Menunggu kembali

11 3 0
                                    




_________________________________________________

Pesan Singkat Untuk Mata Empat

Hey Mata Empat yang ga jelas.

Pada pagi itu sedikit terdengar rintik hujan.
Aku menulis catatan kecil untuk Mata Empat.
Ini pesan yang kutulis dari matahari masih diatas kepala sampai dia tenggelam.

Selalu ada ruang, dimana ketika kamu merasakan tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa, merasa tidak berguna. Tidak apa-apa. Enggak masalah kalau kamu pernah begitu. Tapi, terima kasih untukmu yang sampai saat ini, tidak menyerah.

Aku mau bilang kalau kamu adalah orang yang paling menjaga ketulusan. Kamu adalah orang yang tidak pernah perhitungan membagikan senyuman, candaan, dan kebahagiaan. Hitungan hal baik yang kamu sebarkan tak lagi bisa terhitung.

Aku mau bilang kalau kamu adalah orang yang kuat dan tangguh. Kamu pejuang terhebat dalam hidup yang kamu hadapi. Kamu tidak ingat kalau kemarin, kemarin yang dulu kamu sempat jatuh dan sakit. Kamu tidak mengingat itu, dan terus melangkahkan kaki, menuju hari depan.

Aku mau bilang kalau kamu menjelma keindahan. Kamu adalah sosok anugerah terbaik yang Tuhan buat untuk hadir di muka bumi. Kamu adalah manusia dengan pemikiran dan ide-ide yang sarat estetika.

Kamu cemerlang, kamu unggul, kamu istimewa.

[29 Juni 2002]

_________________________________________________

_________________________________________________

Hey Mata Empat yang kuat!!.

Semuanya sibuk: mencumbu angka-angka
Dan pendar layar gawai sampai mata bengkak
Bersolek tiga lapis di depan cermin retak.

(Katakanlah, kita sudah lama tiada
Paru-paru kita boleh saja terisi
Tapi isinya hanya sendawa Sangkala).

Menajam-tinggikan pagar-pagar bangunan
Buku dan surat cinta dibumihanguskan
Tiada lagi karsa, suara, dan rasa.

(Katakanlah, kita sudah lama tiada
Bilik jantung kita boleh saja berdetak
Tapi ia mendetak tanpa denting irama).

Bagai pesawat kertas di dasar tong sampah
Yang disobek habis Sangkala dengan pongah
Bibir simfoni kita akhirnya membiru.

(Katakanlah, kita sudah lama tiada
Tangan dan kaki kita bolehlah bergerak
Tapi mereka bergerak pada yang sirna).

Usai sekian kali mengucap salam duka
Pada mesin-mesin penata dunia;
Pembunuh anak kecil dalam dirinya.

(Katakanlah, kita telah lama tiada
Mata kita bisa melihat apa saja
Tapi yang dilihat hanya gelap semata).

Kasih, kita ditakdirkan sebagai kisah
Yang selalu terulang, lalu dilupakan
Namun harapan membuat kita bertahan.

(Maka lantunkan sajak ini dalam hampa:
Pulanglah, kasih. Sebab yang kau cari-cari
Dan kau nanti sudah lama meninggalkanmu).

Mungkin masih kau ingat sabda sang penulis:
Kita, awal dan akhir. Kitalah manusia
Dan kita berharap bangkit bersama fajar.

[30 Juni 2002]

_________________________________________________

_________________________________________________

Hey Mata Empat yang lucu.

bukankah ini inginmu? melihatku mengais atas hadirmu yang sengaja kau buat semu. kau tertawa di balik layar melihat bodohnya aku dalam berperan. kau terus membuang dan aku terus memberi. bukankah sia-sia dan percuma? caramu menatap adalah kebohongan besar, pun untai katamu hanya bualan tanpa makna. tentu salahku dan pikiranku yang menghancurkanku. aku tertatih mengutip sebagian dari diriku yang kutitipkan padamu namun kau buang entah ke mana, membiarkanku terus berlari dalam ketidakpastian dan terjebak di dalamnya.

Pesan Singkat Untuk Mata EmpatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang