"Pak! Cepat sedikit dong!" Carrisa menepuk-nepuk pundak ojek online yang ditumpanginya.
"I-iya dek, maaf ya." Jawab bapak ojek online dengan nada pelan dan agak cemas.
Carrisa sedang ada seminar di kampusnya, dan kebetulan ialah yang menjadi panitia. Tergabung dalam seksi konsumsi, sebagai seseorang yang berusaha siap siaga menyiapkan segala hal matang-matang. Ia terus tidak bisa diam di atas motor, sibuk berulang-ulang menghitung konsumsi yang kemudian disandingkan dengan data orang-orang—yang akan hadir. Sebagai perempuan yang ambisius, ia memang cukup aktif dalam organisasi kampus. Meski begitu, ia tidak memiliki banyak teman. Mungkin, untuk seseorang seambisi Carrisa, yang lain enggan mengajaknya bercanda walaupun tidak dalam situasi serius. Karena bagi Carrisa, kunci kehidupan itu adalah serius. Makanya, ketika orang lain banyak yang bilang bahwa "hidup mah jangan serius-serius amat! Nanti gak bisa menikmati." Bagi Carrisa, itu sama sekali tidak berlaku. Enggak ada kutipan seperti itu yang tertera pada kamus khusus Carrisa.
***
Tepat pukul delapan pagi, Carrisa sampai di kampusnya. Dengan semangat '45' ia bergegas menuju aula. Mengeluarkan almamater serta nametag yang tertulis namanya. Menandakan bahwa ia seorang panitia acara yang akan menyukseskan seminar tersebut. Di aula, sebagian panitia sudah mulai sibuk dengan divisinya masing-masing. Begitu juga dengan Carrisa. Memasang wajah yang agak galak, ia kemudian bertanya pada seksi konsumsi yang lain.
"Coba dicek, tadi gue ngitung di jalan kira-kira makanan harusnya ada 150box." Dengan nada lantang, Carrisa sangat yakin atas hitungannya.
"Iya Ris, ini udah aman kok."
"Terkendali, liat aja tuh bungkus lontongnya juga masih pada ijo."
"Oke, berarti kita tinggal lapor sama ketua pelaksana aja." Jawab Carrisa dengan lega.
Sekitar 15 menit kemudian seminar dimulai. Para peserta seminar mulai berdatangan, wajahnya seakan memberikan tanda. Mana yang datang untuk ilmu, dan mana yang datang untuk sekadar dapat sarapan. Tapi, kadang acara enggak selalu berjalan dengan lancar, kan?
Benar saja, tiba-tiba petaka keluar, peserta yang berdatangan ternyata lebih dari yang sudah terdata. Alhasil, makanan kurang dan sebagian peserta mengeluh. Carrisa saat itu malu, ia merasa kinerjanya buruk sekali. Terus-terusan menyalahkan diri sendiri. Karena ini adalah kesalahan pertama kalinya yang ia alami selama menjadi panitia. Ia hanya bisa tertegun dan merasa sangat gagal. Karena sebagai perempuan yang sudah sangat hati-hati, ia merasa dirinya telah jatuh ke dalam palung kekecewaan. Kecewa atas dirinya sendiri. Sedihnya kian berlarut-larut. Seketika ia keluar aula dan berlari ke arah taman kampus. Duduk, dengan napas yang terengah-engah berusaha menenangkan diri. Hal itu justru membawanya pada seorang laki-laki yang tiba-tiba menghampirinya. Dengan rambut agak panjang, flanel lecek, totebag, dan membawa drawing tube yang dipenuhi stiker itu jelas menggambarkan mahasiswa fakultas seni rupa. Sembari membawa snack box, laki-laki itu sampai persis di depan wajah Carrisa yang sedang tertunduk.
"Nih, masa ngurus makanan gak makan sih."
"Siapa lo? Kenapa dikasih gue makanannya." Carrisa mendongakkan kepalanya, melihat sumber suara dan menanggapi laki-laki itu dengan ketus.
"Udah makan, ini kan makanan dari seminar yang lo urus juga."
"T-tapi... kan.."
"Kelamaan, nih lontongnya, ini cabenya." Wajah yang sedikit cengengesa, laki-laki itu memaksa Carrisa serta memberi tahu nama makanan yang ia ambil dari dalam snack box kepunyaannya. Bak mengajarkan anak TK yang baru mengenal makanan, laki-laki terlihat sangat sabar memahami keadaan hati Carrisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda tanya
General FictionTentang banyaknya pertanyaan yang mengisi kepala, mengisyaratkan sesuatu yang bertuju pada satu hal. Terus berpikir sebelum akhirnya mengambil langkah. Seperti mencari jalan pada sebuah permainan papan. Maju atau mundur, disesuaikan dengan keadaan.