00 || Diwaktu Telah Berlalu

562 59 11
                                    

“Kau harus menyerah!” gertak sang lawan— seorang gadis yang sangat dicintai. Menatap sendu juga nelangsa, pasrah pada takdir yang membawa mereka berhadapan dimedan tempur.

Takdir bahwa keduanya berbeda, bahwa si pemuda adalah sesosok makhluk yang berasal dari bulan pergi ke Bumi demi sebuah misi.

Menggeleng membuang muka sembari menatap lekat kunai digenggaman. “Aku tidak bisa ...” lirih dengan tubuh bergetar menahan pilu.

“Jika begitu maumu. Lawan aku, jangan terus menghindar.” sang gadis melempar senjatanya, mereka berdua mengikuti perintah yang lebih kuasa.

Entah apa akhirnya tidak ada yang tahu, mereka menunggu. Menunggu siapa yang duluan nyawanya terenggut lalu mati, tapi itu mustahil. Karena rasa itu.

“Aku tidak bisa!” seru pemilik mata biru-kuning, menyeka darah menetes dipipi yang tergores.

Satu bulir air mata menetes turun menyadari apa yang dia lakukan. “Kau dan aku tidak bisa egois,” balas gadis itu, niat untuk menembakkan jarum air menjadi batal. Jatuh terduduk, menangis tersedu-sedu meratapi apa yang sedang dia alami.

Rambut keunguan yang biasanya terikat rapih kini tergerai bebas menutupi punggung yang terbuka. Si pemuda mendekat sembari membawa kunainya, berdiri di hadapan sang gadis.

“Bunuh saja aku!” dia berseru dan memukul tanah yang mereka pijak. Menyalurkan kemuakkan yang sudah dia tahan.

“Aku tidak bisa berbohong ...” berkata lirih kini berani menatap lekat sang pemuda. “Aku juga tidak bisa melawanmu, aku tidak bisa!” jeritnya beralih memukul dada yang begitu sesak.

Didekap tubuh rapuh gadisnya, nona wisteria miliknya. “Luka ini tidak sebanding penderitaan yang kita tanggung. Tidak sebanding ketika kita saling bertarung.” memejamkan mata berusaha menahan sesuatu yang hendak menetes.

Pertahanan keduanya hancur, tidak ada yang bisa membunuh orang yang dia cintai tanpa alasan. Tuan rembulan tidak bisa menyakiti Nona wisterianya, begitu pula sebaliknya.

“Pipimu terluka karena aku, aku tidak pantas bersamamu.”

“Jangan katakan itu, kau dan aku sama saja. Kita terpaksa melakukannya, kau tidak sengaja.”

“Kita tidak bisa bersama, aku tidak mau kau disalahkan karena aku.”

Menyatukan kedua kening mereka berlatar rembulan yang bersinar terang.

“Aku mencintaimu ...” lirih si gadis, mungkin ini adalah kata-kata terakhirnya. Dia merasakan firasat bahwa sebentar lagi, ajal akan menjemput.

Sang pemuda pun tahu itu, mereka ketahuan. “Aku tidak bisa untuk tidak mencintaimu.”

Akan tetapi, Dewi Bulan yang melihat kisah mereka memberikan sebuah kesempatan yang dibarengi dengan hutang untuk menyelesaikan kisah di waktu yang telah lalu.

- ' 🌙  .

Rembulan dan Wisteria.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang