Satu Kosong Satu

189 6 2
                                    

"Kapan Mas Aryo pulang, Ning?" Ibu mertuaku terus saja menanyakan kepulangan anak semata wayangnya yang kini sedang bekerja di luar kota.

"Katanya senin ini, Bu. Namun, juga enggak begitu pasti katanya," jawabku menyodorkan teh hangat kepadanya

"Kalo semisal Dia sudah pulang, kamu harus menyambutnya. Dandan yang cantik, dan jangan lupa buatin sop ayam kesukaannya," ujarnya menerima teh yang ku buat.

"Iya, Bu. Ningsih faham," sahutku kembali ke dapur untuk memasak makan malam.

"Assalamualaikum." Suara seorang pria terdengar dari teras rumah yang membuatku segera berlari menunda acara masak.

"Waaalaikummussalam," jawabku membuka pintu dan seketika mataku membulat melihat kedatangan seseorang yang sudah setengan tahun tidak kulihat batang hidungnya.

"Mas Aryo," ucapku menghambur memeluk dirinya yang masih diam mematung di luar rumah.

"Siapa Ningsih yang datang?" Suara ibu mertuaku terdengar melangkah keluar kamar.

"Aryo?" Kulihat ibu sama terkejutnya melihat kedatangan putra semata wayangnya dan kini juga memeluknya.

Cukup lama kami berpelukan, hingga Mas Aryo melepaskan pelukan kami dan tersenyum, tetapi hanya kepada Ibunya.

"Aryo masih capek, Bu. Bisa kita masuk ke rumah?" Tanyanya yang mendapat ukiran senyum dari Ibunya.

"Sini, Mas. Aku bawakan kopernya," pintaku tetapi justru ditolaknya dan langsung masuk ke dalam rumah. Entah ada apa, tetapi seseorang seperti memantauku dari kejauhan dan hawa dingin berhembus membangunkan bulu kudukku.

"Ningsih! Cepat masuk!"

***

Aneh. Tidak biasanya, Mas Aryo langsung tertidur pulas di kamar. Biasanya ada rutinitas yang kami lakukan, walaupun dia hanya bepergian selama dua hari. Namun, kali ini dia tidak ada respons apa pun. Wajahnya terlihat letih dan lelah, bahkan kopernya pun tidak dia bereskan terlebih dahulu.

Kuraih koper bewarna hitam itu, dan membukanya. Tidak ada yang aneh, hanya barang yang sebelumnya memang kusiapkan sebelum dia pergi. Namun, ada kotak hitam kecil yang terselip diantara tumpukan baju.

Tanganku gemetar mengambil kotak itu, dan seketika bau bunga tercium menyengat. Belum sempat kubuka kotak itu, sebuah tangan mengambilnya dengan sangat kasar hingga membuatku terjatuh.

"Jika ingin suamimu selamat, maka jangan lancang membukanya." Mas Anyar terlihat garang dengan mata melotot

"Jangan mengusik saya, jika anda tidak saya usik," ucapnya sangat kalem seperti perempuan.

........

Istri Tak Kasat MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang