Rabu, 30 April 2014
Dear Diary
Satu minggu ini ibu terlihat lebih sibuk dari biasanya. "Alhamdulillah, ibu dapat kerja Aisyah" senyum terbaiknya menghiasi wajah tirus ibu. Ibu menjadi asisten rumah tangga di suatu rumah tentara yang pekerjaannya tidak begitu berat, ibu pun diizinkan pulang di sore hari.
Rasanya hariku semakin berwarna melihat ibu yang selalu tersenyum tidak memikirkan bagaimana mencari sesuap nasi lagi. Setiap hari ibu menyiapkan bekalku, ia selalu menolak ketika aku ingin membantunya di dapur. Aku bersyukur kepada Tuhan membuat ia kembali bersemangat dan selalu tersenyum bahagia, walaupun terkadang terlihat berbeda. Mungkin karena aku yang belum terbiasa melihat keadaan seperti ini. Syukurlah.
"Bu, hari ini Aisyah ujian sekolah. Doakan Aisyah ya ibuku tersayang." Kataku sambil bergelayut di lengan ibu. "Pasti ibu doakan. Jadi anak pintar kebanggaannya ibu. Ingat Allah di setiap langkah. Selalu doakan ibu dan almarhum ayah. Hati-hati nak." Ada yang berbeda dari ucapan ibu, dari tatapan matanya, dan dari senyum bibirnya. Apakah ini bahagia yang sesungguhnya ya Tuhan?***
Kamis, 01 Mei 2014
Untuk Aisyah Farhana putriku
Aisyah....
Maaf ibu tidak bisa membahagiakanmu, maaf ibu hanya memberikan kesedihan dan beban di sepanjang hidupmu.
Ibu sangat menyayangimu. Anugerah terbesar dari Allah untuk ibu bisa melahirkanmu.
Lanjutkan pendidikanmu sayang, ibu akan sangat bangga melihat putri kesayangan ibu jadi pengacara yang hebat. Bersyukurlah kepada Allah yang sudah memberi ibu kesempatan terakhir untuk memenuhi keinginan putri ibu.
Nb: Jangan salahkan Tuhan yang memberi kita waktu bersama terlalu singkat.
Selalu Mencintaimu
Hatiku hancur....
Ibu selama ini membohongiku. Bukan asisten rumah tangga pekerjaan yang ia geluti juga bukan seorang tentara yang memberinya upah untuk makan kami sehari-hari.
Ia mendonorkan satu buah ginjalnya kepada seorang tua yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Ia tidak keberatan ketika dokter memberi tahunya bahwa ginjal yang tersisa tidak memungkinkan untuk bekerja secara normal sesuai fungsinya.
"Anakku kuliah. Itu yang terpenting," katanya.
Aku tidak berpikir ibu akan melakukan hal ini. Seminggu belakang ternyata ibu sibuk berkonsultasi dengan dokter dan si calon pembeli. Ia meminta agar semua yang ia lakukan tidak sampai kepadaku.
Mata ini seakan kehabisan air untuk dijatuhkan. Badanku seperti mati, mata menerawang jauh. Membayangkan hidupku ke depan tanpa sosok malaikat yang selama ini selalu ada di sampingku. Yang tidak pernah lelah mencari sesuap nasi untukku bagaimanapun caranya, yang berusaha terlihat baik-baik saja dan selalu ceria.
Benarkah ibuku sudah tidak ada?
Hatiku sakit. Aku merasa menjadi anak paling durhaka di dunia. Ia berjuang dengan segenap jiwa dan raganya hanya untuk membuat diriku bahagia. Sedangkan aku, untuk mengucapkan terima kasih dan menunjukkan rasa sayangku kepadanya saja sudah tidak sempat. Aku teringat wajah ibu. Yang tua renta dan punggung memarnya yang sarat dengan perjuangan. Tangannya yang tidak pernah halus dan bajunya yang tidak pernah bagus. Semuanya hanya karena aku.
Lidahku kelu, hati ini semakin remuk menyaksikan ibu sudah berbalut kain putih dan siap diantar menuju tempat barunya. Mataku sudah tidak mampu menumpahkan lebih banyak air mata lagi. Aku hanya ingin ibu.
"Ibu jangan pergi......"***
Namaku Aisha Farhana...
Aku dilahirkan dari rahim wanita super mulia yang merupakan malaikat hidupku. Ia yang memberikan kasih sayang penuh kepadaku putri satu-satunya. Ia berjuang dengan segenap tenaganya, dengan seluruh jiwa raganya, hanya untuk memenuhi segala keinginanku.
Aku sangat menyayanginya.
Wanita yang rela mati untuk anaknya.
Semua ini tentangmu ibu.
Aisha FarhanaTAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
My Diary is My Memory
Short StoryTerima kasih sudah membuka My Diary is My Memory, dan menambahkannya ke Reading List 😂 Di sini saya persembahkan karya saya, cerita pendek.. (Jangan dilewatkan, untuk cerita ketiga beberapa diambil dari pengalaman saya sendiri) 😂🔰🔰 Happy Reading...