11.

4.7K 216 56
                                    

*yooJiae pov_

Tatapan Jimin membuatku merasa seperti tercekik, begitu tajam dan mengintimidasi. Demi apa pun aku tidak tahu di mana letak kesalahanku. Dia sudah seperti itu sejak beberapa hari yang lalu saat aku dan Namjoon kembali dari Hawai.

Bahkan saat aku pindah ke kamarnya, dia masih menatapku dengan tatapan mengerikan itu, dia bahkan mendiamkanku. Aneh. Sungguh.

Sekuat hati aku memberanikan diri untuk duduk di sampingnya saat ia selesai berenang.

"Jim," panggilku pelan.

Mungkin dia tidak mendengarnya, tidak ada respon apa pun darinya. Jadi kupanggil namanya sekali lagi. Tapi sama saja, dia bersikap acuh dan tidak merespon sama sekali.

"Apa aku membuat kesalahan?" Seruku pelan.

Berhasil, kali ini ia menoleh ke arahku.

"Rasanya aneh melihatmu diam. Maaf jika aku lancang mengatakan ini, tapi rasanya lebih normal jika kau mencaci maki aku daripada mendiamkanku,"

"Kau meninggalkan pil mu!" serunya datar.

Pil?

"Sudah kubilang bukan? Kami tidak akan mau mengurus anakmu jika kau sampai hamil!" tambahnya lagi.

Karena itu? Jimin memikirkan itu? Hanya karena itu dia mendiamkanku seperti ini?

"Aku berhenti minum pil. Aku beralih ke suntik sekarang. Pil membuat jantungku berdegup lebih kencang."

"Apa?"

"Aku tahu siapa kalian dan siapa aku. Jika boleh jujur, aku juga tidak sudi mengandung anak salah satu dari kalian. Jadi tenang saja Jim, aku sudah melakukan pencegahan yang diperlukan. Kalian tidak akan repot-repot mengurus anakku nanti,"

Miris bukan? Jadi dia berharap siapa yang akan mengandung bayinya nanti? Wanita baik-baik? Apa hanya aku yang hina di sini? Apa mereka tidak hina juga?

Jimin terdiam menatapku dengan tatapan sendu.

"Ji,"

"Hm?"

"Ayo kita kencan,"

Aku nyaris tersedak ludahku sendiri mendengar ucapan Jimin. Benar-benar tidak bisa dipercaya.

*Author pov_

Jimin memijit pelipisnya pelan, tidak habis pikir dengan gadis di sebelahnya itu. Tidak ada yang lucu dari permintaannya barusan, jadi apa yang gadis itu tertawakan?

"Ada yang lucu?!" ketus Jimin.

Jiae berhenti tertawa dan menatap Jimin dengan tatapan hangat, dia bahkan menggeser duduknya dan menghadap ke arah Jimin.

"Jim, apa kepalamu baru terbentur sesuatu?"

"Aku serius Ji,"

"Bukankah aku begitu hina di matamu? Lalu apa ini? Kau baru saja bilang bahwa kau tidak akan mau mengurus anakku seandainya aku hamil, lalu kencan? Hya!! Apa menurutmu aku bisa dipermainkan seperti itu?" Jiae mengucapkan semua itu dengan tenang dan lembut, membuat batin Jimin semakin teriris.

"Memang tidak jika bayi yang kau kandung tidak jelas siapa ayahnya. Tapi jika hanya aku, jika jelas itu anakku, tentu aku akan menerimanya,"

Tawa Jiae kembali meledak, gadis itu tertawa ringan dan sesekali memukul pelan lengan Jimin, seolah dia baru saja mendengar lelucon yang sangat lucu.

Dan tentu saja itu membuat Jimin semakin frustrasi dibuatnya.

"Ji, aku sudah berpikir cukup keras, aku sudah memikirkannya matang-matang. Jika kau mau berhenti, jika kau mau bersamaku saja, aku akan melakukan apa pun untuk membuatmu lepas dari kontrak itu. Kau bisa hidup dengan normal tanpa harus melayani siapa pun! Aku serius! Bukankah itu lebih baik daripada harus melayani tujuh pria?"

Bangtan's Girl NC 21+ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang