8

365 63 19
                                    

Sejeong menggeliat di atas kasur saat sinar matahari masuk ke dalam kamarnya.

“Siapa yang membuka tirai jendelaku? Astaga panas sekali.”

Sejeong beranjak dari atas kasurnya dan menutup tirai kamarnya dengan sekali hentakan.

Dia sudah akan kembali tidur tetapi matanya tidak sengaja melihat jam yang bertengger di dinding kamarnya.

“Hah jam satu siang!?”

Sejeong mencetak rekor baru dalam tidurnya. Biasanya dia akan bangun selambat-lambatnya pukul dua belas siang, itu pun dengan tubuh yang sangat lelah karena tidur yang sangat lama.

Tetapi sekarang apa? Dia bahkan bangun pukul satu siang.

Akhirnya Sejeong mengurungkan niatnya untuk kembali ke kasurnya dan memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi.

Di dalam kamar mandi Sejeong tidak bisa berhenti memikirkan tentang perkataan Taeyong dua hari yang lalu. Dan sampai sekarang pun dia juga belum bisa bertanya tentang Tiway kepada Taeyong.

“Tetapi kenapa aku peduli sekali sih tentang semua itu?”

“Iya aku tau, aku bukan peduli, aku hanya penasaran tentang semuanya. Lagi pula aku sudah terlanjur sampai sejauh ini, aku tidak mungkin berhenti dan pura-pura tidak tahu.”

Sejeong mengangkat kepalanya dan membiarkan air mengenai wajahnya.

Setelah itu terdengar sebuah ketukan pada kamar mandi Sejeong.

“Kakak sedang mandi? Apakah masih lama?”

“Tidak, kakak sebentar lagi selesai. Kenapa?”

Sejeong sedikit berteriak karena gemericik air membuat suaranya menjadi tidak terdengar.

Sejeong terdiam menunggu jawaban dari Jungwoo tetapi tidak ada jawaban apapun yang terdengar.

Pasti Jungwoo sudah pergi. Batin Sejeong.

Sejeong pun mematikan air dan mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya dan memakai pakaiannya.

Saat Sejeong keluar dari kamarnya, dia merasakan rumahnya sangat sepi.

“Kemana orang-orang?”

Setelah itu dia pergi menuju kamar Jungwoo untuk bertanya kepadanya apa yang mau dia bicarakan tadi.

Saat sampai di depan kamar Jungwoo, Sejeong mengetuk pintu pelan, terdengar suara Jungwoo mempersilahkan Sejeong masuk.

“Wah rapi sekali? Kamu mau berkencan ya?”

“Apa yang Kakak bicarakan? Aku akan pergi bersama Kak Yuta tau.”

Sejeong tertawa melihat wajah Jungwoo yang di tekuk mendengar kata berkencan. Sebenarnya kata berkencan menjadi hal yang sensitif  bagi Jungwoo belakangan ini.

Pasalnya dia baru saja putus dengan pacarnya, padahal mereka sudah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun.

Saat Sejeong bertanya apa alasan mereka putus, Jungwoo mengatakan dia akan menceritakan kalau sudah saatnya nanti.

“Apa yang mau kamu bicarakan tadi?”

“Ah, tadi Bibi June kesini dan mencari Ibu. Bibi June ingin mengingatkan Ibu nanti jam lima sore ada reuni dengan teman-teman sekolahnya dulu.”

Jungwoo mengatakan hal itu sembari memakai jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

“Baiklah, lalu?”

“Masalahnya Ibu tidak membalas pesan Bibi June dan sekarang Ibu tidak ada di rumah.”

Sejeong terdiam menunggu kelanjutan ucapan dari Jungwoo.

“Aku ingin meminta tolong Kakak untuk memberitahu Ibu tentang apa yang di katakan Bibi June tadi. Sebenarnya tadi aku sudah menelephone Ibu, tetapi ternyata telephone genggamnya tidak di bawa.”

Tidak biasanya Shena meninggalkan telephone genggamnya dirumah. Walaupun bukan termasuk orang yang kecanduan telephone genggam, tetap saja Shena akan selalu membawa telephone genggamnya kemana pun.

“Ibu ada di rumah Bibi Sera sekarang, mungkin itu yang membuat Ibu tidak membawa telephone genggamnya, Kak.”

Ah sekarang masuk akal. Batin Sejeong.

“Kenapa tidak kamu saja yang memberitahu Ibu? Bukankah kamu akan pergi keluar sekarang?”

“Aku tidak bisa karena sudah sangat terlambat. Pasti Bibi Sera menyuruhku untuk mampir sebentar. Jadi Kakak saja yang memberitahu Ibu, okay?”

“Aku akan bilang pada Yuta kalau kamu sedikit terlambat, jadi kamu saja yang memberitahu Ibu.”

Sejeong berniat keluar dari kamar Jungwoo tetapi Jungwoo menahan tangannya.

“Aku mohon Kakak saja yang memberitahu Ibu, ya ya ya?”

Bukannya Sejeong tidak mau memberitahu Shena, hanya saja sekarang dia sangat malas untuk keluar dari rumah. Bahkan matahari sedang panas-panasnya sekarang.

“Tapi Jung—”

Sejeong mengernyitkan dahinya.

“Tunggu dulu, kamu tidak menyuruh Kakak dengan sengaja kan?”

Mendengar pertanyaan dari Sejeong, Jungwoo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan matanya sibuk bergerak kesana kemari.

Sejeong sudah paham dengan tingkah laku Jungwoo sekarang. Dia akan menggaruk tengkuknya dan matanya bergerak kesana kemari saat dia ketahuan melakukan sesuatu.

“Jadi benar?”

“He he he, kenapa Kakak bisa tahu?”

Sejeong memutar kedua bola matanya malas.

“Aku tau gerak gerikmu, Kim Jungwoo.”

“Berbaikanlah dengan Ibu, Kak. Rumah ini rasanya seperti neraka saat Kakak dan Ibu tidak saling bicara. Kakak tahu kan Ibu tidak bermaksud menampar Kakak saat itu, jadi maafkan saja Ibu, ya ya ya?”

Sejeong menyipitkan mata, dia bingung apa maksud dari perkataan Jungwoo barusan.

“Memaafkan Ibu? Apa maksudmu? Untuk apa juga Kakak memaafkan Ibu kalau Ibu tidak salah apa-apa.”

Jungwoo mengerjapkan kedua matanya.

“Jadi Kakak tidak marah kepada Ibu?”

“Tentu saja tidak.”

“Lalu kenapa Kakak tidak pernah berbicara kepada Ibu? Ibu mengira Kakak marah kepadanya.”

“Kakak—”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D O U B L E - TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang