Chapter II - Where Are We Now

208 29 9
                                    

"Untuk laporan hari ini, keuntungan perusahaan naik 10%. Sesuai prediksi dari Tuan Mook yang disampaikan bulan lalu. Untuk itu, tidak akan masalah jika kita menaikkan target bulan depan menjadi 12%, mengingat bulan depan sudah masuk musim panas". suara merdu Vice President membacakan laporan menggema di ruang meeting.

Semua yang ada disana tidak berani menyela dan menyimak laporan bos muda mereka dengan seksama. 25 menit kemudian, meeting hari itu selesai.

Vice President menghela nafas panjang dan berjalan keluar menuju ruangan CEO perusahaan tersebut.

"Mr. Wang, rapat sudah selesai. Tidak ada masalah untuk menaikkan target menjadi 12%" kata Vice President itu sopan. Sosok Mr. Wang yang sedang membaca laporan tidak menoleh. Dia hanya mengangguk pelan, matanya masih tertuju pada map di tangannya.

"Kamu boleh kembali bekerja , Jinyoung-sshi" kata sang bos besar. Jinyoung mengangguk dan berbalik pergi, menghilang di balik pintu.

"Ah, menyebalkan sekali. Mr. Wang rapat sudah selesai. Kamu boleh kembali bekerja, Jinyoung-shii. Ugh, menggelikan! Kalian tinggal satu rumah, hello~~" celetukan penuh cemooh terdengar dari sofa di ujung kantor Mr. Wang. Sang CEO hanya diam dan tidak menggubrisnya.

"Ah, Jackson hyung, bisakah kau bersikap seperti biasa saat dikantor? Kau sangat menakutkan!" rengek pria berambut perak di sudut ruangan. Jackson menghela nafas panjang dan memandang lelaki di hadapannya itu.

"Aku harus bekerja Bambam, diamlah. Ganggu Jinyoung jika kamu bosan disini" kata Jackson dingin. Matanya kembali fokus ke tumpukan dokumen yang ada di hadapannya. Bambam cemberut.

Memang apa yang dikatakan Jackson tidak salah. Dia sangat bosan disana. Tapi apa boleh buat, jika dia diam di rumah dia juga akan bosan karena kedua hyungnya sibuk bekerja. Kesal karena tidak mendapatkan reaksi yang diinginkan, Bambam kembali bermain dengan laptopnya. Jari jemarinya menari di atas keyboard.

"Ah hyung, that bastard stole stuff again. Want me get rid of him?" kata Bambam setelah hening sesaat. Jackson meliriknya sekilas.

"Yeah. Just, not too harsh. Bersihkan juga jejaknya" kata Jackson datar. Mendengar itu, Bambam tersenyum bahagia dan segera bangkit dari sofa sambil melangkah riang.

Jackson memandang punggung Bambam. Dia berdoa adik kesayangannya tidak menjadikan kegiatannya itu sebagai hobi.

Jackson tidak tahu apa yang salah dengan hidupnya. Dia berusaha untuk bersikap baik dan ceria, seperti orang tuanya selalu ajarkan. Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepalanya, namun tidak terjawab hingga sekarang.

13 tahun berlalu sejak peristiwa itu, tidak sedetik pun Jackson lupa. Jackson ingin melupakannya. Pengkhianatan, keputusasaan, semuanya. Jackson membenci hidupnya, tapi dia tidak mau menyerah demi dua orang penting dalam hidupnya.

Paling tidak, tidak untuk sekarang...

Jackson sering bertanya-tanya, bagaimana jika malam itu dia mengikuti jejak keempat saudaranya untuk keluar dari rumah. Apakah hidupnya akan berbeda? Jackson tertawa pelan saat memikirkannya.

Tidak, dia sudah tidak pantas untuk berharap mereka akan membawanya pergi. Tidak saat dia sudah melakukan dosa besar.

Tangan Jackson Wang sudah kotor. Keluar sekarang pun tidak ada artinya.




"Jaebeom, ada klien baru. Mau ambil?" tanya Mark. Matanya masih fokus pada laptop dihadapannya. Jaebeom yang sedang membaca buku mendongak.

"Hm? Tingkat berapa?" tanya Jaebeom tidak tertarik.

"Tingkat dua. Tiga mungkin. Juliet Pink Diamond" terang Mark. Jemarinya masih bergerak lincah.

Jaebeom hanya bergumam pelan sebelum melanjutkan bacaannya kembali. Tidak lama berselang, suara pintu depan mereka terbuka.

Poison, Bullets and Broken Promises [MARKSON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang