Gue menundukan kepala agar menutupi wajah dari kamera. Merapikan sedikit kerudung ungu yang gue pakai. Kemudian menerima panggilan video dari Bapak."Hallo Itoh." Suara Bapak dari layar hape terdengar berat. Suara khas bapak-bapak berkumis tebal.
Gue mengangkat hape lebih tinggi dari jidat. Menundukan wajah agar tak ketahuan. Jadi kalau dari layar, hanya terlihat bagian atas kerudung juga jidat gue yang tampak kecoklatan.
"Hallo Bang." Gue menirukan suara cewek, tapi malah kayak suara tersangka baso borak yang biasa disebut Mawar.
Oke, gue perbaiki lagi supaya benar-benar mirip.
"Hallo Bang." Tapi malah jadi mirip suara Lucinta Luna.
"Itoh, kok, mukanya gak keliatan?" tanya Bapak sok manis.
"Itoh malu Bang," jawab gue dengan suara mendayu-dayu.
"Kenapa malu Itoh?"
"Itoh buriq Bang."
"Ah, Itoh bisa aja. Biasanya cewek kalo bilang buriq aslinya cakep."
"Bener Bang, Itoh buriq."
"Mana coba lihat?"
Gue menurunkan hape sejajar dengan wajah, kemudian ...
"Hallo Bang ... buriq kan wajah Itoh? Huahaha."
"Jancuk koe!"
Meoong Ngook Krok Aung
Gedebak Gedebuk!
Seketika gue tersadar dari lamunan ketika mendengar suara kucing berantem dari atas genteng. Merinding membayangkan seandainya gue bener-bener menerima panggilan video dari Bapak dengan menyamar jadi cewek. Pasti bakal ada umpatan-umpatan kekecewaan.
Pada akhirnya, gue tolak tuh panggilan video dari Bapak. Gak lama kemudian, dia kirim pesan lagi.
[Itoh, kok, gak diangkat?]
[Itoh malu Bang,] balas gue.
[Kenapa malu?]
[Gpp Bang, malu aja. Oh, iya, Abang lagi dimana?] Gue coba mengalihkan obrolan. Daripada harus mencari alasan dari pertanyaan-pertanyaanya.
[Abang lagi sendiri di kamar.]
Bisa aja kang pijet. Ngakunya sendiri di kamar, terus Emak gak dianggep? Kalau gue kasih tahu sisi modus Bapak ke Emak, pasti bakal marah besar, bisa-bisa Bapak digeprek pake panci berkali-kali.
[Ohh,] balas gue singkat.
[Itoh belom tidur?]
Elah, kalau gak gue akhiri chat-an menjijikan ini, pasti bakal sampe tengah malem. Akhirnya gue yang memutuskan.
[Ini Itoh mau tidur, Bang. Itoh tidur dulu ya, Bang.]
[Oke Itoh, met bubu.]
Jijik. Sumpah, jijik.
***
Lagi maraknya wabah virus yang sudah menyebar luas hampir seluruh dunia. Terpaksa gue harus melihat wajah Bapak setiap hari di rumah.
Gara-gara sebuah chat-an Itoh dengan Bapak yang menjijikan, gue jadi membayangkan seolah-olah Bapak adalah lelaki terbucin dan termodus yang pernah ada di muka bumi ini.
Sebelum ada keterikatan chat Itoh dengan Bapak, gue memandang Bapak layaknya seorang anak kepada orang tuanya. Namun, ketika sebuah chat-an mesra itu terjalin, entah kenapa setiap berada dekat dengan Bapak, gue merasa ilfil.
Dalam hati gue, ada perasaan ngeri. Bayangan wajah napsu Bapak akan cinta begitu menghantui. Setiap gue berpapasan dengan Bapak, tiba-tiba teringat chat-an dia dengan Itoh. Seolah-olah dia mengatakan. "Itoh, Abang di sini Itoh ... Itoh Abang mau cium Itoh."
Untung aja itu hanya ada di maya. Gak kebayang kalau terjadi di kenyataan dan gue harus memakai kerudung ungu menjadi Itoh, kemudian melayani napsu bejat Bapak.
Gila.
.
Pagi ini gue disuruh jemur kasur sama Emak, karena kebetulan matahari sangat bersahabat. Namun, gue meminta bantuan sama Bapak buat angkat kasurnya keluar. Maklum, badan gue yang kayak triplek gak kuat angkat sendiri.
Gue melangkah ke teras. Di sana ada Bapak lagi duduk dekat jendela.
"Pak, disuruh Emak jemur kasur!" kata gue setelah tiba di sana. Berdiri di ambang pintu.
Bapak malah asik main hape. Sesekali menggaruk perutnya yang menyembul keluar dari balutan kaus kutang. Lipatan lemak bergelayut ketika jemari besarnya menari di atas gumpalan kulit kecoklatan itu.
"Bapak!" kata gue lagi dengan nada mengeras.
"Hmm." Bapak malah tak acuh. Tetap fokus pada hapenya. Pasti lagi main FB.
Kayaknya gue mesti panggil Emak biar Bapak bangkit dari kursinya. Oke, waktunya untuk ....
"Maak! Bapak gak mau angkat kasur nih!" Kepala gue menyembul ke dalam, sambil teriak.
Dan tak lama kemudian.
"Sugonoo!" Teriakan Emak menggelegar dari dapur. Meja di samping Bapak pun ikut bergetar. Dalam keadaan panik, Bapak segera merapikan kaus kutangnya, kemudian bangkit dari kursi dan meninggalkan hape di meja.
Tunggu, hape Bapak ditinggal di meja? Tiba-tiba kecurigaan gue tentang kemodus-san Bapak di dunia maya tergerak. Benda pipih yang layarnya masih menyala, menampilkan sebuah halaman berwarna biru. FB Bapak belum di logut.
Gue menoleh ke belakang. Melihat punggung Bapak sudah menjauh ke arah dapur, gue segera duduk di samping meja. Penasaran dengan rangkaian pesan-pesan modus Bapak, apa hanya tertuju sama Itoh, atau ada cewek lain?
Dengan senyum seperti Joker, gue berkata dalam hati.
'Saatnya bajak FB Bapak hehe.'
Next
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Modusin Aku Bang
HumorNiatnya gue buat akun palsu di FB cuma buat hiburan, tapi malah ketemu seseakun tukang modus. Parahnya ternyata seseakun itu Bapak sendiri. Gila gak tuh.