Teriknya mentari mulai masuk lewat ventilasi kamarku. Alarm disebelahku sudah berdering hingga beratus-ratus kali lamanya. Astaga! Hari ini tanggal 17 Juli 2016, hari pertamaku masuk sekolah dan aku malah bangun terlambat.
Nama lengkapku Dinar Ayla, membaca dan bernyanyi adalah hobiku sejak kecil, walau suaraku nggak bagus-bagus amat. Susah bangun pagi, juga emosian.
"Bu, kenapa nggak bangunin aku sih?" teriakku sambil memakai kaos kaki putih polos di ruang keluarga, tentu saja aku sudah selesai mandi.
"Ibu mau kamu mandiri, kan sudah masuk jenjang SMP," kata ibu tanpa rasa bersalah sembari memasukan bekal roti ke dalam tasku. Tak lupa, satu potong roti isi selai kacang kujejalkan kedalam mulut sambil berlari terburu-buru masuk mobil ayah.
"Ada yang ketinggalan?" tanya ayah memastikan.
"Nggak ada kok, ayo cepetan yah berangkat!" aku yang gemas karena ayah masih saja bertanya.
"Dinar! Ini singgasananya ketinggalan, nanti dimarahin kakak kelas loh!" ucap ibu dari teras rumah.
Benar saja, singgasanaku tertinggal di sofa saat aku memakai kaos kaki tadi. Singgasanaku sebenarnya adalah kertas karton satu lembar bertulis
SINGGASANA di bagian tengahnya, tujuannya untuk alas duduk agar ospek nanti tidak duduk langsung di lapangan.Tepat pukul 7 pagi aku sampai di sekolah. Nasib baik aku datang tepat waktu, karena gerbang akan segera di tutup. Terlihat banyak sekali baju warna merah putih di depan gerbang SMP Negeri X Bandung itu. Mereka sama sepertiku, anak kelas 1 SMP yang baru saja lulus SD dan hari ini masa orientasi siswa. SMP Negeri X Bandung lumayan jauh dari rumahku. Perlu setengah jam untuk sampai ke sekolah. Tidak banyak alumni SD ku yang bersekolah disini, perlu nilai yang tinggi untuk masuk sekolah favorit ini, dan aku beruntung bisa lolos tes sekolah ini.
Aku linglung mencari teman untuk diajak berkenalan. Aku masuk gugus 'pegasus' dan duduk di bangku depan sendirian. Makna gugus sendiri sebenarnya adalah kelompok, hal ini bertujuan agar siswa mendapat kelas sementara dan di bimbing oleh kakak OSIS yang berbeda di setiap gugusnya.
Gugus ini berlaku tiga hari, sejak pertamakali masuk sekolah hingga masa orientasi siswa dan perkenalan (OSPEK) berakhir. Kak Alma. Kak Alma adalah among atau kakak pembimbing di gugusku. Kak Alma menjabat sebagai sekretaris osis disini. Wajahnya cantik namun terlihat garang. Ia tidak mau sampai adik didiknya terlambat atau bahkan melupakan barang yang sudah ia perintahkan jauh-jauh hari. Namun tetap saja, kejadian seperti ini tetap ada.
"Selamat pagi adik-adik. Kenalin aku Alma dari kelas 8-B. Sekarang aku bakalan absen dulu,"
Baru saja ia hendak mengucap nama absen pertama, ketukan dari pintu terdengar. Tok tok tok.
"Masuk," ucap Kak Alma.
"Ma.. maaf saya terlambat, Kak," ucap seorang laki-laki berbaju merah putih, sepertinya ia ketakutan dan kesulitan untuk bicara.
"Kenapa baru datang? Kamu tau sekarang jam berapa?" nada Kak Alma meninggi.
Kata ibuku semalam, sudah seharusnya anak osis bertindak tegas dalam kegiatan ospek ini, melatih mental adik didiknya.
"Cepat masuk, duduk di samping dia!" Kak Alma menunjuk diriku. Anak itu melepas tasnya dan langsung menunduk. Sial, padahal aku baru saja senyum padanya.
Bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar untuk menuju kantin. Aku yang tidak biasa jajan hanya mengeluarkan bekal roti yang ibu berikan tadi pagi.
"Namamu siapa?" tanyaku dengan mata yang masih mencari kotak bekal di dalam tas ransel. Mengobrak-abrik isi tas karena sulit menemukan kotak bekal.
"Aldi, kamu?" ia menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Jari-jarinya bergetar. Kulitnya putih. Ia tersenyum kepadaku.
"Ah! Namaku Dinar! Senang berkenalan denganmu," senyuman dan tangan kusodorkan kepadanya sebagai bentuk salam kenal.
"Rumahmu dimana? Jauh?" tanyaku sambil melahap roti, kebetulan dia juga membawa bekal sendiri dari rumah. Kotak bekalnya warna oranye, lucu sekali.
"Di hatimu," balasnya sambil tertawa, terlihat matanya menyipit dari dalam kacamatanya sambil terus memasukan garpu berisi kentang goreng ke mulutnya.
"Serius ih," aku yang sama sekali tidak tertarik dengan gombalannya memasang ekspresi datar.
"Daerah Margaraya." ucapnya sambil berhenti tertawa namun masih melengkungkan senyuman.
"Benarkah? Astaga dekat sekali dengan rumahku, kenapa kita nggak pernah bertemu!" aku terbelalak saat tau rumahnya hanya beda satu komplek dari rumahku.
"Serius? Boleh aku main ke rumahmu?" tanyanya.
"Tentu saja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KLANDESTIN
Teen Fiction"Harusnya dari awal aku tahu, kamu nggak pernah suka atau tertarik sama aku. Tapi kenapa setiap natap mata kamu, seolah bikin aku tenang dan merasa aman?" Kamu buat aku mengerti apa rasanya dicintai, kamu juga yang buat aku paham apa rasanya dikhian...