05; a u r i g a //

9 2 0
                                    

//kalau tidak bisa diajak bertahan, lepaskan.
memperjuangkan satu sangat membuang-buang waktu.//

📍

“HEH KALO JALAN PAKE MATA DONG!”

Sentakan itu membuat Senna mengerjap ngerjapkan matanya mencoba fokus, Tari yang di sebelahnya pun memilih diam tak menanggapi.

Yakin bahwa untuk urusan seperti ini Senna jauh lebih berpengalaman.

Didepan mereka ada cewek dengan polesan make up yang mencolok dan tangan yang dilipat di dada, tak ketinggalan mata dan wajah yang memerah menahan emosi. Disampingnya ada sekitar 3 manusia berjenis kelamin sama yang mengekor patuh, menatap garang yang mana malah memuat Senna menatap malas.

kacung!

Senna yang sedang tidak ingin berurusan lebih jauh hanya mengangkat bahunya acuh dan melenggang pergi. Tak lupa ditariknya tangan Tari menjauh dari cewek yang bahkan semua warga sekolahan tahu siapa.

Sonya.

Ratu Harappa.

Siapapun yang mengganggu tidak akan tenang hidupnya.

“URUSAN KITA BELOM SELESAI WOY!!!” Itu teriakan Sonya yang memekakkan telinga. Menggiring langkah mantap Senna yang semakin hilang di tikungan koridor

“Wah, calon bini gue berurusan sama cewek yang kemarin sob!” Tama menepuk kedua pundak temannya dengan heboh kemudian menunjuk enam orang cewek yang sedang bergerombol di samping koridor menuju kantin.

Mengabaikan tatapan geli siswa yang melihatnya penasaran. Para siswa yang sekedar lewat bahkan menyaksikan penuh minat aksi Sonya kali ini.

Namun, Tama mendesah kecewa ketika dilihatnya tak ada tanggapan berarti dari lawan bicara Sonya kali ini.

“Beuh, mantap. Sonya dicuekin bro bhahahaha,” Tawa Bobi mengudara yang mengundang senyum Gibran mengembang.

📍

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Membuat para siswa berlomba lomba mengemasi perlengkapan di meja mereka yang berserakan. Termasuk Senna dan Tari yang juga melakukan hal sama. Setelah semuanya keluar dan hanya bersisa mereka berdua, Tari melirik Senna sekilas dan mencekal tangan temannya itu.

“Kumpul basecamp gak?” Tari melepas cekalannya saat dirasa Senna sudah berbalik dan memfokuskan minatnya pada Tari.

“Nanti gue nyusul, dah dijemput Martin.”

“WOW, GILE TEMEN GUE CALON BOS!” Tari tak kuasa menahan tawanya yang selalu menyembur kala topik pembahasan sudah seputar Martin.

“Brisik lo.”

“Mau kencan jangan bête dong,” Tari tertawa cekikikan seperti setan dan menoel noel pundak Senna menggoda.

Sedangkan Senna hanya menatap malas.

Ponsel Senna berdenting, menandakan pesan masuk lagi. Namun Senna memilih buru buru keluar kelas lebih dulu meninggalkan Tari yang masih mengontrol tawanya mati matian.

Dilihatnya di dekat gerbang Harappa seorang cowok duduk di depan motor sport hijau-yang hampir sama dengan milik cowok kemarin. Yang berakhir dengan ia terciduk. Lengkap dengan masker hitam dan helm fullface hitam yang membuat Senna menarik senyumnya tak sadar. Cowok itu bahkan mampu sedikit mengurangi mood buruknya hari ini walaupun hanya karena datang menjemput. Melangkah mendekat dan cowok itu, Martin mengulurkan helm serta jaket di depan tubuh Senna yang diterima cewek itu dengan baik.

Tentunya.

“Biar nutup paha lo,” Diangguki Senna yang cepat paham, lalu mereka meninggalkan sekolah dengan desas desus baru bahwa Senna si kelas sebelas yang cuek dan tomboi sudah punya gandengan.

Siapa pula yang tak kenal Senna, cewek cantik tapi tomboy itu sering menorehkan prestasi saat kelas 10 namun juga sering masuk BK.
Masa yang masih indah, menurut Senna. Sekarang mah boro boro. Hidup sekali dibuat senang senang aja.

Yang menjemput Senna sudah menang gaya,

keren pula!

Siapa yang tak patah hati?

Walau cuek dan terkesan tidak peduli, banyak juga yang mengincar Senna untuk dijadikan pacar. Tampang Senna yang masuk kategori cantik, apalagi sifat pemberaninya yang patut diacungi jempol benar benar membuatnya cepat dikenal di Harappa.

Pernah beberapa kali ada yang menyatakan cinta dengan terang terangan namun malah berakhir mempermalukan diri sendiri karena Senna banyak tak menanggapi. Atau ketika cewek itu sudah buka suara, ia memilih menolaknya dengan tegas yang mana jelas menyakiti hati.

Namun fans nya tetap banyak meskipun banyak yang tertolak. Tari saja heran, mengapa hanya Senna yang memiliki fans bejibun sedangkan dirinya hanya dapat dihitung jari.

Biasanya Tari yang berada di garda terdepan untuk menyeleksi cowok cowok yang mendekati Senna. Macam bodyguard.

Dan Senna fine fine saja dengan itu. Toh, seleranya diketahui baik oleh Tari.

Gibran yang baru saja mengeluarkan motor gedenya juga sedikit terkejut saat di depannya ada motor dengan cewek aneh pengempes ban yang duduk tenang dibocengan seseorang.

Gibran,

tak peduli.

Ia lalu melajukan motornya membelah jalanan.

📍






gibran//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang