2

295 111 20
                                    

-Author POV-

Sudah hampir tiga tahun gadis berusia 26 tahun itu terus mengurung diri di rumah kecilnya. Memorinya terjebak dalam bayang - bayang masalalu yang seakan tak pernah bosan menghantui hidupnya.

Dunia telah kehilangan satu seniman terbaiknya. Ya, Bella Dwyne. Tidak ada satu orang pun yang tahu jika gadis itu ternyata masih hidup setelah berjuang melawan kematian dalam kesendirian.

Saudaranya, orang tuanya, sahabatnya, bahkan kekasihnya tidak tau dimana gadis ini berada. Ratusan bahkan ribuan artikel telah menyebarkan berita bahwa seniman muda berbakat satu ini telah hilang bagai ditelan bumi.

Tragedi mengenaskan 3 tahun silam itu telah merenggut kedua mata Bella. Mata yang digunakannya untuk melihat, mata yang digunakannya untuk berkarya hingga menghasilkan karya - karya yang luar biasa. Mata yang dulu selalu dipuja banyak lelaki dan ditatap iri oleh ribuan wanita diluar sana karena keindahannya yang tak kalah dengan birunya samudra.

"Lala." Panggil seorang wanita berumur sekitar akhir 40-an kepada Bella. Gadis itu menoleh kearah sumber suara. Bella tersenyum tipis mendengar namanya yang kini sudah berubah menjadi 'Lala' karena ia memang ingin menyembunyikan identitasnya dari dunia luar.

Iris, wanita yang sudah memperlakukan Bella seperti anaknya sendiri itu merupakan sosok penyelamat yang sudah membantu Bella melewati ambang kematiannya. Kini, Bella tinggal bersamanya karena ia tidak ingin kembali ke mansion mewahnya dengan keadaan seperti ini. Dia tidak ingin dunia tahu bahwa sekarang, Bella Dwyne sudah menjadi sosok yang sangat menyedihkan.

"Kapan kau akan diam terus seperti ini nak? Apa kau tidak ingin pulang ke rumahmu? Keluargamu pasti sangat merindukanmu." ucap wanita tua yang bernama Iris.

"Apa aku membebanimu bu?" Tanya Bella dengan tatapan kosong.

"Tidak. Tentu saja tidak. Tapi aku ini dulu juga seorang orang tua. Aku tau bagaimana rasanya kehilangan anak yang sangat kusayangi." jawab Iris dengan mengusap rambut Bella dengan sayang.

"Mereka tidak akan merindukanku Bu. Mungkin mereka sekarang sedang berpesta karena telah kehilanganku." jawab Bella dengan nada putus asa.

Hubungannya dengan kedua orang tuanya memang tidak terlalu baik. Ayahnya adalah seorang CEO ternama, Wilson Dwyne. Dia merupakan sosok ayah yang tidak terlalu dekat dengan anaknya. Gelarnya sebagai presdir seakan - akan memberi jarak antara hubungan ayah dan anak - anaknya. Bahkan sejak kecil Bella sudah sangat jarang bertemu ayahnya karena ayahnya selalu bertugas keluar negeri. Dan jikapun mereka berkumpul dalam satu meja makan, yang dibahas ayahnya hanyalah bagaimana nanti anak - anaknya harus ada yang mau meneruskan bisnisnya.

Sedangkan ibunya, Metta Dwyne, juga sama - sama tak peduli padanya. Ibunya merupakan figur ibu - ibu sosialita yang menghabiskan waktunya untuk berbelanja dan liburan kesana kemari demi konten sosial media. Selain itu, ibunya juga selalu membanding - bandingkan dia dengan kakaknya, Joseph Dwyne. Ibunya tidak pernah menganggapnya sebagai anak. Karena bagi ibunya, anaknya hanyalah putra kesayangannya.

"Bagaimanapun juga mereka adalah keluargamu. Mereka juga berhak mengetahui bagaimana keadaanmu saat ini." jawab Iris dengan lembut.

'Apakah ini sudah waktunya untukku kembali?' batin Bella dalam hati.

"Baiklah aku akan mencoba bertemu keluargaku, Bu." jawab Bella dengan tersenyum kepada orang yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Atau mungkin lebih. Karena selama ini ibunya kandung saja tak pernah mengharapkan kehadirannya.

"Aku akan mengantarkanmu pada mereka nak."
_________________________________________________

Kakinya kini telah kembali terpijak pada lantai mansion mewah yang dulu sempat disebutnya sebagai 'rumah' setelah sekian lama Bella bersembunyi.

My Precious Mistake [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang