Semua berjalan sesuai apa yang mereka bicarakan. Mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu atap. Dalam malam-malam sunyi, Bagas selalu terjaga dan memikirkan apa yang terbaik bagi mereka, sementara di kamar sebelah, Nila selalu memimpikan malam-malam hangat dalam dekapan Suaminya. Semua terasa memilukan, ketika kau ingin memiliki apa yang sudah kau miliki, tapi ternyata yang kau miliki itu semu.
Tak membutuhkan waktu lama bagi nila mendapat pekerjaan. Dia cantik, pintar, muda, dan berpenampilan menarik, membawanya pada sebuah hotel berbintang paling mewah di Jakarta yang menempatkan dia menjadi seorang Asisten Manajer.
Boss-nya seorang bule asal Australia. Berusia awal tiga puluhan, dengan mata hijau kebiruan dan tampang yang cocok untuk dipajang di majalah fashion, cukup untuk membuat lelaki itu menjadi perbincangan di kalangan karyawan. Tapi bagi Nila, senyum menawan bos-nya tak pernah sedikitpun menggugah hati Nila seperti senyum Suaminya.
“Danila...” panggil Andrew dengan aksen khas milik bule.
Nila menoleh dari laporan yang tengah ia tulis. “Ya, Mr. Spare?”
Andrew cemberut, membuatnya nampak seperti anak lima tahun. “Sudah aku bilang, panggil aku Andrew. Just And jika Andrew terlalu panjang untukmu.”
Nila tertawa, membuat kedua alis Andrew bertaut. “Kenapa kamu tertawa?”
“Maaf, aku hanya ingat gurauan anak jaman sekarang, ‘elo, gue, end!’” Nila kembali tertawa, dan berhenti dengan sedikit tersedak kala melihat wajah serius Boss-nya. “Sorry, ada apa, Andrew?”
Andrew tersenyum geli. “Itu end, not and. Tapi tak masalah. Danila, tolong aku cek tiga kamar VIP yang di pesan untuk tamu dari kedutaan Jerman.”
“Akanku lakukan sebentar lagi. Biarkan aku menyelesaikan laporan ini dulu.”
“Okey. Tolong laporkan keadaannya padaku nanti. Aku akan ada di kolam renang, ada yang harus aku periksa juga di sana.”
“Sip!” Nila mengangkat kedua ibu jarinya, membuar Andrew tertawa sebelum pergi dari hadapannya.
Paling tidak, pekerjaannya yang seolah tak ada habisnya, bisa membuat Nila lupa akan apapun yang ada di rumah. Bagas dan Setya, dua lelaki yang paling ia cintai, namun harus dia hindari demi hatinya yang kecil ini. Agar dia tak semakin terluka. Apa yang membuatnya berfikir Bagas bisa mencintainya, dan setuju dengan ide Bapaknya dulu? Dia Cuma adik, tak lebih. Bahkan kini sikap sebagai kakak-adikpun menjadi canggung.
“Gimana, Mbak, rasanya satu ruangan sama Mr. Andrew? Kalau Novi nih, Mbak, gak akan bisa tidur tiap malam, pasti kepikiran wajah gantengnya terus!” kata salah satu dari dua Room Girls yang sedang merapihkan kamar terakhir dari tiga kamar yang dipesan. Nila hanya tersenyum sambil menggelang-gelang, melihat setiap detail kamar dengan teliti.
“Mbak Nila ‘kan udah nikah, Nov, makanya dia gak pengaruh. Suaminya Mbak Nila pasti lebih ganteng!” sahut Lia dengan aksen jawa yang masih samar-samar kentara.
“Maka dari itu, Mbak Nila gak di musuhin sama karyawati di sini, karena tau, Mbak Nila buka saingan.”
“Shtt... udahan gosipnya. Bunganya udah siap belum? Tamunya minta bunga lily ‘kan?”
“Udah, Mbak, nanti katanya si Romi yang akan bawa ke setiap kamar.”
“Ya udah, tolong bilang Romi jangan ditunda-tunda yah, tamunya bilang datang sebelum makan malam, tapi takutnya mereka malah datang lebih cepat kaya tamu dari Jepang minggu lalu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Pertama Untuk Nila (E-book Di Google Play Store)
RomansaAku, bahkan tak layak di sebut sebagai Istri...