02; a n d r o m e d a //

18 3 0
                                    

•••

//tiba-tiba ada binar kagum yang aku tahu hadirnya tak seharusnya ada.//

📍


WOY, dicariin cewek lo noh,”

Bobi menepuk pundak cowok disampingnya dengan keras. Setelah lawan bicaranya mendongak, Bobi menunjuk cewek berambut panjang yang beradaa di koridor dengan dagunya. Mengisyaratkan cowok di sampingnya ini untuk segera beranjak.

Gibran melirik sekilas kemudian bangkit dengan ogah ogahan. Sedangkan Bobi yang nampak acuh tak acuh kembali melanjutkan istirahatnya dengan Tama yang notabene sahabatnya sejak menginjakkan kaki di SMA Harappa.

“Mau kemana temen lo tuh?” Tama berujar sembari menyeruput es teh di plastik.

“Nemuin pacarnya lah, emang lo.”

“Apa sih nyet?” Sirik Tama.

“JOMBLO, HAHAHAHA!”

Tama melotot, “E ANJIR!”

Tangan Tama mendarat di kepala Bobi yang kini sedang berteriak histeris seperti orang kesetanan. Beberapa siswa yang lewat nampak sedikit tertawa dan banyak juga yang nampak tak peduli.

Tak lama, Gibran kembali dengan membawa sebotol minuman isotonik yang tiba tiba diletakkannya di samping Bobi. Bobi menoleh dan tanpa bertanya langsung menenggak cairan berwarna putih tersebut hingga tersisa separuh.

Tidak peduli sekalipun itu pemberian dari pacar kesayangan Gibran.

Yang penting gratis!

“Bolos, ikut gak?” Tiba tiba suara Gibran memecah kesunyian yang ada. Keduanya menoleh lalu mendapati Gibran menatap lurus kedepan dengan tatapan datar. Alisnya yang tajam menambah kesan tegas yang menonjol.

“Dah kelas 12 woy tobat!” Bobi menyahut cepat sambil memincing tak suka lalu setelahnya terkekeh, “ayokdeh haha bosen gue.”

Bobi yang gila. Mereka tahu itu.

“YEU SI TOLOL!” sahut Tama lagi-lagi menggeplak kepala Bobi kemudian berjalan dengan cepat menyusul Gibran yang sudah jauh di depannya.

“TOLOL TERIAK TOLOL, ANJIR!” Bobi mengusap usap kepalanya dan berlari terbirit birit menyusul kedua sohib gilanya.

Bukan. Tama dan Gibran bahkan tidak gila, tapi Bobi.

Hanya Bobi.

“TUNGGUIN WOY!”

📍

S

enna menggerak gerakkan ban motor gede di depannya dengan bibir mengerucut tak suka. Pasalnya, saat ini tengah istirahat berlangsung dan ia terpaksa harus mengorbankan jam istirahatnya hanya untuk melaksanakan dare dari sahabat oroknya---Tari untuk mengempeskan salah satu ban motor gede yang berwarna hitam di Harappa.

Yang benar saja!

Senna tentu menolak mentah mentah  dan meninggalkan sahabatnya dengan bersungut sungut.
Namun, bukan Tari namanya jika kemauannya tak bisa dituruti. Gadis licik itu bahkan mengancamnya akan menyebar foto aibnya semasa kanak kanak jika tantangannya tidak disanggupi Senna.

Senna heran, nyidam apa ibunya Tari bisa mempunyai anak selicik ini.

Persetan, Tari!

Setelah memilah ban motor mana dan memastikan tidak ada orang lain yang menyaksikan aksinya, pilihan Senna akhirnya jatuh pada motor gede hitam yang terparkir paling pojok di dekat tembok. Lokasi yang cukup strategis untuk keluar membolos dan juga tempatnya melancarkan aksi gila Senna ini.

Belum sampai mengempeskan ban tersebut, sebuah suara menginterupsi Senna yang mulai menahan nafasnya panik, “heh, ngapain lo?!”

1 detik.

2 detik.

3 detik.

Mampus.

Senna mencoba melirik dengan tenang namun jantungnya malah maraton sendiri. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari menyiapkan seribu alasan untuk mengelak, bahkan umpatan juga sudah berjejer rapi menunggu sang empunya mengeluarkan dengan berapi api.

Mengganggu saja aktivitas gilanya siang ini!

“Eh? Enggak gue gak ngapa-ngapain!” Senna menatap ketiga cowok di depannya sambil mengangkat kedua tangannya, mengisyaratkan bahwa sebenarnya  ia belum genap menjadi tersangka.

Cewek itu masih berusaha tidak menunjukkan kegugupannya tapi malah usahanya berakhir nol besar.

Ketiganya menatapnya dengan curiga. Dan Senna balas menatap mereka satu persatu sebelum akhirnya menemukan ingatannya.

Senna ternyata mengenal salah satu diantara mereka, itu Bobi.

Bobi si Gila.

Julukan semua siswa untuk lelaki kelas 12 dengan perawakan tinggi dan pipi agak cubby. Tari bahkan sempat menyukai teman Si Gila ini karena ia dan teman temannya sering nongkrong di pinggir lapangan.

Pesona ketiganya memang sayang untuk dilewatkan, kata Tari saat itu kelewat bersemangat.

Bobi tiba-tiba maju mendekat ke motor sport di belakang Senna, berniat mengecek apa yang telah cewek itu lakukan.
Dan Senna berjengit kaget saat tangannya ditarik maju oleh salah satu dari mereka yang menatapnya datar.

Tidak ada raut apapun yang Senna temukan di sana.

Namun Senna tahu ada emosi yang diam diam bermain di balik wajah tampannya.

Eh?

gibran//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang