Kembali dengan hari-hari konyol juga penuh rindu ini.
_________________________________________________
Hey Mata Empat yang penuh cinta.
love comes into being in increments
then it's become a fully realised idea
the next time I take stock of myself
and I let out a sigh of relief, content.I know not of how I come into being
but you are a lesson in symbiosis and
how to make the most of it—of us.
your friend tells you you're just not
made for a defined role so maybe I, too,
am not; I am not forever a parasite
and you refuse to forever be a victim.you know now how I hate being unheard
for too long so you take the time to
listen and talk back—you delight me.I get mean and too loud for no reason
—I hate it, you hate it—but I love how
now you stand straight and fight back
without giving me an inch of leeway.sometimes, you get me tongue tied
and what I've got for you are just jumbled
syllables and half-formed images of
fantasies or nightmares but you listen
still and I adore how you try to decipher
these nonsense with your ink and papers.my name remains the same but I am
grateful for the way you've stopped
spitting it out like a curse and started
letting it just flow out of you like a fact
of life you've learned to finally love.your monster writes to you sometimes.
[6 Juli 2002]
_________________________________________________
_________________________________________________.
Hey Mata Empat yang penuh harapan.
Dalam ruang yang sama, jarak kita semakin terasa. Tentang bagaimana kamu yang ingin pergi jauh dan aku yang sudah jenuh.
Ternyata menunggu terlalu lama itu menjenuhkan untuk seseorang yang bahkan kembalipun sepertinya enggan. Kamu berhasil memaksa rasamu untuk mati sebelum saya ketahui, kamu menyangkalnya dengan keras kepala hingga rasa itu hilang dan sirna.
Kemarin saya sudah melakukannya padamu juga :
Memaksa mati rasa yang saya punya dan memangkasnya habis tanpa tersisa. Saya sebenarnya terluka namun saya bisa apa? Bahkan pedulimu sudah tidak ada.Saya pernah dengan keras kepala menunggumu. Hingga saya sendiri sadar, sebenarnya siapa dan apa yang saya tunggu;
Kamu atau wujud dari harapan saya?
Pikir saya, menunggu takkan menjadi hal yang sia-sia ketika saya menanti sambil memperbaiki diri. Namun saya akhirnya berpikir lagi, ketika saya sudah berhasil memperbaiki diri dari segala sisi, haruskah saya bersamamu yang pernah mengabaikan saya di sini? Membuat saya menunggu hingga menutup hati untuk orang-orang baru.
Pada akhirnya, ketika saya sudah berhasil memperbaiki diri, maka hati saya tidak akan untukmu lagi.
Saya akan memberikannya pada seseorang yang bertahan dengan segala kekacauan di hati saya sejak memilih jatuh padamu yang acuh.
Ketika saya sudah berhasil memperbaiki diri, saya akan menjatuhkan hati pada dia yang memberi warna pada hari-hari saya yang pernah mati.
Dan pada dia yang mencintai saya tanpa tetapi.
[7 Juli 2002]
_________________________________________________
_________________________________________________
Hey Mata Empat yang cemburuan.
//perpustakaan di ujung jemarimu
Suatu hari aku berkunjung ke perpustakaan. Bukan yang berada di kota, melainkan ke setiap ujung jemarimu yang menyimpan banyak katalog aksara. Di sana, pernah engkau sentuh kartika dan nebula sehingga bahasa-bahasa baru telah tercipta—dirimu sebut mereka sebagai bahasa-bahasa yang cemas terluka.
Kau melahirkan sesuatu dari perpustakaan itu. Lebih dari sekadar puisi, kau melahirkan mimpi-mimpi indah di keningku—yang meski berwujud niskala, berhasil membuatku memilih untuk tertidur selamanya.
Aku hanya mampu menawarkanmu duka, ucapmu ketika hendak kupinjam satu aksara itu. Tak apa. Tak apa, Kasih. Selama aku mampu merasakan afeksi lagi, dihujam seribu candrasa pun aku sudi.
[8 Juli 2002]
_________________________________________________
_________________________________________________
Hey Mata empat yang saat ini kurindu.
Kau tahu dengan jelas bahwa menunggu itu bukanlah sesuatu hal yang mudah. Ada perih yang ku tutupi dalam balutan senyuman.
Mencoba bertahan namun tak pernah dihargai, bahkan kehadiranku mungkin hanya sebatas angin lalu bagi dirimu.
Kau abaikan aku tanpa pernah memikirkan bagaimana rasa ku. Kau membuangku layaknya barang yang sudah tak berguna lagi.
Setidaknya jika kau sudah bosan atau bahkan lelah denganku , katakan saja.
Aku lebih baik mendengar semua kejujuranmu, dibanding harus dipertahankan dengan rasa yang sudah tiada.
[9 Juli 2002]
_________________________________________________
_________________________________________________
Hey Mata Empat yang selalu ku tunggu.
Lembaran buku ku masih sama,
Ia masih bercerita perihal penantian tiada akhir. Garis - garis letih pun tertuai dalam setiap untaian pena yang dikenakan.Tak jarang aku memberi jeda untuk beristirahat, bukan berhenti. Sengaja tak ku biarkan titik tertuai didalamnya, karna aku paham bahwa titik menandakan sebuah pemberhentian dan aku belum menginginkannya.
Padahal setiap manusia yang ku lewati berkata untuk berhenti, tapi tetap saja keras kepala memenuhiku. Aku tahu bahwa mencintaimu sendirian bukanlah hal wajar, namun tak apa.
Entah kapan semesta memberiku pemberhentian selamanya, bukan sementara. Atau mungkin semesta berniat membukakan hatimu untukku? Ah sepertinya tak mungkin.
Ku harap suatu saat nanti kau akan paham bahwa tak ada satu orangpun yang akan bertahan dalam penantian untukmu, kecuali aku. Dan ku harap ketika saat itu tiba, rasaku masih bersamamu, bukan dengan lainnya.
[10 Juli 2002]
_________________________________________________
_________________________________________________
Hey Mata Empat esok aku benar benar ingin bertamu.
Oh, hai?
Bagaimana kabarmu?
Aku baik, kuharap kau juga.Tidak, tidak. Aku hanya ingin menyapamu dari sini. Ya, lewat tulisan ulung ini. Tidak, tidak perlu berbalas. Karena akupun tak mengharap sapa kembali darimu.
Kau tahu? Aku sangat menyayangimu. Tapi itu dulu. Saat kau selalu mengucap halo berulang kali padaku, saat kantuk tak pernah laku di malam-malamku, dan saat kau selalu menjulukiku “cupu” saat aku mati lebih dulu dalam permainan.
Itu dulu. Dan entah mengapa, tiba-tiba mereka semua berbondong-bondong menyelinap masuk kedalam imajiku malam tadi. Ah, aku tak habis pikir dengan kepalaku. Begitu otomatis mengingatmu kala satu lagu berputar di ponselku. Ingin rasanya menangis, namun buat apa. Ingin rasanya mengagumimu lagi, namun buat apa.
Aku pikir aku sudah kian ahli melupakan semuanya. Bagaimana bisa? Konon semuanya, sebagian saja belum. Bahkan aromamu masih dalam ingatan. Suaramu yang menjengkelkan juga masih mengiang dengan keras. Apalagi dengan parasmu yang kusebut-sebut tampan itu. Entah mengapa sulit untuk tidak dipikirkan jika malam tiba.
Oh iya, kelihatannya kau sudah berhasil melupakanku. Tempo hari aku lihat kau bersama pujaan hatimu yang jauh lebih baik dariku, dia pandai memberi senyum, dia ramah dalam bertutur kata, dan dia juga menjadi obatmu atas segala lebam kita kemarin.
Aku juga ingin sepertimu. Aku berjanji, akan kucoba melupakan kelupaanmu.
[11 Juli 2002]
_________________________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Singkat Untuk Mata Empat
Teen Fiction"Pernah sekali, aku lupa berhenti sampai tak sadar kalau yang kugenggam sudah hilang dari kilometer 06. Kala itu aku sudah berada di kilometer 26, aku kembali ke kilometer 06. Namun, aku tak menemukan mata empat yang ku genggam. Kurasa inilah siklus...