BAB 5 - Pagi mengingatkan Masa SMA kami dulu.

13 4 1
                                    


|aku yakin, teman-teman paham betul bagaimana cara menghargai penulis🌟 Happy reading|

Pagi ini shavira bangun lebih awal. Ia akan pergi Jogging. Semalam Albar mengajaknya untuk pergi hari ini.

Kebetulan cuma ada satu jadwal di kampus, dan itu pun siang.

Awalnya Shavira mengajak pergi ke GOR H. Agus Salim, namun Albar memiliki pilihannya sendiri.

“Lebih asik di tepi pantai Vir, lari pagi dengan angin pantai, suasananya romantis,” dengan ajakan dari Albar untuk jogging di jalur pantai, Shavira menyetujuinya. Lagi pula sudah lama tidak jogging di sana.

Bukan karena ucapan dari Albar yang mengatakan suasana romantis, tapi memang angin pagi di pantai sangat menyegarkan.

Shavira mengenakan training dan hodie berwarna peach, sepatu sport sewarna dengan hodie nya, rambut di kucir. Tidak lupa dengan handphone dan earphone.

Ia sudah siap.

Hp Shavira bergetar.

Albaraq : ‘Udah siyap?’

Albaraq : ‘Aku sudah di depan,’

Albaraq : ‘Mudah-mudahan pagi ini bisa cinta sama aku ya, wkwk’

Pesan itu harus membuat Shavira tertawa pagi ini. ‘Apa harus ia menanyakan itu setiap hari?’.

Dari apa yang Shavira lihat, Albar memang tidak gentar mencari perhatiannya. Ia juga cowok yang to the point dengan perasaannya, Shavira suka dengan sifat Albar yang seperti itu. Dari pada yang suka malu-malu kadang juga membuat Shavira merasa jengah.

Maupun Albar sering mengatakan cintanya dengan cara seperti itu. Malah membuat Shavira bisa bersikap lebih santai padanya, karena Shavira bisa menganggap itu sebagai sebuah candaan dari teman untuk teman, Albar juga tidak memaksa Shavira untuk cinta dengan nya.

Shavira sudah mengatakan dulu, kalau ia belum bisa merasakan cinta dengan Albar, tapi cowok itu tetap gigih mengejarnya.

Setelah membalas pesan dari Albar dengan seadanya, Shavira keluar dari kamar. Tampak ibunya sedang memasak di dapur.

“Bu, Vira izin keluar dengan Albar, mau lari pagi.”

“Iya, hati-hati sayang.”

“Iya bu, Vira pegi dulu, assalamualaikum,” Shavira mengecup punggung tangan ibunya itu. Dijawab salam oleh ibunya.

Shavira berjalan ke arah pintu dan membukanya. Tampak Albar yang berdiri dengan jaket berwarna merah dan training hitam. Santai.

“Ibu mana?”

“Ada di dalam,”

“Tan, Al izin bawa Vira ya,” ucap Albar dari pintu berharap Ibu Shavira mendengarnya.

“Iya, jangan lupa dibalikin,”

“Hahaha, iya tan tenang aja, pasti dibalikin dengan selamat,”

“Emang aku barang apa?” ucap Shavira sambil menjitak pelan kepala Albar. Dibalas dengan cengengesan oleh Albar.

“Pergi dulu tan, assalamualaikum.”

Shavira dan Albar pergi dengan motor merah Albar.

Ramai sekali para insan bumi pagi itu, tidak hanya remaja, orang tua juga. Ada yang bersepeda, lari, atau cuma duduk- duduk menikmati angin pagi. Tidak hanya senja yang indah, pagi juga terlihat istimewa.

Angin pagi itu menusuk tulang. Dinginnya keterlaluan. Beginilah kota bengkuang, siang hari nya amat terangat panas, dan ketika pagi dan hujan, dinginnya menusuk batin. Cuaca memang tidak bisa di duga bukan. Apalagi dalam setiap kota, berbeda.

Sebening Cinta Dalam SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang