03 || Rindu dan Ragu

193 33 6
                                    

"Apa aku harus menceritakannya ulang?" tanya Mitsuki sembari menatap kedua temannya.

Sarada menggeleng, gadis berotak encer itu sudah mulai paham apa yang dijelaskan oleh Mitsuki. "Jadi maksudnya sama seperti ada yang memanggilmu dari masa lalu."

"Dan panggilan itu sudah dipastikan penuh rindu," sambung Sarada menyimpulkan.

Boruto sedari tadi diam membisu, mungkin kurang mengerti topik yang sedikit berat ini. Boruto kira apa yang Mitsuki mau jelaskan kepada mereka itu tidak sebesar dan serumit ini, bahkan mungkin hanya masalah stalker.

Tapi, dari cerita Mitsuki mengenai dirinya yang katanya tiba-tiba pergi ke masa lalu seseorang. Bahkan orang itu memiliki nama yang sama dengan Mitsuki, lalu dikaitkan dengan teori reinkarnasi. Mampu membuat Boruto pusing bukan main.

"Pertanyaanku, siapa yang memanggilmu? Dan apa tujuannya?" tanya Boruto meneguk segelas milkshake rasa durian.

Pertanyaan Boruto membuat sebuah tinjuan menghantam pipi miliknya. Itu dari Sarada, dia kesal. "Kami juga mempertanyakan hal serupa, bodoh!" bentak Sarada.

Boruto mengaduh kesakitan, tinjuan Sarada kepadanya tidak pernah main-main. "Yak! kau tidak perlu meninjuku," ketus Boruto tidak terima.

Sebelum Boruto dan Sarada memulai perang mulut mereka, Mitsuki kembali menengahi. "Sudahlah, kalian di sini bukan untuk bertengkar. Kalian lupa mau membantuku?"

Sarada menghela nafas pendek dan memalingkan wajah. "Baiklah, berarti kita harus pergi ke perpustakaan."

Menggebrak meja emosi- Boruto tahu mereka akan membantu Mitsuki, tapi dia tidak tahu bahwa ujung-ujungnya Boruto harus menuju tempat yang baginya sangat membosankan.

"Apa-apaan kau ini, Boruto?" tanya Sarada dengan nada meninggi.

Boruto membuat keributan dan menarik perhatian yang tidak diperlukan. Itulah yang dipikirkan Sarada.

"Apa-apaan kau ini, Boruto. Apa-apaan kau ini, Boruto. Kalian berdua tidak bilang kita akan pergi ke perpustakaan!" jerit Boruto histeris, dia seperti orang yang akan dibawa ke malaikat kematian.

Sarada membenarkan letak kacamatanya, baginya tingkah Boruto sangatlah kekanak-kanakkan. "Jangan bertingkah seolah aku mau membunuhmu."

Boruto kembali duduk, pemuda itu menyambar kentang goreng yang tersedia dengan rakus. "Kalaw bewgitwu akwu twidak mawu ikwut!" putus Boruto, namun mengingat Mitsuki dia menjadi sedikit iba.

"Kau harus ikut!" Sarada buru-buru menyambar telinga Boruto, menarik tubuh pemuda yang lebih berat darinya. Mitsuki hanya tersenyum seperti biasa dan mengikuti keduanya, tidak mengindahkan teriakan protes Boruto.

Pada akhirnya mereka pun menuju perpustakaan menggunakan bis, meski harus repot menghadapi tingkah Boruto yang tiba-tiba sangat rewel. Mitsuki sadar, dia harus memecahkan kepingan teka-teki ini.

- ' 🌙 .

"Hoi, Sarada," panggil Boruto pelan, tangannya mengelus rak-rak besar berdebu tersebut. "Ada apa?" sahut Sarada mencari-cari sesuatu.

"Sebenarnya, kita mau berbuat apa di sini?" tanya Boruto mengambil asal buku lalu menaruhnya kembali. Dia terus melakukan hal itu berkali-kali, Boruto terlalu bosan.

Jujur, Sarada juga tidak tahu mengapa dia menyarankan mereka menuju perpustakaan. "Mencari informasi," jawab Sarada sekenanya, Boruto mendengar nada ragu saat Sarada berkata.

Mengangkat kedua bahunya, kini Boruto mengalihkan perhatiannya ke Mitsuki. "Oh, ya. Aku baru ingat, waktu itu kau menoleh ke bawah laci meja saat Pak Shino menerangkan, Mitsuki."

Mitsuki mengangguk membenarkan, dijulurkan tangan membiarkan Boruto dan Sarada mendapati kelopak bunga wisteria membeku di sana. "Bunga wisteria? Mungkin itu bisa menjadi petunjuk kita," usul Sarada.

"Ya, aku setuju dengan Sarada." Boruto membuat Sarada mencebikkan bibirnya- mencibir si pemuda pemilik bola mata setenang lautan.

Suara-suara samar memenuhi gendang telinga Mitsuki, memblokir percakapan Boruto dan Sarada. Hal ini kembali terjadi, membuat wajah menawan pahatan maha karya Tuhan dihiasi kebingungan. Mitsuki tidak tahu harus bagaimana, semangat yang sempat hidup kini menjadi redup.

Sarada benar, ini adalah panggilan penuh rindu. Ya, siapapun itu yang memanggilnya Mitsuki merasa teriring-iring perasaan lain. Ragu dan rindu, keduanya bersatu padu mengguncang hati Mitsuki. Menyuruhnya segera menemukan sesuatu, sesuatu yang entah apa atau siapa.

Raganya mematung diam, jiwanya mulai melayang terbang pergi ke antah berantah. Seperti kembali terlelap dan bermimpi, tidak ada yang bisa meraihnya bahkan membebaskan dari jerat rantai misterius yang diberi nama gundah gulana. Kalap, Mitsuki dilahap pertanyaan miliknya sendiri.

Berjalan tak tentu mau kemana, mengikuti hati yang sebenarnya begitu nestapa. Campur aduk serasa tubuh Mitsuki ingin ambruk lalu terjun ke bagian paling dalam Palung Mariana.

“Akh!” rintihan dari seseorang membuat perseteruan dalam diri Mitsuki terhenti. Sadar dia telah menyebabkan orang itu terjatuh, Mitsuki langsung membantunya.

Ditatap rambut lembut dikepang kelabang tersampir dibahunya, si gadis memegang kepala yang terhantuk rak. “Maaf ...” lirih Mitsuki penuh sesal.

Menggeleng, buru-buru dia merapihkan berlembar-lembar perkamen usang dan buku bersampul warna ungu. Mitsuki meraih sebuah perkamen mengenai bunga wisteria, Mitsuki mengernyit bingung. Lantas menatap serius si gadis yang dibalas wajah pucat pasi seperti pencuri yang ketahuan.

“Kau ...”

- ' 🌙 .

Hai-hai minna-san~
Jangan lupa vote and
comment 🌟

Gomenne, baru update. QwQ
Semoga masih sabar
nunggu watashi, ya.
Menurut kalian, mending
update 2× sehari or 1× sehari?

Sampai jumpa di chapter
selanjutnya~ ❤

- penuh cinta Raf 🌹

Rembulan dan Wisteria.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang