04; a q u a r i u s //

9 3 0
                                    

•••

//tenang. menjadi egois juga termasuk prinsip untuk bertahan hidup.//

📍

Gibran membukakan pintu dengan wajah ditekuk, kemudian melihat pacarnya—Renata di balik pintu yang langsung tersenyum ceria dan ngacir masuk ke apartemen Gibran dengan santai, seolah apartemen itu miliknya. 

Detik itu juga Gibran baru sadar, jika ia sekarang merasa terusik dan risih ketika Renata berada dalam zonanya.

Dulu, ia dan Renata adalah pasangan paling populer di Harappa. Gibran yang sempat berjuang mati matian dan Renata yang kemudian berhasil tercuri hatinya dengan mudah. Semua orang tau itu.

Bukan Gibran yang main nempel seperti perangko, tetapi Renata lah yang kemana mana megikuti Gibran seperti seolah jika sendiri itu nyeri.

Padahal kenyataannya Gibran memang selalu berteman sepi.

Dulu juga, ia tak merasa risih sekali pun terhadap aksi aksi Renata. Bahkan senang senang saja jika Renata merepotkannya. Pernah suatu ketika Renata sedang shopping bersama temannya, dan ketika pulang mobil Renata mogok sehingga gadis yang menjadi pacarnya itu menghubunginya meminta dijemput. Padahal jam sudah hampir menunjukkan tengah malam.

Gibran yang kala itu sedang bersiap balapan bahkan rela meninggalkannya demi Renata.

Ya, itu dulu.

Oh atau ketika Renata melabrak cewek cewek yang mendekati Gibran dengan bantuan Ratu Harappa pun ia diam saja, membiarkan pacarnya itu melakukan apa yang menurutnya benar untuk menunjukkan otoriternya.

Tapi, sekarang?

Mengingatnya saja Gibran sudah tak berselera.

“Aku bawain makanan, nih.” Renata membuka sekotak box nasi di meja depan televisi. Cewek itu tersenyum lebar menanti Gibran yang sedang menutup pintu. Di depannya masih ada dua kotak lagi yang masih tertutup rapat. Gibran seharusnya senang kan? karena ia tak harus repot repot keluar sekedar mencari makanan. Toh di depan matanya sudah ada Renata yang dengan senang hati membawakannya apa saja.

Namun, hanya perasaan tak suka yang mendominasi kali ini.

Cewek itu mengedarkan pandangan dan mendapati Gibran berjalan mendekat ke arahnya masih dengan tatapan datar nan tajam. Membuat Renata sontak mendekat dan bergelanyut manja di lengan sang pacar.

Namun, sepertinya cewek yang berada di apartemennya ini sungguh tak menyadari gestur tak suka yang ia tunjukkan terang terangan.

Tak menyahut dan memilih melepas cekalan Renata, Gibran memutuskan mandi dan meninggalkan Renata yang mencebik kesal.

📍

Senna melangkahkan kakinya memasuki kelas dengan gontai, bajunya yang berantakan dan rasa kantuknya yang meledak ledak menemani paginya dengan sempurna.

Sempurna lebih buruk.

Belum lagi pagi tadi ada laporan tidak menyenangkan yang masuk di ponselnya membuat moodnya juga sangat sangat menyebalkan, bahkan untuk dirinya sendiri. Tak berselang lama ponselnya berdenting menandakan ada pesan masuk. Di ambilnya ponsel pintar seharga motor pembantunya itu lalu menilik isinya sesaat.

Martin dos
Pulang sekolah gue jemput.

Memilih tidak membalas dan memasukkannya lagi ke saku kemeja.

“Kenapa lo?” Tari yang sedang mendudukan diri di sebelah Senna menatap penasaran wajah sahabatnya yang ditekuk. Tidak hanya sekali ini Senna datang dengan wajah berantakan. Beberapa hari yang lalu juga pernah, termasuk dalam kategori jarang namun tidak sesering itu. Sedangkan Senna yang masih dalam mode diam membuat Tari paham bahwa sahabatnya itu sedang tidak ingin diganggu. Lalu memilih melanjutkan membuka buku untuk menyiapkan pelajaran dan Senna yang memilih menelungkupkan kepalanya di lekukan tangan.

Istirahat pun tiba. Semua siswa berbondong keluar kelas dengan bersemangat. Termasuk Senna dan Tari.

Brukkk.

"Akhh."

Senna menyenggol sesuatu.

Di samping tubuhnya, Tari sempat mengangkat tangan untuk menutupi mulutnya yang terbuka karena terkejut.

Lalu kembali mencoba menetralkan raut wajahnya dengan cepat.

Seorang Tari juga harus berani!

Prinsip Tari jika sudah dihadapkan dengan lawan lawan Senna yang tampak sangar.





















gibran//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang