hendar terasa lebih hangat dari biasanya. Perbincangan terus berlanjut. Tawa mereka seakan tak pernah padam. Tapi, karena malam sudah sangat larut, Carrisa memutuskan untuk pulang.
"Eh, gue cabut dulu, ya? Mei, Binara, Pak Hendar," Carrisa lantas pamitan dan bersiap-siap untuk memesan ojek online. Namun, sebelumnya Carrisa sempat mengajak Meira untuk bareng dengannya. "Mei, lo bareng gue gak? Kalau iya, nanti gue pesennya taksi online aja. Tenang, biar gue yang bayar." Tanya Carrisa kepada Meira.
"Enggak deh, gue bareng Binara aja nih. Ya, kan?" jawab Meira sembari melirik Binara.
"HAH?! BARENG GIMANA?!" Carrisa terkejut dengan pernyataan Meira barusan.
"Hmm, j-jadi gini, gue sama Binara ini satu komplek. Cuma beda blok aja hehehe, dan gue juga udah kenal lama." Jawab Meira dengan perlahan memberi penjelasan kepada Carrisa.
"Oh, pantesan lu gampang banget nyari informasi nih orang!" dengan nada yang sedikit kesal akhirnya Carrisa pergi meninggalkan Meira dan Binara begitu saja. Ia kemudian memesan ojek online dan kebetulan driver ojek di dekat kampus masih lumayan ramai. Enggak perlu waktu lama, driver ojek yang ia pesan datang. Carrisa pulang sembari menggerutu di sepanjang perjalanan. Ia berpikir bahwa Meira mempersulit dirinya saja untuk meminta maaf. Padahal menurut Carrisa, jika ia dikenalkan lebih awal—ia enggak perlu capek-capek menunggu di DPR, dan enggak akan ditarik-tarik paksa oleh Binara sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda tanya
General FictionTentang banyaknya pertanyaan yang mengisi kepala, mengisyaratkan sesuatu yang bertuju pada satu hal. Terus berpikir sebelum akhirnya mengambil langkah. Seperti mencari jalan pada sebuah permainan papan. Maju atau mundur, disesuaikan dengan keadaan.