Aluna menatap bangunan besar yang berada beberapa meter ditempatnya berdiri, ia meneguk salivanya dan berusaha mengontrol detak jantungnya. Matanya beberapa kali menatap remaja seumurannya tertawa bersama rekannya, gadis itu menghela napas.
"Apa ini Blue Moon Academy?" Cicit Aluna sambil menunduk, jari jarinya saling bertauttan.
Bagas mengangguk, "Apa kau masih takut?"
Aluna menatap keempat pemuda yang menatapnya, tatapannya teralihkan ketika melihat Aiden yang sedang menatap bangunan besar dihadapannya kagum, tangan mungil anak itu digenggam oleh Alex.
"Sedikit." Aluna menutup matanya, gadis itu kembali menatap keempat pemuda itu sambil tersenyum "Setidaknya aku masih memiliki kalian dan juga Aiden." Tatapannya kembali menatap Aiden yang juga menatapnya, anak kecil yang beberapa jam lalu harus dia angkat menjadi anaknya, Aluna tidak tau apakah pilihannya benar ato tidak yang Aluna tau ia tidak ingin Aiden merasakan sakit seperti apa yang ia rasakan dulu.
"Bunda." Anak itu berjalan menuju Aluna, ia memegang tangan Aluna dan menatap Aluna sambil memperlihatkan cengirannya "Aiden Lapar." Aluna terkekeh, ketika mendengarkan ucapan polos Aiden.
"Kau anak yang nakal." Tangannya mencubit pipi gempul Aiden, setelah itu menatap keempat pemuda yang masih menatapnya "Tunggu apa lagi?" Ia memperlihatkan senyumnya.
Ando keluar dari persembunyianya dan berjalan santai meninggalkan mereka "Dasar." Bastian mengikuti Ando dan disusul oleh Bagas.
Alex menatap Aiden yang masih menggenggam tangan Aluna "Kau tidak ingin bersama paman?" Tanya Alex, anak itu menggeleng.
"Aku ingin bersama Bunda." Anak itu menarik Aluna dan mengikuti ketiga pamannya meninggalkan Alex sendirian disana.
Aluna terkekeh, tangannya bergoyang tanda untuk Alex segera mengikuti mereka. Pemuda itu menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah Aiden, ia berjalan keluar mengikuti keempat remaja dan satu anak kecil yang berjalan menuju Blue Moon Academy.
Banyak pasang mata menatap kelima remaja dan juga anak kecil yang baru saja masuk, namun mereka lebih menatap kearah gadis berambut hitam pekat dengan anak kecil yang saat ini ia genggam.
"Bunda, Aiden risih." Anak itu mempererat genggamannya ketika beberapa pasang mata menatapnya.
Aluna mengelus puncak kepala Aiden, Ia sama halnya dengan Aiden Risih ditatap begitu lekat membuatnya kesal "Aiden---"
"Tatap mereka dengan tajam Aiden, paman sudah mengajarkanmu dihutankan?" Ando menyela ucapan Aluna.
Aiden menatap pamannya dan sedetik kemudian kepala anak itu terangkat dan menatap tajam beberapa pasang mata yang sedari tadi membuatnya risih.
Bagas menepuk tangannya "Kau benar-benar paman yang mengerikan." Pemuda itu terus menatap Aiden, tatapan anak itu bahkan lebih tajam dari pada tatapan Ando.
Aluna berhenti melangkah ketika seorang gadis berhenti dihadapannya "Hei gadis jelek, apa kau tidak melihat fisikmu yang buruk itu? kau gadis bitch." Ia tertawa.
Bastian mendengus "Abby bisakah kau minggir? Kami ingin menemui Mrs. Anna."
Gadis itu menatap Bastian dengan tatapan genitnya, ia berjalan menuju Bastian dan merangkul lengan pemuda itu "Apa kau tidak liat wajahnya? Kau tidak disihirkan?" Abby menatap tajam Aluna.
Bastian menepis kasar tangan Abby "Kau---"
"Kau nenek busuk, wajahmu menjijikan untuk dipandang." Aiden menatap tajam Abby, anak itu berdiri dihadapan Aluna.
Bagas menatap Ando yang tersenyum miring "Kau yang mengajarinya?" Ia menggelengkan kepalanya tak percaya saat Ando mengangguk.
"Dia masih bocah, dan kau--"
"Hanya untuk berjaga jaga, kau tau disini kita tidak bisa menjaga Aluna secara terus menerus itu hanya akan membuat kecurigaan dari para penghuni Academy." Sela Ando.
Bagas menggangguk paham "Baiklah, yg terpenting kau tidak mengajarinya tentang berh---"
Alex menyentik kening Bagas "Kau jorok." Pemuda itu menatap antek antek Abby "Minggir secara halus ato kalian ingin main kekerasan?" Pemuda itu menaikkan alisnya.
Abby menatap Aiden tajam dan setelah itu pergi meninggalkan mereka. Aluna menggendong Aiden "Bunda tidak ingin kau mendapati masalah disini, kau tau itukan?" Ia menatap Aiden yang mengangguk.
"Aiden tidak suka mereka menjelekkan wajah Bunda." Mata anak itu memerah menahan tangis, ia memeluk Aluna.
Aluna menghela napas, ia mengelus punggung Aiden menenangkannya "Anak bunda tidak cengeng kan? Sekarang tatap Bunda."
Aiden menatap Aluna dengan sisa-sisa air matanya "Maafkan Aiden." Aluna menghapus air mata Aiden, ia mencium kening Aiden dan menatap wajah anak itu.
"Aiden tidak salah dan jangan pernah menjadi anak cengeng." Aiden mengangguk, ia mencium pipi Aluna.
"Kalian rupanya." Pria berumur dengan kacamata dimatanya menatap mereka dengan tajam.
Bagas menelan salivanya sedangkan Aluna yang tidak tau apa apa menatap keempat pemuda dengan tatapan bertanya.
"Pergi tanpa pamit dan kembali tanpa penyesalan." Pria itu beralih menatap Aluna dan Aiden secara bersamaan "Apa nona yang membawa mereka kemari? Jika iya maka nona boleh kembali dan saya sangat berterimakasih." Pria itu menunduk, dan kembali menatap tajam Bagas yang berusaha menghindari tatapannya.
Bagas cengengesan "Kami kemari ingin bertemu Mrs. Anna, Mr. Rafa." Bagas tersenyum, berusaha membuat pria paruh baya dihadapanya percaya.
Mr. Rafa menaikan alisnya "Baiklah," Pria itu berbalik dan pergi.
Bagas menghela napasnya "Segininya jadi aku, ribet bangat." Tangannya mengelus elus dadanya.
Alex terkekeh "Kau incaran semua Master disini, ingat itu Bagas." Bagas hanya bisa mengganguk lemah.
***
TBC
Vote Pliss')

KAMU SEDANG MEMBACA
THE EREOSTIKA
FantasíaNote : Hanya seorang Penulis Amatir:D __________________ Dunia Immortal, Dunia yang dulunya begitu saling menghormati dan menghargai kini berganti menjadi sebuah Dunia dimana mereka saling berselisih, mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Hamp...