06

28K 4.5K 479
                                    


Semerbak harum bunga melati menyeruak indera penciuman, ketika kamar bernuansa putih dan biru pastel itu dibuka pintunya.

Susunan rapi, tidak banyak barang hingga kamar tampak luas dan nyaman. Khas Valerie, yang senang dengan namanya kenyamanan.

Baginya, kamar adalah tempat istirahat yang mau bagaimanapun kamu juga akan merasakan surga dunia namanya.

Sempurna. Satu kata yang pas.

Valerie menuju meja belajarnya, meletakkan tas sekolah dan cardigan biru mudanya. Valerie suka biru muda. Jangan heran barangnya tidak absen dari warna yang sejuk bila dipandang itu.

Baru akan membuka kancing seragamnya, berniat hendak mandi, pintu dibuka tanpa permisi oleh seseorang membuat ia urung melakukannya.

"Kak Johnny?" Ia mengernyit heran menatap sang sulung Seo sudah ada di rumah lebih awal dari biasanya.

Tidak mengindahkan keheranan sang bungsu pasal ia pulang lebih awal, ia justru mencermati Valerie dengan serius.

"Kenapa sama pak Kim?" Tanyanya, tampak tidak akan pergi bila Valerie tidak segera menjawab.

Valerie menghela napas. Ia tau maksud dari pertanyaan yang baru saja Johnny lemparkan. "Aku pulang sama temen."

"Siapa?" Tanya Johnny cepat, tidak memberi jeda.

"Ada–" jawab Valerie seadanya, "–kakak enggak kenal."

"Kenalkan."

"Ha?"

Valerie mengernyit heran, menatap Johnny penasaran. Ia tidak mau menebak yang macam-macam, tapi perkataan Johnny yang ambigu membuatnya jadi berpikir macam-macam.

"Kenalkan sama kakak. Kakak harus tau." Tegas Johnny, terlihat tidak ingin dibantah. Apalagi melihat respon Valerie yang hanya diam, tanpa menunggu balasan Johnny justru menutup pintu dan pergi dengan sendirinya.

Tampaknya Valerie baru saja melakukan kesalahan. Seharusnya ia tidak usah meladeni sang kakak.

Tapi, jika ia tidak meladeni sang kakak sekali saja, justru yang didapatkan nya nanti mungkin akan lebih dari ini.

Entalah–Valerie pusing. Kakaknya posesif.



"Kakak makan sendiri?" Tanya Valerie mengernyit heran saat melihat Johnny sendirian di ruang makan menikmati steik nya.

Johnny memandang Valerie singkat sebelum mengangguk, "papa pergi ke tempat om Lee sama mama."

Menarik kursi di sisi kanan Johnny, Valerie menghela napas menyadari kemana tujuan orangtuanya pergi. "Perjodohan lagi?"

Tidak ada jawaban dari Johnny, bisa Valerie simpulkan kebenarannya.

Valerie tidak bohong, saat ia mengatakan alasan garis besarnya meminta Chenle menjadi pacarnya selain karna kaya, yaitu karna alasan perjodohan.

Menjadi anak orang kaya tidak mudah. Apalagi anak seorang pebisnis seperti Valerie. Kadang, hidupnya ditentukan dan diperhatikan.

Tidak cukup si sulung Seo mengorbankan cita-citanya menjadi jurnalis kini menjadi pebisnis juga untuk sang ayah, Valerie juga harus mengorbankan masa depannya. Jodohnya ditentukan oleh ayahnya.

Padahal si sulung Seo menuruti sang ayah menjadi pebisnis dengan harap, si bungsu Seo kesayangannya lepas dari ragam permintaan sang ayah.

Tapi entah kenyataannya malah jadi rumit. Johnny cukup tau bahwa Valerie kesal dan sering menggerutu dalam hati, namun tidak bisa melawan.

Biar begitu Valerie menyayangi kedua orangtuanya. Tidak rela jika kedua orangtuanya sakit hati bila ia membantah.

Makanya ia main aman. Diam-diam, menggantungkan nasibnya pada Chenle.

"Kakak bisa bujuk papa." Bilang Johnny tanpa memandang ke arah Valerie yang kini memandangnya.

Valerie menghela napas, "terus kakak jadi berantem sama papa? Mending enggak, deh."

Johnny menghentikan acara memotong steik nya. Adiknya lebih menarik untuk ia perhatikan. "Papa udah janji sama kakak, kalau kakak jadi pebisnis kayak dia, dia enggak bakal–"

"–enggak apa, kak." Valerie menyela, tersenyum hangat pada sang kakak yang menatapnya sendu.

"Aku punya rencana sendiri."


Tentu saja mengharapkan kekayaan dan pengaruh dari seorang Zhong Chenle satu-satunya rencana itu.



•••



Rich | Chenle✔️[TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang