4. Kasihan deh Zaid

8.2K 1.1K 50
                                    

Karena saat kita susah, disaat itulah wajah asli manusia terlihat. Mana teman susah senang dan mana teman senang senang.

|||

Disinilah Zaid berada, ditengah lapangan yang panas terik sendirian.
Wawan dan Legi memperhatikannya sambil terkikik geli. Awalnya Zaid senang karena Wawan mau membantunya. Namun semua sirna gara-gara si Adam.

Flasback on

Mereka telah selesai melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Zaid berniat hati ingin segera lari dan kembali ke kamarnya. Namun ada duak orang yang katanya senior menghadangnya.

"Lo Zaid kan? Cucunya Kakek Ibrahim? " Tanya salah satu cowok itu. Zaid memandang mereka berdua. Tak menjawab dan hendak pergi namun kedua lengannya langsung di pegang oleh kedua senior tersebut.

"Kenalin, gue Kemal. Senior lo di PonPes ini. Panggil gue Bang Kemal. "

Zaid memandang dan mengangguk malas.

"Iya, BangKe! " Ucapnya membuat Legi dan Wawan terkekeh geli.

Kemal memandang Zaid tak terima.

"Kemal oi! Bukan BangKe! " Ucapnya kesal.

"Kan udah Bang Kemal disingkat BangKe! Gitu pon tak tau! " Ucap Zaid meremehkan. Lalu ia berjalan hendak pergi namun lagi lagi ditahan. Zaid menggerutu kesal.

"Apa lagi sehhh??? " Ucapnya tak sabar.

"Gue belum kenalan oi! Kenalin gue Satria, senior lo juga. Panggil suke Bang Satria. " Ucapnya sambil melipat kedua tangannya di dada.

Zaid berdecih.

"Bang Satria kepanjangan. BangSat! Its so simpel. Dah kan? Gue mau balik nih! " Ujarnya lalu dengan segera berlari sambil merapalkan doa dalam hati agar tidak bertemu dengan Kakeknya ataupun Adam.

Saat di depan lapangan. Zaid mengumpat kesal, karena Adam yang telah berdiri sambil memegang sapu ijuk. Ia memandang Zaid sambil tersenyum.

"Zaid. Ini sapunya. Kamu nyapunya setengah aja. " Ucapnya sopan. Mungkin jika orang lain yang mendengarnya merasa dihargai. Adam, cowok itu sangat sopan.

Namun tetap saja, ditelinga Zaid mau semerdu apapun suara Adam tetap membuatnya naik pitam.

Zaid merampas sapu tersebut, kemudian menoleh ke belakang. Dilihatnya Wawan yang tersenyum ke arahnya dan Legi yang tertawa puas. Wawan juga membawa sapu. Untung saja Wawan baik tidak seperti sepupunya itu. Sepupu kampret emang.

"Ayo Mas saya bantuin. " Ujar Wawan. Zaid mengangguk semangat sebelum Adam kembali berbicara dan membuatnya semakin kesal dengan cowok alim itu.

"Irwan. Kamu jangan bantu Zaid. Kan Zaid yang dihukum. Biarin dia aja. " Ucapnya. Dan Zaid semakin kesal dengan Adam saat Wawan malah diam dan mendengarkan perkataan Adam untuk tidak membantunya.

"Wan! Bantuin gue! Ayolah. Kita kan bestfriend! " Ucapnya, Wawan menggeleng lemah. Ia gak bisa membantah Adam. Semua santri ataupun santriwati juga tau bahwa Adam adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Kakek Ibrahim.

"Maaf Mas, saya nggak bisa. Saya disini saja semanhatin Mas ya. " Ucapnya sendu. Sebenarnya Wawan tak tega melihat Zaid yang sekarang sudah berdiri di tengah lapangan dan menyapu lapangan tersebut dengan wajah kesal.

Ada Cinta Di Pondok Pesantren [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang