•••
//seolah sendiri juga menawarkan ketenangan yang tidak bisa diberikan oleh keramaian.//
📍
“Langsung ke basecamp?”
Martin sedikit menoleh dan berteriak. Senna yang berpegangan di pundak cowok itu ikut memajukan kepalanya agar suara Martin sampai di indra pendengaran Senna.
“APA? GAK DENGER!”
“MAU LANGSUNG BASECAMP?” Kali ini Martin menaikkan volume suaranya.
Terkekeh geli saat menemukan wajah polos Senna yang membuka bibirnya di kaca spion. Lalu kembali memfokuskan jalan di depan.
“Terserah.”
Lalu tiba tiba Martin membelokkan motornya di parkiran rumah makan terkenal. Disana sudah banyak sekali kendaraan yang terparkir memenuhi parkiran membuat Martin sedikit lebih lama mencari ruang yang kosong.
Senna ingat, ia pernah mengunjunginya sekali dulu, bersama mamanya. Makanan disini terkenal enak enak walaupun mahal. Tempat makan yang menurutnya nyaman juga dilengkapi dengan musik membuat Senna betah saat itu. Entah sekarang, mungkin sudah banyak yang berubah, Senna juga belum tahu.
Senna turun dan meletakkan jaket di bagian depan motor Martin. Kemudian melangkah mengikuti Martin yang sedang celingak celinguk mencari tempat duduk.
“Mau pesen apa?” Martin menyodorkan daftar menu.
“Samain aja deh,”
“Oke,” Martin lalu memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan yang langsung dipahami dengan baik. Kemudian pelayan itu pergi.
“Lo pernah kesini sebelumnya?” Martin membuka obrolan.
Senna yang sedang mencari ponselnya pun mendongak, ”udah sekali, sama mama.”“Eh iya, bukannya sekolahan lo pulangnya masih setengah jam lagi?”
Senna menatap lawan bicaranya, menunggu respon cowok itu yang selalu dilingkupi ketenangan.
Senna heran, mengapa ia bisa bertemu dengan Senna versi laki laki seperti ini?
“Iya. Bolos, sekalian jemput lo.”
Balas Martin yang seketika sempat membuat Senna menahan nafasnya, sebentar.“Serasa punya sopir baru gue.” Senna mengangkat sudut bibirnya.
Makanan datang, keduanya akhirnya diam menikmati makanan namun sesekali masih mencuri obrolan ringan. Entah itu Senna yang tertawa karena pembicaan mereka yang absurd lalu membuat Martin juga ikut mengangkat kedua sudut bibirnya.
Atau Martin yang mencoba menggombal namun malah dibalas tabokan ringan oleh Senna.
Sesi makan mereka berjalan lancar. Setelah membayar bill keduanya keluar beriringan. Martin mengulurkan tangannya berniat menawarkan jasa tangan digenggam namun Senna lagi lagi malah menaboknya dan tertawa keras keras sambil berlalu mendahului cowok itu.
Kali ini, Martin tertawa. Dengan gemas menyusul gadis itu menuju parkiran.
📍
“Pegangan.” Titah Martin saat Senna sudah mendudukkan diri di belakang tubuhnya. Gadis itu menaruh tangannya di kedua pundak Martin yang terasa kokoh. Seakan menawarkan perlindungan yang Senna dulu impi impikan.
Tapi, terlalu berharap juga sering membuatnya kecewa kan? Jadi Senna lebih suka membiarkan harapannya menguap daripada membiarkannya tumbuh subur.
“Bukan disitu.”
Tanpa menunggu respon gadis di belakangnya, Martin memegang tangan Senna dengan lembut dan membawanya melingkar di perutnya.
“Eh?” Senna kaget, jelas. Tubuhnya sempat menegang namun tak lama bisa diatasinya kembali.
Bukan Senna namanya jika harus berurusan panjang dengan kegugupan.
Yatuhan.
Mimpi apa Senna semalam?
Jantungnya yang tiba tiba berdetak kencang membuat ia ketar ketir sendiri. Pasalnya, ia malu jika wajahnya ketahuan memerah hanya karena perlakuan sederhana dari cowok menyebalkan ini.
Merepotkan saja! ia harus menenangkan jantungnya yang bermain maraton gila gilaan ini sendiri.
Padahal tanpa sepengetahuan Senna, Martin sudah mengangkat kedua bibirnya sejak tadi.
📍
❤️8.987 likes
gibran.mahesa latepost📍
big hug from gibran, see ya✊
KAMU SEDANG MEMBACA
gibran//
Novela Juvenil; 𝘸𝘦 𝘢𝘳𝘦𝘯'𝘵 𝘴𝘵𝘳𝘢𝘯𝘨𝘦𝘳𝘴. 𝘯𝘰, 𝘸𝘦 𝘢𝘳𝘦 𝘯𝘰𝘵. . . Ini cerita tentang Senna, gadis berambut hitam dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya. Hidupnya baik baik saja, tidak ada yang spesial. Namun ketika lelaki itu tak sengaja dat...